Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kajari Mataram: Jika 3 Kali Nuril Tak Penuhi Panggilan, Bisa Jadi DPO

Kompas.com - 14/11/2018, 09:01 WIB
Fitri Rachmawati,
Khairina

Tim Redaksi

MATARAM, KOMPAS.com- Putusan kasasi Mahkamah Agung yang diketuai majelis hakim agung Sri Murwahyuni, memvonis bersalah Baiq Nuril Maknun, dengan jerat pasal 27 ayat 1 Junto pasal 45 UU ITE nomor 11 tahun 2008, karena melakukan perekaman dan penyebaran percakapan asusila atasannya, ketika bekerja sebagai tenaga honor tata usaha di SMA 7 Mataram.

Atas putusan MA itu, Kejaksaan Negeri Mataram masih memberikan waktu bagi Nuril hingga satu bulan ke depan, sebelum pihaknya melaksanakan eksekusi putusan MA yang menyatakan bekas pegawai honorer itu terbukti bersalah melanggar Undang-Undang ITE dan harus menjalani hukuman 6 bulan penjara serta denda Rp 500 juta rupiah.

Kepala Kejaksaan Negeri Mataram I Ketut Sumadana mengatakan, tak ada alasan pihaknya menunda eksekusi, meskipun tim kuasa hukum Nuril melakukan upaya peninjauan kembali (PK)

"Sebenarnya tidak ada alasan untuk menunda eksekusi putusan MA ini, bahwa dari putusan MA itu memang benar Nuril harus masuk penjara 6 bulan, seperti itu. Persiapan, kami sedang menyiapkan pemanggilan pada yang bersangkutan, mungkin dalam minggu ini kami layangkan pemanggilan,” kata Sumadana, Selasa (13/11).

Baca juga: Bantu Baiq Nuril Bayar Denda Rp 500 Juta, PAKU ITE Galang Donasi

Sumadana menjelaskan, pemanggilan yang dilakukan kejaksaan adalah dalam rangka eksekusi, akan dilihat apakah yang bersangkutan dalam kondisi sehat baik fisik maupun mental.

“Apabila dalam dua kali panggilan dia tidak mau hadir, otomatis saya masukkan dalam daftar pencarian orang (DPO), itu prosedur biasa lah, kemudian kami minta bantuan pada pihak kepolisian untuk melakukan pencarian pada yang bersangkutan,” terang Sumadana.

Sumadana mengatakan, pihaknya sudah menerima lengkap putusan MA. Bahkan, Sumadana telah memanggil tim yang menangani untuk mempelajari putusan itu. Hasilnya, memang Nuril adalah pelaku yang merekam dan pertama kali mentransfer atau menyerahkan kepada orang lain rekaman hasil komunikasi antara terpidana Nuril dengan korban kepada saksi lain. Dari sana lah muncul persoalan ini.

Kejadian ini kata Sumadana telah lama, tahun 2012 silam, berpolemik tahun 2015, dan diproses tahun 2016.

Terkait banyaknya dukungan dan simpati berbagai kalangan yang menginginkan agar Nuril dibebaskan, Sumadana menegaskan bahwa pelaksanaan eksekusi itu juga merupakan bagian dari pelaksanaan kepentingan publik.

"Bila kami melakukan penegakan hukum yang berbeda dari yang lain, itu juga akan menjadi sorotan publik dan menjadi pertanyaan publik, karena kasus ini sudah merupakan keputusan hukum tetap, maka eksekusi harus kami jalankan," jelasnya.

Sementara itu, terkait keinginan Nuril meminta bantuan dan pengampunan presiden, Sumadana mengatakan Nuril bisa meminta bantuan presiden, asalkan yang bersangkutan menjalankan hukuman dan mengakui kesalahannya.

"Silakan meminta abolisi, grasi, pengampunan kepada presiden asalkan dia menerima dulu putusan dan menjalankan, tapi jika tidak mengakui kesalahannya, silahkan melakukan upaya hukum mengajukan peninjauan kembali (PK),” kata Sumadana.

Baca juga: 6 Fakta Kasus Baiq Nuril, Alasan Pengajuan Kasasi hingga Promosi Jabatan Kepala Sekolah

Dia juga mengingatkan, novum yang menjadi syarat PK tidak mudah untuk didapatkan dalam perkara yang dihadapi Nuril.

Paling tidak, harus ada saksi yang mengakui bahwa bukan Nuril yang mentransfer dan saksi-saksi itu juga harus mengakui bahwa barang yang ditransfer itu bukan perbuatan atau dari Nuril.

Sementara itu, tim kuasa hukum Nuril tengah berusaha keras menyelamatkan Nuril dari upaya eksekusi yang berujung pada penahanan selama 6 bulan penjara setelah divonis bersalah oleh MA lantaran dituduh menyebarkan rekaman asusila atasannya.

“Kami berharap eksekusi ditunda, karena untuk membatalkan eksekusi itu tidak mungkin, karena kita tahu SOP di kejaksaan selerti apa, upaya lain juga bisa kita lakukan dengan mengajukan peninjauan kembali (PK)," ujar kuasa hukum Nuril Joko Jumadi.

Joko juga menyesalkan salinan putusan MA belum diterima pihaknya dari Pengadilan Negeri Mataram karena belum dikirim Mahkamah Agung. Saat ini dirinya hanya mengharapkan peninjauan kembali atas putusan MA tersebut

Sementara itu Nuril tetap berharap dirinya dibebaskan dari segala tuduhan, meskipun hal itu mungkin sulit terjadi.

Saat ini Nuril memang menjalani kehidupan ekonomi yang sulit, pascadibebaskan Pegadilan Negeri Mataram atas kasus UU ITE yang menjerat dirinya.

Janji pekerjaan tidak sesuai dengan harapannya, apalagi dengan gaji Rp 7 ribu per harinya sebgai tenaga tata usaha di sebuah sekolah SMK di Mataram.

“Kata kepala sekolah saya akan digaji Rp 7.000 per hari. Jika saya tak masuk kerja, akan dipotong, kalau saya hitung-hitung, akan habis gaji sebulan untuk transport,” kata Nuril.

Sementara sang suami hanya bekerja serabutan, karena berhenti bekerja di Gili Trawangan saat Nuril menghadapi masa masa sulit menjalani kasusnya. Nuril hanya berharap, dia bisa menghadapi kasusnya dengan tabah dan doanya agar eksekusi bisa dibatalkan terkabul. Jika tak bisa dibatalkan, minimal ditunda.

Kompas TV Simak wawancara Jurnalis KompasTV, Putri Aulia, dengan Kasubdit Gasum Dit Sabhara Polda Banten AKBP Nuril Huda dalam vlog berikut ini. 


Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com