PALU, KOMPAS.com — "Naiklah kau, Ipul! Anak dan istriku sudah hilang. Jangan kau cari siapa-siapa lagi di bawah!" suara keras seorang lelaki mengingatkan M Syaiful (24), warga Jalan Abadi Kota Palu. Itu adalah suara pamannya, Awaludin.
Namun, Syaiful tak menghiraukan permintaan itu, ia tetap pada pendiriannya untuk mencari Julaeha, ibu kandungnya.
"Paman, biarlah aku cari ibuku. Dia yang melahirkan dan membesarkanku walau aku akan mati sekalipun!" balasnya.
Baca juga: Detik-detik Arif Selamat dari Hotel Roa Roa yang Ambruk, Suasana Gelap dan Suara Minta Tolong
Syaiful bertutur, dalam kondisi temaram, tidak ada lampu yang menyala, Jumat (28/9/2018) malam itu, dia menyusuri Pantai Talise yang sudah porak-poranda. Bangunan tinggal puing-puing, mayat bergelimpangan di mana-mana.
Dia tak kenal lelah membalikkan semua mayat yang membujur di sepanjang pantai. Siapa tahu di antara mereka yang terbujur ini ia mengenali wajah teduh ibunya.
"Banyak sekali suara minta tolong dan mengerang kesakitan, saya tidak tahu yang mana yang bersuara karena kondisi saat itu remang-remang," tutur Syaiful, Kamis (4/10/2018).
Baca juga: Petaka di Petobo, Aspal seperti Gelombang dan Lumpur Keluar dari Perut Bumi, seperti Mau Kiamat
Dia terus mencari ibunya di antara jasad yang berserakan bercampur sampah dan puing seusai tsunami besar menghantam Palu.
Kekuatan energi tsunami ini telah meluluhlantakkan bangunan yang ada di pinggir pantai. Semuanya roboh didorong kekuatan air yang datang dalam bentuk gelombang yang sangat kuat.
Gedung dan permukiman warga di sepanjang pantai pun rusak berat, bahkan ada yang sudah seperti lapangan, tidak menyisakan apa pun.
Sore itu, Syaiful menyangka ibunya berangkat melihat keramaian Festival Pesona Palu Nomoni yang digelar Pemerintah Kota Palu di Pantai Talise. Kegiatan ini adalah perayaan untuk memeriahkan Hari Jadi Ke-40 Kota Palu.
Kegiatan ini dikemas menarik karena dijadikan agenda pariwisata. Salah satu daya tariknya adalah pelaksanaan ritual tradisi masyarakat Kaili. Kekayaan budaya inilah yang dikenalkan kepada masyarakat.
Namun, kemeriahan ini tidak pernah terjadi, gempa dahsyat 7,4 M telah menghentikan semuanya. Bahkan setelah itu datang gelombang tsunami yang besar, menghantam panggung utama dan sepanjang pesisir Palu dan Donggala.
"Ibu saya suka keramaian, waktu itu saya yakin beliau melihat acara di Talise," kata Syaiful.
Bersambung ke halaman dua.
.
.
.