Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dapat Hati dari Sang Ibu, Bocah Penderita Liver Kronis Akhirnya Bisa Bermain Gembira

Kompas.com - 01/07/2018, 13:40 WIB
Markus Yuwono,
Farid Assifa

Tim Redaksi

YOGYAKARTA, KOMPAS.com - Luqman Nurhidayat (5), anak pasangan Tumiyo (44) dan Sri Daryani (36), warga Dusun Ngalihan, Desa Pulutan, Kecamatan Wonosari, Gunungkidul, Yogyakarta, berlari bersama beberapa orang anak seusianya yang merupakan keluarga Penyintas Kanker Gunung Kidul (KPKG) dalam acara silaturahmi di Bangsal Sewokoprojo, Wonosari, Minggu (1/7/2018)

Pada Bulan Mei 2017, Luqman hanya bisa terbaring lemas di gendongan sang ibu karena menderita kelainan hati atau sirosis hepatis atau liver kronis.

Akibatnya, warna matanya kuning dan perutnya buncit. Namun hari ini, dia tidak ada bedanya dengan anak pada umumnya. Melihat film kartun di gawai ibunya dan berlari mengejar temannya yang memainkan gamelan di sisi timur Bangsal Sewokoprojo.

"Allhamdulilah sudah dioperasi November 2017 kemarin, dan saat ini sudah bisa bermain layaknya bocah. Bahkan sudah berani melawan anak lainnya yang merebut mainannya," kata Sri Daryani di Wonosari, Minggu.

Baca juga: Kisah Sri yang Rela Menyerahkan Hatinya untuk Sang Anak

Biaya operasi Luqman menelan Rp 1,8 miliar. Sebagian hati Sri Daryani diserahkan kepada anaknya melalui operasi bantuan RSUP Dr Sardjito Yogyakarta, yang dilakukan oleh tim ahli dari Indonesia dan lima orang dokter dari Jepang.

"Semua gratis, dan allhamdulilah untuk susu sudah ada donatur dan saat ini kontrolnya dua minggu sekali," ucapnya.

Penyintas kanker

Luqman memang bukan penderita kanker, namun semangat untuk sembuh dan rasa persaudaraan yang kuat dari keluarga penderita kanker, akhirnya diajak untuk bergabung dengan KPKG.

"Kebetulan Pak Ngadiyono (Pendiri Keluarga Penyintas Gunungkidul), ketemu di Sardjito dan mengajak kami bergabung karena sama-sama berobat," ujarnya.

Ngadino mengatakan, perkumpulan yang didirikan Januari 2018 ini untuk mengajak penyintas kanker tidak malu dan minder, sehingga mudah dalam penanganannya.

"Kami ingin mereka (penyintas) tidak malu dan minder dengan penyakitnya, sehingga kalau ngomong bisa segera ditangani oleh tim medis," ucapnya.

Saat ini ada 26 orang penderita kanker yang tergabung di dalam komunitas itu. Sebanyak 14 di antaranya adalah anak-anak.

"Ini pertemuan kedua untuk cari solusi untuk masing-masing penyakit. Istilahnya kalau berjuang sendiri itu berat. Kita bisa sembuh dan berjuang," katanya.

Pembina SPKG, Desiyanti menambahkan, dengan adanya keluarga penyintas ini diharapkan bisa memberikan semangat dalam perjuangan melawan penyakit kanker.

Ia sendiri memiliki penyakit kanker tulang yang diidap sejak beberapa tahun terakhir, sehingga memaksanya menggunakan kursi roda.

"Kenapa namanya penyintas, kami tidak ingin dikatakan penderita. Kalau penderita kok kelihatannya menderita banget ya," ucapnya.

Desi mengaku sengaja membentuk wadah agar para penyintas kanker bisa berkumpul dan saling menguatkan.

"Sebagian besar anggota kami orang kurang mampu, kita ingin semuanya bisa kumpul bareng dan berbagi pengalaman, saling menguatkan sehingga tumbuh nilai positif. Sehingga jika ada yang mengalami kesulitan bisa dicarikan solusi," katanya.

Baca juga: Sakit Kanker Darah, TKI Asal NTT Meninggal di Singapura

Anggota DPRD Gunungkidul, yang tahun depan tidak akan maju lagi dalam pemilu karena kesehatan ini mengaku, berusaha mendorong pemerintah untuk lebih memperhatikan penyintas kanker ini.

"Menguatkan komunikasi dengan pemerintah melalui yayasan kanker Indonesia cabang Gunungkidul, sehingga saudara-saudara kami yang kurang mampu bisa memperoleh haknya, terutama dalam penyembuhan," ujarnya.

Ketua YKI Gunungkidul, Sumedi mengatakan, saat ini YKI Gunungkidul baru saja terbentuk. Diharapkan ke depan bisa membantu memberikan solusi jika ditemukan masalah penyakit kanker.

"Untuk data (penyakit) kanker masih kita update karena dari dinas kesehatan masih mendata jumlah pastinya," katanya.

Kompas TV Presiden berjanji menindaklanjuti sejumlah masalah terkait penanganan kanker anak, termasuk membenahi regulasi bea masuk obat.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com