Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Banyak Jalan Menjadi Dalang di Gunungkidul (1)

Kompas.com - 30/05/2018, 20:20 WIB
Markus Yuwono,
Caroline Damanik

Tim Redaksi

YOGYAKARTA, KOMPAS.com - "Saya optimistis (akan masa depan dalang). Orang yang mengatakan minim dalang tidak mengetahui berita. Gunungkidul sedang ngetren dalang, termasuk dalang anak. Festival dalang anak di UNY dari sanggar ada 7 anak. Masa depan tidak perlu khawatir."

Demikian kata Slamet Hariyadi, pemilik Sanggar Pengalasan Pendalangan di Wiladeg, Kecamatan Karangmojo, Kabupaten Gunungkidul, Yogyakarta.

Di bawah bimbingan Slamet, setiap minggu 23 anak usia SD hingga SMA belajar menjadi dalang. Mereka belajar tentang cepeng atau cara memainkan wayang hingga sulukan, dialog, dan gending.

Optimistisme Slamet didukung oleh Dinas Kebudayaan Kabupaten Gunungkidul dengan mendorong dalang anak dan muda tampil dalam setiap pergelaran, menambah jam mendalang, juga memperkenalkan dalang muda ke masyarakat.

Baca juga: Jangan Larang Anak Jatuh Cinta pada Seni Mendalang dan Wayang (2)

Kepala Dinas Kebudayaan Gunungkidul Agus Kamtono mengaku bersyukur, seni pendalangan di Bumi Handayani terus bertumbuh.

Hampir setiap tahunnya muncul dalang anak, saat ini pihaknya mencatat sekitar 20 anak berlatih di sanggar pendalangan.

Bukti lainnya, setiap tahun digelar lomba pendalangan, dari usia SD, SMP, SMA dan dewasa. Rata-rata setiap kelompok pesertanya 12 orang. Ini menunjukkan antusiasme generasi muda terhadap seni pendalangan baik.

Juri lomba pendalangan didatangkan dari luar Gunungkidul untuk mengantisipasi kecurangan karena jika terjadi, dikhawatirkan merusak semangat generasi muda.

"Untuk Gunungkidul, regenerasi dalang tidak mengkhawatirkan. Setiap tahun selalu muncul dalang anak," kata Agus di kantornya, 22 Mei 2018.

Tak sampai di situ, melalui dana keistimewaan, pemerintah setiap tahunnya mengundang pakar pedalangan dan juga kalangan akademisi untuk memberikan penyuluhan tentang pendalangan, mulai dari dasar hingga profesional.

Harapannya, dalang wayang kulit bisa mengembangkan diri dan tidak monoton.

"Untuk dalang muda, selain festival dan perlombaan, kami berusaha untuk mengajak mereka dalam pembukaan pementasan atau namanya mucuki selama 20 sampai 25 menit. Mereka diberi kesempatan untuk mendalang sebelum dalang senior tampil dan itu tidak mengganggu cerita. Setiap beberapa bulan sekali pasti ada pagelaran wayang baik di acara Rasulan (bersih desa) atau acara lainnya," ucapnya.

Agus mengatakan, untuk setiap orang ataupun instansi yang akan memiliki keinginan mementaskan wayang, pihaknya sudah mengimbau untuk menggunakan dalang yang berasal dari lokal.

"Harapannya jam mendalang semakin banyak, sehingga memunculkan kreatifitas dalam seni mendalang," imbuh dia.

Dinas Kebudayaan dan Persatuan Pendalangan Indonesia (Pepadi) Gunungkidul, lanjut Agus, terus mengajak generasi muda mencintai budaya wayang dan seni pedalangan sehingga tidak perlu khawatir terkait ke depannya.

"Jadi untuk generasi muda yang suka ilmu pedalangan bisa menambah ilmu pedalangan, kami berharap menambah ilmu pengetahuan dan keterampilan. Kesempatan seni pedalangan cukup lebar untuk meniti karier bidang pendalangan sehingga memunculkan dalang hebat dari Gunungkidul," tuturnya. 

 

BERSAMBUNG: Banyak Jalan Menjadi Dalang di Gunungkidul (2)


Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com