Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menilik Warisan Orangtua dalam Bingkai Kue Keranjang

Kompas.com - 06/02/2018, 12:46 WIB
Farida Farhan

Penulis

KARAWANG, KOMPAS.com - Meski sudah berumur 68 tahun, Tenggo Hermawan dan istrinya, Yeliana (60), masih cekatan menekuni bisnis kue keranjang.

Rupanya, usaha itu merupakan warisan dari orangtuanya puluhan tahun lalu. Namun, ia mengaku tak tahu persis kapan usaha itu dimulai.

"Itu sudah puluhan tahun dimulai orangtua kami. Kalau yang lain dapat warisan benda, kami dapat warisan usaha kue keranjang," kata Tenggo kepada Kompas.com saat ditemui di rumahnya, Senin (5/2/2018).

Bahkan, imbuh Tenggo, rumah tepat di sebelah Vihara Sian Djin Kupoh di Kelurahan Tanjungpura, Kecamatan Karawang Barat, Kabupaten Karawang, itu sudah berumur sekitar satu abad.

"Ini rumah tua, berdasarkan cerita yang kami dapat turun-temurun, usianya sekitar satu abad. Tapi, memang lebih tua usia wihara (Sian Djin Kupoh)-nya. Orang tua kami dulu pindah ke sini  sekitar tahun 1952," katanya.

Dua kali dalam setahun selalu kebanjiran pesanan kue keranjang, yakni saat menjelang Imlek dan Idul Fitri. Bahkan pesanan juga datang dari luar Karawang, seperti Cikarang, Bekasi, dan Tangerang.

"Ada juga yang pesan lewat telepon. Bahkan pembayarannya ada yang melalui transfer," ujarnya.

Baca juga: Sambut Imlek Ribuan Kue Keranjang Dibagikan

Tenggo menyebutkan, pelanggannya ternyata juga turun-temurun sehingga kepercayaan sudah terbangun.

"Awalnya yang langganan orangtua mereka, akhirnya mereka juga ikut langganan," tuturnya.

Setiap kali momentum, tak kurang dari satu ton kue keranjang lahir dari tangan-tangan cekatannya. Bahkan pada Imlek, biasanya hampir dua ton kue keranjang dihasilkan.

"Kalau pada Idul Fitri, biasanya H-10 kami sudah mulai membuat. Paling banyak satu ton," ucapnya.

Bahan kue keranjang itu antara lain tepung ketan, gula putih yang dicairkan, air, dan pandan sebagai pewangi. Sementara untuk pembakaran, Tenggo menggunakan tungku berbahan bakar kayu dan kelakat.

"Pembakaran dilakukan selama 16 jam dan besarnya api harus dijaga kestabilannya," ujarnya.

Proses penataan kue keranjang di atas kelakat sebelum dibakar.KOMPAS.com/Farida Farhan Proses penataan kue keranjang di atas kelakat sebelum dibakar.

Tenggo menambahkan, jika api tidak stabil, kematangan kue keranjang tidak sempurna. Ia bahkan harus rela tak memejamkan mata pada malam hari.

"Satu angkatan pembakaran itu sekitar 1,20 kuintal. Jika gagal, kami merugi sekitar Rp 4.000.000. Oleh karenanya harus teliti," tandasnya.

Untuk keranjang, ia membeli dari daerah Bantarjaya, Bekasi, dengan harga Rp 2.500 per buah. "Tiap keranjang hanya dipakai dua kali. Sebab, jika lebih, kue keranjang yang dihasilkan bisa ngeclak pada bagian bawah," tuturnya.

Selain yang dibungkus plastik, kata dia, ada juga kue keranjang yang dibungkus daun pisang. Hanya saja, harganya lebih mahal. Jika biasanya ia menjual Rp 30.000 hingga Rp 32.000, kue keranjang yang dibungkus daun pisang dijual Rp 49.000.

"Membuatnya pun lebih bangga karena prosesnya juga lebih rumit. Sebab, daun pisangnya harus diperlakukan secara khusus," kata Tenggo.

Baca juga: Bawa Pesan Toleransi, Polisi Bagi-bagi Angpau dan Kue Keranjang

Kue keranjang setelah dibakar selama 16 jam.KOMPAS.com/Farida Farhan Kue keranjang setelah dibakar selama 16 jam.

Dia menyebut bahwa jumlah modal dan omzet menyesuaikan harga bahan-bahan. Pelanggan pun mengerti akan hal itu. "Jadi omzet kita relatif, menyesuaikan harga," ujarnya lagi.

Ia juga menjual kue keranjang susun, yang biasa diletakkan di meja altar saat bersembahyang di kelenteng. "Ada yang bersusun lima, tujuh, dan sembilan," imbuhnya.

Hanya saja, tambahnya, ketiga buah hatinya sejauh ini belum berminat meneruskan usaha kue keranjang itu. Meski demikian, Tenggo dan istrinya tak mempermasalahkan hal tersebut.

"Mereka bekerja di sektor lain," ucapnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com