Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ekonomis dan Ekologis Bambu Trenggalek (1)

Kompas.com - 30/09/2017, 07:19 WIB
Achmad Faizal

Penulis

TRENGGALEK, KOMPAS.com - Sebanyak 20 ikat tusuk sate siap dibawa ke luar kota. Barang-barang itu disiapkan Mahrus Ali di depan rumahnya di Dusun Kedekan, Desa Wonoanti, Kecamatan Trenggalek, Jawa Timur.

Melalui sambungan telepon, pria 40 tahun itu sedang menghubungi pemilik kendaraan yang biasa mengantar tusuk satenya ke luar kota. Rencananya, tusuk sate itu akan dikirim ke Wonogiri, Jawa Tengah.

Di samping rumahnya, empat pegawai terlihat sibuk memproses batangan bambu untuk dipotong menjadi tusuk sate. Ada empat unit mesin yang dioperasikan untuk memproses bambu setengah jadi menjadi tusuk sate.

Selain Wonogiri, daerah yang kerap disuplai tusuk sate oleh Mahrus adalah Yogyakarta, Solo, bahkan sampai ke Tangerang. Tapi akhir-akhir ini, tusuk satenya jarang dilempar ke luar Jawa Timur.

"Karena permintaan pasar regional sekarang tinggi, sampai-sampai tidak memenuhi," ucapnya.

(Baca juga: Sampah Plastik Disulap Jadi Kerajinan Tangan)

Mahrus Ali adalah satu dari puluhan perajin bambu di Desa Wonoanti yang hidup dengan menggerakkan sumberdaya alam bambu yang melimpah di desanya.

Dalam sehari, usahanya bisa memproduksi 2 kuintal tusuk sate dari bambu. Bapak tiga anak itu menjual tusuk sate dalam satuan kilogram. Per kilogram ada yang Rp 12.000, ada yang Rp 13.500. "Tergantung jenis ukuran dan peruntukannya," terang Mahrus.

Tidak jauh dari rumah Mahrus Ali, di desa yang sama, Murdi (48) sedang mengencangkan tali rotan pengikat kursi bambu. Ia sedang mengerjakan finishing kursi bambu pesanan warga Surabaya, yang tiga hari lagi akan dijemput pemiliknya.

Di tempat Murdi, bambu diolah menjadi barang yang lebih memiliki nilai ekonomis. Soekatno, pemilik pusat kerajinan bambu itu mengubah tumbuhan jenis rerumputan menjadi perabotan berbentuk kursi, tempat tidur, tempat makanan, dan keranjang hingga hiasan, dan alat musik angklung.

Tidak hanya itu, tangan-tangan kreatif pekerjanya di bengkel "Bambu Indah Craft" juga mampu mengubah bambu menjadi gazebo yang indah untuk diletakkan di halaman rumah.

"Pagar, kran air, dan dinding kamar mandi, bisa kita buat dari bambu," katanya kepada Kompas.com akhir pekan lalu.

Tanaman bambu yang banyak tumbuh di lahan-lahan tidur itu mengubah nasib pria 58 tahun itu sejak 26 tahun terakhir.

Tidak hanya keuntungan finansial yang didapat. Kebanggaan karena berhasil mengubah citra penganyam bambu yang sebelumnya identik dengan pekerjaan murahan menjadi pekerjaan terhormat terbukti mampu mengangkat perekonomian warga di desanya.

"Dulu, Desa Wonoanti terkenal dengan desa miskin. Pekerjaan menganyam bambu disebut pekerjaan rendah dan murahan, saya sering diejek teman dari desa lain," jelasnya.

Kini, menganyam menjadi keahlian yang dapat mendatangkan banyak rupiah, karena Katno melibatkan warga Desa Wonoanti untuk mengerjakan order anyaman dan produk bambu lainnya. Terlebih, pasar produk bambunya pernah tembus ke pasar Eropa dan Asia.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com