YOGYAKARTA, KOMPAS.com - Warga Dusun Nangsri di Desa Srihardono, dan Dusun Nambangan di Desa Seloharjo, Kecamatan Pundong, Kabupaten Bantul, Yogyakarta, dibayangi kekhawatiran setiap menyeberangi jembatan yang melintang di atas Sungai Opak.
Jembatan dengan lebar 1,5 meter itu memiliki total panjang 20 meter. Ujung timur dan barat jembatan itu kira-kira sepanjang 5 meter sudah terbuat dari beton, sedangkan 10 meter di bagian tengah merupakan jembatan gantung beralas kayu dengan tiang penyangga yang sudah miring dan berkarat.
Jembatan sepanjang 10 meter dan lebar 1,5 meter itu terbuat dari bangunan beton pada bagian pinggirnya, sementara di tengah beralas kayu dengan tiang penyangga yang sudah miring dan berkarat.
Saat kendaraan melintas di atas badan jembatan yang terbuat dari alas kayu yang ditata, akan muncul suara 'glodak-glodak'.
Bagian bawah jembatan dengan muka permukaan sungai kedalamannya sekitar 10 meter. Kondisi ini sempat menjadi viral di media sosial beberapa waktu lalu.
(Baca juga: Kisah Serka Darwis Bertaruh Nyawa agar Anak-anak Desa Bisa Sekolah)
Menurut Ari (40), warga Dusun Nambangan, jembatan dibangun tahun 2006 lalu dengan seluruh bangunan terbuat dari beton. Namun, pada tahun 2010, bagian tengah jembatan terseret arus banjir setelah Gunung Merapi meletus.
"Tahun 2010, jembatan yang tengah itu ambrol dan diganti jembatan gantung oleh pemerintah," katanya ditemui sebelum menyeberang jembatan, Selasa (15/8/2017).
Namun, pada akhir tahun 2016, tiang penyangga miring akibat terkena banjir. Di ujung jembatan pun sudah diberikan peringatan agar tidak digunakan melintas.
Namun warga tetap menggunakannya. Pasalnya, kalau tidak melintasi jembatan, warga harus memutar sejauh 5 kilometer dengan kondisi jalan naik turun untuk sampai di desa seberang.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanSegera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.