Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tiang Jembatan Miring, Warga di Bantul Bertaruh Nyawa Setiap Melintas

Kompas.com - 15/08/2017, 17:20 WIB
Markus Yuwono

Penulis

YOGYAKARTA, KOMPAS.com - Warga Dusun Nangsri di Desa Srihardono, dan Dusun Nambangan di Desa Seloharjo, Kecamatan Pundong, Kabupaten Bantul, Yogyakarta, dibayangi kekhawatiran setiap menyeberangi jembatan yang melintang di atas Sungai Opak.

Jembatan dengan lebar 1,5 meter itu memiliki total panjang 20 meter. Ujung timur dan barat jembatan itu kira-kira sepanjang 5 meter sudah terbuat dari beton, sedangkan 10 meter di bagian tengah merupakan jembatan gantung beralas kayu dengan tiang penyangga yang sudah miring dan berkarat.

Jembatan sepanjang 10 meter dan lebar 1,5 meter itu terbuat dari bangunan beton pada bagian pinggirnya, sementara di tengah beralas kayu dengan tiang penyangga yang sudah miring dan berkarat.

Saat kendaraan melintas di atas badan jembatan yang terbuat dari alas kayu yang ditata, akan muncul suara 'glodak-glodak'.

Antrean kendaraan yang akan melintasi jembatan gantung di atas Sungai Opak, Bantul, Selasa (15/8/2017).KOMPAS.com/Markus Yuwono Antrean kendaraan yang akan melintasi jembatan gantung di atas Sungai Opak, Bantul, Selasa (15/8/2017).
Lalu di ujung jembatan pun merupakan bangunan beton. Warga yang akan menyeberang juga harus melihat arah berlawanan karena mereka harus bergantian melintas.

Bagian bawah jembatan dengan muka permukaan sungai kedalamannya sekitar 10 meter. Kondisi ini sempat menjadi viral di media sosial beberapa waktu lalu.

(Baca juga: Kisah Serka Darwis Bertaruh Nyawa agar Anak-anak Desa Bisa Sekolah)

Menurut Ari (40), warga Dusun Nambangan, jembatan dibangun tahun 2006 lalu dengan seluruh bangunan terbuat dari beton. Namun, pada tahun 2010, bagian tengah jembatan terseret arus banjir setelah Gunung Merapi meletus.

"Tahun 2010, jembatan yang tengah itu ambrol dan diganti jembatan gantung oleh pemerintah," katanya ditemui sebelum menyeberang jembatan, Selasa (15/8/2017).

Namun, pada akhir tahun 2016, tiang penyangga miring akibat terkena banjir. Di ujung jembatan pun sudah diberikan peringatan agar tidak digunakan melintas.

Namun warga tetap menggunakannya. Pasalnya, kalau tidak melintasi jembatan, warga harus memutar sejauh 5 kilometer dengan kondisi jalan naik turun untuk sampai di desa seberang.

"Jembatan ini merupakan satu-satunya harapan warga, jika harus memutar, seperti saya, ibu-ibu yang mengantarkan anak sekolah. Daripada harus memutar, ya mending lewat jembatan ini," ucapnya.

Jika memasuki hari pasar wage, antrean mencapai beberapa meter karena masyarakat yang akan berangkat sekolah dan pergi ke pasar bersamaan.

"Sudah ada pejabat datang tetapi enggak ada perbaikan sama sekali," ungkapnya.

Warga lainnya, Sakijan, mengaku, sudah melaporkan keluhan warga ini ke pemerintah namun sampai saat ini belum ada tindakan perbaikan. Padahal jika hujan deras, jembatan ini ditutup.

"Kami berharap pemerintah segera memperbaiki," katanya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com