Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Di Balik Tarik Ulur Pengesahan Perda Kawasan Tanpa Rokok di Lampung (2)

Kompas.com - 06/07/2017, 07:12 WIB
Kontributor Lampung, Eni Muslihah

Penulis


Gerakan Stop Merokok

Jika nasib Perda KTR di Provinsi Lampung tak jelas, tidak begitu dengan penerapan Peraturan Bupati tentang Kawasan Tanpa Rokok di Kabupaten Waykanan pada periode 2010-2015 eranya Bustomi Zainudin. Dia berani mengambil keputusan tak populis dan tidak menguntungkan dengan menerapkan Perbup KTR.

"Di eranya saya tidak ada iklan rokok, tidak ada pertemuan yang dibarengi dengan merokok, tidak ada puntung rokok yang berserakan, bahkan sudah ada PNS yang saya pecat karena merokok di kantor pemerintahan," kata Bustomi.

Bahkan dalam setiap pertemuan dengan satuan kerja atau bertemu dengan masyarakat Bustami selalu menyelipkan pesan berhenti merokok.

Semua elemen bergerak masif untuk mengkampanyekan berhenti merokok mulai dari menitipkan selebaran tentang bahaya rokok kepada 80.000 murid SD sampai membungkus mobilnya dengan tulisan stop merokok.

"Setiap hari anak dibebankan pertanyaan dari gurunya, bagaimana bapaknya sudah berhenti merokok belum? Dan dengan cara itu saya meyakini angka perokok di Waykanan berkurang," jelasnya.

Dengan menyisihkan uang rokok orangtuanya itu, Bustomi meyakini anak-anak mereka akan hidup lebih sehat dan bisa membeli kebutuhan lainnya yang lebih bermanfaat.

Di Kabupaten Waykanan, Perbup KTR diterapkan karena Bustomi prihatin dengan banyaknya warga miskin yang merokok. Apalagi menurutnya, banyak sejumlah pasien yang berobat ke rumah sakit akibat terpapar asap rokok. Sementara, Siswa SD di Waykanan menurutnya hanya menerima uang jajan dari orang tuanya tidak lebih dari Rp 1000 per hari.

"Saya kumpulin anak-anak dan saya tanya mereka siapa yang uang jajannya Rp 20.000, anak-anak tidak ada yang menjawab. Kemudian saya tanya lagi siapa yang jajannya Rp 10.000? Tidak juga ada yang jawab," kisah mantan Bupati Waykanan yang juga pernah menjadi seorang guru.

"Gak perlu diuji lagi datanya yang saya sampaikan itu, sudah pasti sahih. Apa yang saya bilang ini nyata terjadi pada rakyat saya ketika saya memimpin dulu," ujarnya lagi.

Hal yang lebih memprihatinkan lagi, Bustami pernah melihat guru yang mengajar siswanya sambil merokok. "Ini bagaimana? Sejak saat itu saya merasa perlu ada instrumen yang mencegah para perokok merokok sembarangan dan bagaimana tidak bermunculan perokok baru," tuturnya lagi.

Tak lama dia menerbitkan Peraturan Bupati tentang Kawasan Tanpa Rokok untuk menyelamatkan warga Waykanan. Dia menerbitkan Perbup yang merupakan kewenangannya karena jalan untuk menyiapkan Rancangan Perda KTR terlampau panjang. Belum lagi banyak anggota DPRD Waykanan yang candu dengan rokok.

Praktis Peraturan Bupati tentang Kawasan Tanpa Tembakau di Waykanan berlangsung selama lima tahun. Setelah tampuk pemerintahan berganti, kebiasaan merokok sembarangan kembali terjadi di pusat perkantoran Waykanan Provinsi Lampung.

"Kalau dulu zaman bapak (Bustomi) tidak ada orang yang berani merokok terang-terangan. Bahkan di kantin saja PNS takut," kata Rinto mantan Ajudan Bustomi.

Rinto adalah ajudan Bustomi yang ikut berhenti merokok hingga kini. "Tapi sekarang, aturan itu tidak ada lagi yang mengindahkan. Semua orang kembali bebas merokok tanpa ada yang melarang," tutup Rinto.

 

selesai

 

Tulisan berseri ini adalah hasil liputan Eni Muslihah, kontributor Kompas.com di Bandarlampung, sebagai peserta program Fellowship III Pengendalian Tembakau yang diadakan AJI Jakarta.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com