Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kawasan Tanpa Rokok di Medan, Antara Ada dan Tiada (1)

Kompas.com - 05/07/2017, 21:12 WIB
Kontributor Medan, Mei Leandha

Penulis

Antara ada dan tiada

Anggota DPRD Sumut Ikrimah Hamidy pernah berkata, sebagai orang yang ikut langsung dalam pembahasan Perda KTR saat masih menjabat Wakil Ketua DPRD Medan, dirinya belum merasakan dampak aturan tersebut.

Di sejumlah KTR, dia masih menemukan perokok aktif bebas merokok. Apalagi di gedung DPRD Sumut, para anggota dewannya adalah perokok yang tak peduli tempat.

"Sepertinya mereka merasa Perda KTR tidak berlaku di DPRD Sumut, padahal gedungnya berada di wilayah Kota Medan. Ini karena sosialisasi yang dilakukan masih di lingkungan kesehatan dan pendidikan saja, belum menyentuh perkantoran pemerintah, apalagi masyarakat awam," kata politisi dari PKS ini.

Menurut dia, perda dibuat untuk melindungi tiap individu, maka setiap orang yang berada di KTR harus berani menegur perokok yang berada di situ.

“Bangun kesadaran masif bahwa perda ini punya bersama, dan kita bertanggungjawab mengimplementasikannya,” ucap Ikrimah.

Hal senada juga dikatakan Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kota Medan, Prof Dr H Mohd Hatta. Dia mengatakan, pengawasan sangat kurang dari instansi terkait meski ada peringatan di setiap bungkus rokok yang menyatakan rokok dapat membunuh.

“Orang-orang tetap merokok. Kasihan mereka yang tidak merokok. MUI telah mengeluarkan fatwa haram untuk rokok, tapi lembaga kami bukan eksekutor,” katanya pasrah.

Hatta ingin sanksi hukum diperberat agar membuat efek jera, misalnya, saat di sidang tipiring terus dihukum denda Rp 500.000, seperti di Singapura.

“Kan, jadi takut orang merokok di tempat-tempat umum. Lemah kali pengawasan kita, tak hanya di Medan, di mana-mana pun sama," ujar dia.

Sesuai perda, sanksi hukum bagi mereka yang kedapatan merokok di KTR akan dikenakan denda mulai Rp 20.000 sampai Rp 50.000, Hatta merasa ini terlalu ringan.

"Maunya direvisi lagi perdanya, buat sanksi yang memberatkan, biar bebas Kota Medan ini dari asap rokok," tegasnya.

Koordinator Program Pengendalian Tembakau Yayasan Pusaka Indonesia, Oka Syahputra Harianda, mengatakan, pada tahun 2017, Perda KTR Kota Medan sudah masuk tahap penegakan. Namun, pria yang biasa dipanggil Oka ini menuturkan, implementasinya tidak jelas. 

"Implementasi KTR Kota Medan terlihat seperti ada atau tidak ada. Kalau dulu waktu kami masih support, kami kasi nilai 70 untuk upaya dan inisiatif dinas kesehatan. 2017 ini kita murni tidak terlibat lagi. Tapi kami melihat malah seperti tidak melakukan apa-apa, padahal sudah tengah tahun ini," kata Oka.

Pusaka Indonesia tidak lagi terlibat dalam program KTR Kota Medan karena merasa sudah cukup membantu pemerintah mulai tahun pertama dengan advokasi regulasi, tahun kedua dengan memperkuat instrumen regulasi dengan melatih tim pemantau KTR dan SOP-nya.

Kemudian pada tahun ketiga dengan menguatkan sosialisasi dan tindak pidana ringan (tipiring) dan pada tahun keempat dengan memperkuat anggaran dengan mengadvokasi dana pajak rokok agar bisa digunakan untuk penerapan KTR.

"Harapannya, ketika Pusaka tidak terlibat lagi, Dinkes sudah mandiri. Akses anggarannya sudah ada, tidak ada lagi tidak disetujui. Perda ini harus segera ditegakkan karena Medan ini surganya iklan, sponsor, pedagang rokok dan secara budaya membolehkan," katanya sambil memberikan dua buku tentang penggunaan dana pajak rokok untuk mengendalikan konsumsi rokok.

Persoalan yang dihadapi saat ini, lanjut dia, adalah lemahnya pengawasan dan minimnya sumber daya untuk mengontrol berjalannya perda.

Menurut Oka, dalam konteks kebijakan, perda dinilai sudah komprehensif. Namun, pelaksanaannya belum berjalan maksimal. Dia menilai, pengawasan sebaiknya dilakukan pemerintah daerah.

Ketika ditanyakan soal kemungkinan Perda KTR Kota Medan direvisi, dia menuturkan, hal itu memungkinkan sepanjang ada temuan dan hal-hal baru.

"Tapi, perda yang sekarang aja pun belum berjalan. Takutnya nanti dibilang nambah-nambahin masalah kalau kita minta direvisi. Intinya kita mendorong semua daerah mengeluarkan Perda KTR-lah, jangan Perwali," cetusnya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com