Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kisah Dalang Wayang Kulit Tunanetra yang Tampil di Depan Obama

Kompas.com - 01/07/2017, 10:24 WIB
Kontributor Yogyakarta, Teuku Muhammad Guci Syaifudin

Penulis

Dalang tuna netra pertama

Meski tak mengklaim, Sardjono yang menjadi tuna netra sejak berusia 28 tahun itu, bisa disebut sebagai dalang wayang kulit berkebutuhan khusus pertama di Yogyakarta.

Sebab, pria yang juga pengurus organisasi difabel DI Yogyakarta itu belum menemukan dalang wayang kulit berkebutuhan khusus lainnya.

Dengan kegigihannya pula meski kehilangan indra penglihatannya, Sardjono bisa membuktikan diri menjadi dalang wayang kulit.

Menjadi tuna netra memang bukan hal yang dikehendakinya. Ia harus kehilangan pekerjaan di salah satu hotel karena kekurangan fisiknya tersebut.

Ia pun sempat ditolak menjadi staf pengajar di kampusnya lantaran menyandang status tuna netra.

"Saya menjadi tuna netra awal pada tahun 1979, sedikit demi sedikit jadi tuna netra sampai 1983," kata Sardjono.

Sejak saat itu Sardjono mencari nafkah lewat kesenian. Awalnya, pria kelahiran Gunungkidul ini menjual hasil karyanya seperti lukisan wayang, wayang beber, wayang kulit, dan patung dari tokoh pewayangan sebelum menjadi dalang wayang kulit.

"Sejak usia lima tahun saya sudah kenal dengan kesenian tentang wayang karena di tempat tinggal saya dulu banyak pelaku seni. Selain itu ayah saya dulu juga penggemar wayang kulit," kata Sardjono.

Baca: Tak Jadi Makan Siang, Jokowi dan Obama Hanya "Ngobrol" Informal

Kesenangannya kepada wayang itu pula yang membuatnya bisa membedakan tokoh wayang kulit ketika tampil di atas panggung.

Baru pada awal 2014, ia memutuskan untuk menjadi dalang. Ia menimba ilmu di sekolah dalang di Keraton Yogyakarta selama tiga tahun.

Kala itu ia menimba ilmu bersama belasan calon dalang dengan kondisi fisik normal. Namun ia bisa lulus dengan memuaskan tanpa kendala berarti.

Pria lulusan pendidikan luar biasa IKIP Yogyakarta ( kini UNY) itu menggunakan metode anak berkebutuhan khusus untuk bisa menjadi dalang.

Hal itu dilakukannya agar penampilannya tetap sempurna di depan penonton. Sebab penampilannya di atas panggung harus tak berbeda seperti dalang wayang kulit pada umumnya.

Dalam pertunjukan wayang kulit, tidak ada ungkapan kasihan atau dimaklumi lantaran dalangnya berkebutuhan khusus.

"Untuk membedakan bagian depan dan belakang wayang misalnya, saya tempel semacam tanda di pegangan wayang kulit. Jika jempol saya memegang tanda itu, berarti wayang kulit menghadap ke depan," kata Sardjono. 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com