Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mentokke, Kenduri dengan Lontong usai Shalat Id di Pesisir Jawa

Kompas.com - 26/06/2017, 10:50 WIB
Kontributor Ungaran, Syahrul Munir

Penulis

KENDAL, KOMPAS.com - Masyarakat pesisir Jawa punya tradisi unik setelah melaksanakan ibadah shalat Id Hari Raya Idul Fitri.

Sebuah kenduri khusus kaum laki-laki digelar di langgar, sebutan surau bagi orang Jawa. Seperti yang terlihat di Langgar Al Falah, Dukuh Tiparsari, Desa Tratemulyo, kecamatan Weleri, Kabupaten Kendal, Minggu (25/6/2017) pagi.

Setelah melaksanakan shalat Id di masjid setempat, laki-laki dewasa hingga anak-anak berbondong-bondong menuju langgar. Mereka membawa punjungan, sebuah baki berisi lontong dan lepet, makanan yang terbuat dari beras ketan berbungkus janur.

Beberapa kali kentongan di langgar lalu dipukul untuk mengingatkan warga agar segera berkumpul. Setelah semua warga berkumpul, seorang kiai mendoakan untuk keselamatan kemakmuran kesejahteraan dan ketentraman bagi seluruh warga kampung baik yang masih hidup atau pun yang sudah meninggal.

"Semoga dengan sedekah ini kita diberikan kesehatan lahir batin, diberikan putra putri yang soleh-solehah dan diberikan kesempurnaan dalam ibadah Ramadhan. Semoga diberikan keluarga yang sakinah, mawadah, warahmah dan semoga Allah mengabulkan segala hajat kita, alfaatehah..." demikian wejangan dari Pemangku Langgar Al Falah, Kiai Zubaedi sebelum memimpin doa.

Setelah didoakan, punjungan pun disantap bersama-sama. Tradisi ini oleh masyarakat setempat dinamakan Mentokke (mengeluarkan).

Dalam tradisi ini, warga biasanya menyantap lontong bersama sayur lodeh nangka dan daging ayam yang dibumbu manis. Kenapa lontong bukan ketupat?

Masyarakat pesisir Kendal kurang familiar dengan ketupat saat Lebaran atau Idul Fitri. Ketupat biasanya dibuat khusus untuk Lebaran Syawal (sepekan setelah Idul Fitri).

(Baca juga: Tradisi Membuat Telur Berdiri di Pangkal Pinang)

Menurut Kiai Zubaedi, Mentokke bukan sekedar tradisi tetapi sesuatu yang berdasar pada syariat atau tuntunan agama. Mentokke adalah wujud syukur kepada Allah SWT karena telah melewati puasa sebulan penuh dan ibadah Ramadhan dengan lancar dengan cara bersedekah.

Kenduri dimaknai sebagai selamatan atau sedekah agar puasa berbekas pada kehidupan selanjutnya dan Allah menjauhkan warga dari bala dan bencana.

"Mentokke ini adalah selametan demi sempurnanya ibadah puasa. Mencari keselamatan dengan cara sedekah. Karena di dalam Al Quran disebutkan bahwa sedekah itu menjauhkan dari penyakit dan marabahaya," kata Zubaedi.

"Jadi Mentokke ini bukan (sekedar) tradisi, tetapi ada syariatnya," tuturnya.

Menurut cerita turun-temurun yang diyakini warga, Mentokke menjadi sebuah keharusan lantaran dianggap sebagai bagian dari laku transendental orang Jawa yang berhubungan dengan arwah keluarga yang sudah meninggal.

Punjungan yang sudah didoakan diyakini akan sampai kepada arwah keluarga atau leluhur. Mereka yang sudah berada di alam baka juga bisa merayakan sukacita berlebaran jika mendapatkan kiriman atau punjungan ini.

Bahkan saking pentingnya Mentokke ini, jika sebuah keluarga tidak memiliki seorang pria dewasa lagi, maka punjungan harus tetap diserahkan ke langgar dengan cara dititipkan kepada tetangga.

Halaman:
Baca tentang


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com