Karenanya, kata Nur Shodiq, saat ini Al Quran bersejarah ini sedang dalam proses duplikat oleh sekelompok mahasiswa UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.
"Proses duplikatnya sudah dilakukan sejak sekitar enam bulan lalu oleh mahasiswa UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Sampai sekarang belum selesai karena memang tidak mudah ya, harus diteliti per lembar dari pagi sampai sore," tuturnya.
Untuk perawatan Al Quran ini sendiri tidak sulit. Dia hanya meletakkannya di lemari, setiap hari dibuka untuk dibersihkan dari debu-debu atau dibaca.
Dikisahkan, Al Quran ini pernah beberapa kali hendak diminta oleh pengelola sebuah museum di Jakarta dan Semarang. Namun dia menolaknya dan memilih menyimpan di dalam sebuah lemari di kompleks pondok pesantren Nurul Falah.
"Kalau ada tamu pasti ada yang tanya dan ingin melihat Al Quran ini," ucapnya.
Pangeran Diponegoro tidak hanya meninggalkan Al Quran sebagai jejak dakwahnya di masa lampau. Tepat di depan komplek ponpes terdapat Masjid Langgar Agung yang dahulu menjadi tempat persembunyiannya dari penjajah Belanda.
Baca juga: Tapak Tilas Jejak Dakwah Pangeran Diponegoro di Masjid Langgar Agung Menoreh
Lalu ada tasbih dan jubah yang saat ini masih tersimpan di Museum Bakorwil II Komplek Kantor Eks Karesidenan Kedu Kota Magelang, Jawa Tengah.
"Dari peninggalan Al Quran ini menandakan Pangeran Diponegoro adalah ahli agama/Al Quran, tasbih mengartikan beliau ahli wirid (zikir) dan jubah membuktikan beliau ahli sufi," tutupnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.