Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menyusuri Jejak Kerajaan Medang Kamulan hingga Hewan Purba di Banjarejo Grobogan

Kompas.com - 01/05/2017, 08:41 WIB
Puthut Dwi Putranto Nugroho

Penulis

GROBOGAN, KOMPAS.com - Warga Dusun Medang, Desa Banjarejo, Kecamatan Gabus, Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah memiliki kebiasaan unik yang jarang ditemukan di daerah lain. 

Minggu (30/4/2017), warga Medang beramai-ramai beraktivitas mencari emas dan perhiasaan berharga yang terpendam di areal persawahaan.

Kebiasaan mendulang emas ini mulai muncul sejak tahun 2010. Ketika itu, sejumlah petani acap kali menemukan patahan emas di lahan sawah yang digarapnya.

"Sejak itu pula warga Dusun Medang berinisiatif beramai-ramai beraktivitas mencari emas maupun perhiasan berharga di areal persawahan miliknya. Hasilnya memuaskan," kata Kepala Desa Banjarejo, Ahmad Taufik kepada Kompas.com, Minggu.

Baca juga: Situs Pemandian yang Ditemukan di Malang Sudah Ada Sejak Abad ke-10

Dijelaskan Taufik, lahan pertanian yang dijadikan sasaran pencarian emas memang sengaja tidak dipergunakan untuk bercocok tanam. Sekitar 20 hektar sawah dianggurkan karena diyakini terkandung barang berharga di dalamya.

Warga Dusun Medang pun kini sudah terampil mencari emas seperti layaknya metode penambangan emas. Fenomena tak lazim ini gencar dilakukan saat memasuki musim penghujan.

"Karena saat hujan tanah menjadi lembek dan berlumpur. Memudahkan pencarian emas. Minimal setiap kami beraksi jika dikumpulkan bisa dapat satu ons emas berupa serbuk. Hasilnya kami bagi rata. Ada juga yang mendapat perhiasaan kerajaan maupun patahan emas. Kebetulan beberapa hari ini hujan," kata warga Dusun Medang, Suwadi (48).

Beberapa tahun ini, masyarakat Kabupaten Grobogan dihebohkan dengan fenomena penemuan fosil-fosil hewan purbakala serta benda-benda yang diklaim sebagai bukti peninggalan kerajaan di Desa Banjarejo. 

Sejauh ini tercatat sudah terkumpul sebanyak 850 patahan fosil dari 15 jenis hewan purbakala mulai dari gajah, kudanil, badak, rusa, serigala, kura-kura, buaya, sungai, siput, kerang, kerbau dan sebagainya. Entah itu temuan warga maupun para peneliti yang melakukan penelusuran di Desa Banjarejo.

Adapun untuk penemuan yang diakui sebagai peninggalan zaman kerajaan, warga menemukan sejumlah perhiasaan, koin kuno, guci, lumpang batu, yoni, artefak dan lesung.

Bahkan, pada Oktober 2015, ditemukan fondasi bangunan dengan struktur batu bata yang berukuran besar (40 x 20 x 9 cm). Fondasi bangunan yang masih tersusun rapi itu ditemukan terpendam di tengah areal persawahan setempat.

Diperkirakan, panjang fondasi bangunan itu mencapai satu kilometer lebih. Mitologi yang melekat kuat pada warga setempat meyakini bahwa konon dahulu wilayah Desa Banjarejo merupakan lokasi peradaban Kerajaan Medang Kamulan

"Di Desa Banjarejo menyimpan nilai historis tentang peradaban kerajaan Medang Kamulan. Cerita turun-temurun dari nenek moyang mengisahkan jika Desa Banjarejo merupakan wilayah kekuasaan Prabu Dewata Cengkar dan Ajisaka," kata tokoh masyarakat Banjarejo, Sukimin (70).

Peradaban kuno yang maju

Fenomena di Desa Banjarejo ini menarik perhatian para peneliti. Sebut saja Balai Pelestarian Situs Manusia Purba (BPSMP) Sangiran dan Balai Arkeologi Yogyakarta. Bahkan, pada akhir 2016, Guru Besar dan Arkeolog Museum National d'Histoire Naturelle Prancis, Profesor Francois sempat berkunjung ke Desa Banjarejo. Ia mengutarakan niatnya akan menggelar penelitian di Desa Banjarejo.

Kontributor Grobogan, Puthut Dwi Putranto Warga Desa Banjarejo, Kecamatan Gabus, Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah melakukan upaya penggalian di areal pertanian setempat, di lokasi penemuan sebuah konstruksi bangunan yang diduga merupakan sisa peninggalan kerajaan Medang Kamulan, Sabtu (17/10/2015).  Penemuan ini sekarang dikubur untuk menjaga kelestariaanya.

Balai Arkeologi Yogyakarta akhirnya menamai lokasi penemuan fondasi bangunan dengan struktur batu bata berukuran besar itu sebagai "Situs Medang".


Sebagai kawasan cagar budaya yang secara hukum dilindungi oleh UU Nomor 11 Tahun 2010. Hasil penelitiannya, Balai Arkeologi Yogyakarta menduga bahwa dahulunya area persawahan di lokasi temuan bangunan berkonstruksi batu bata berukuran besar di Desa Banjarejo, merupakan bekas permukiman kuno yang kompleks, padat, dan maju.

Peneliti Madya Balai Arkeologi Yogyakarta, Sugeng Riyanto, menjelaskan, struktur batu bata yang berukuran besar (40 x 20 x 9 cm) di situs Medang mengindikasikan bahwa struktur bata itu merupakan produk peradaban kuno yang sangat maju.

Kondisi ini, kata Sugeng, mengingatkan pada masa kejayaan masa klasik (Hindu - Budha) atau masa awal perkembangan peradaban Islam, khususnya di Jawa.

Masa Hindu-Budha berlangsung sekitar 12 abad (abad V - XV) yang terbagi menjadi tiga bagian, yaitu periode pertumbuhan, perkembangan, dan keruntuhan. Masa selanjutnya, Nusantara didominasi oleh peradaban Islam, mulai sekitar abad XVI.

"Struktur batu bata jelas merupakan karya arsitektur yang maju. Teknik pemasangan batanya menggunakan spesi tanah liat. Teknik ini sangat jarang ditemui pada masa klasik, dan banyak digunakan pada masa-masa sesudahnya. Berdasarkan hal itu maka diduga struktur bata berasal dari masa pascaklasik atau awal masa peradaban Islam sekitar abad XVI-XVII Masehi, " jelas Sugeng.

Baca juga: Penasaran, Warga Berbondong-bondong Datangi Temuan Situs Purbakala

Diutarakan Sugeng, kisaran kronologi abad XVI - XVII Masehi ini juga didukung oleh temuan fragmen-fragmen keramik hasil peninjauan pada 2014. Hasil analisis atas pecahan-pecahan keramik yang berasal dari China tersebut menunjukkan dominasi dari Dinasti Ming pada abad XV - XVII Masehi.

Selain itu, sebagai pendukung kronologi, temuan pecahan-pecahan keramik, dan tembikar juga menunjukkan adanya hunian atau permukiman kuno yang kompleks. Bahkan mengindikasikan adanya hubungan dengan wilayah-wilayah lain, termasuk hubungan perdagangan.

"Berkaitan dengan hal itu, maka keberadaan sungai di utara penemuan struktur bata menjadi data lingkungan yang sangat penting. Selain sebagai sumber air untuk mendukung kelangsungan permukiman kuno, sungai ini juga berperan sebagai pintu pertama dalam jaringan jalur transportasi masa itu," kata Sugeng.

Masih menurut Sugeng, ada indikasi adanya kesinambungan peradaban dari masa klasik (Hindu-Budha) hingga masa peradaban Islam. Indikasi peradaban masa klasik ditandai oleh temuan yoni, lumpang, gandik, dan pipisan, uang keping China, serta beberapa pecahan keramik dari China masa Dinasti Sung abad XI - XII Masehi.

 

Adapun indikasi masa peradaban Islam, selain struktur bata adalah pecahan-pecahan keramik dari China masa Dinasti Ming abad XV - XVII Masehi dan Qing abad XVII-XX Masehi serta indikasi lain yang berkarakter masa peradaban Islam.

"Penemuan fondasi bangunan itu terpaksa kami uruk kembali untuk menghindari kerusakan. Apalagi belum ada anggaran untuk melanjutkan penggalian," kata Kades Banjarejo.

Peradaban era purba

Sementara itu, BPSMP menyebut bahwa kawasan Desa Banjarejo pada dahulunya pernah menjadi saksi peradaban era purba. 

"Menurut perkiraan BPSMP, sekitar 2 juta tahun lalu Desa Banjarejo dan sekitarnya merupakan lautan dangkal. Kemudian sekitar 1,6 juta tahun lalu berubah menjadi laguna. Ada pesisir pantai, sungai muara, rawa, padang pasir dan hutan. Dari situlah kemudian muncul hewan-hewan kecil. Dan, pada 1 juta tahun lalu, Banjarejo dan sekitarnya berubah menjadi daratan hingga muncul hewan-hewan besar seperti gajah stegodon dan lain-lain," terang Kades Banjarejo.

Hingga saat ini, Desa Banjarejo menjadi rujukan para pengunjung yang penasaran akan nilai sejarah peradaban yang terkubur di daerah itu.

Baca juga: Lokasi Situs Purbakala di Malang Diduga Tempat Suci pada Zamannya

Pada akhir 2016, Pemerintah Kabupaten Grobogan akhirnya menetapkan Desa Banjarejo sebagai Desa Wisata.

"Temuan-temuan benda purbakala dan peninggalan kerajaan kami simpan di museum mini yang kami namai rumah fosil. Beberapa petilasan kerajaan medang kamulan yang ada di Desa Banjarejo juga menjadi rujukan pengunjung. Untuk di Dusun Medang kita bisa lihat kekompakan satu dusun dalam menjaga nilai leluhur, yakni rumahnya menghadap utara dan selatan. Konon Ajisaka pernah berpesan agar jangan membangun rumah menghadap matahari," pungkas Kades Banjarejo.

Desa terpencil di Kabupaten Grobogan ini lokasinya berbatasan dengan Kabupaten Blora. Lokasi masuk ke utara, sekitar 10 kilometer dari jalan raya Purwodadi-Sulursari.

"Saya penasaran dengan kerajaan medang kamulan. Mumpung liburan saya dan teman-teman berkunjung ke Desa Wisata Banjarejo. Sayangnya, akses infrastruktur jalannya jelek," kata seorang pengunjung, warga Jengglong Barat, Purwodadi, Wiwin Karmiyanto (36).

Kompas TV Sunan giri meninggal dunia pada tahun 1506 masehi di usia 63 tahun
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com