Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

WC-135, Si Pengendus Bencana Nuklir yang Sempat "Mampir" di Aceh

Kompas.com - 06/04/2017, 07:30 WIB

KOMPAS.com - Jumat pekan lalu, tepatnya 24 Maret 2017 pukul 13.20 WIB, Pangkalan Udara Sultan Iskandar Muda di Banda Aceh kedatangan “tamu istimewa”.

Sebuah pesawat militer milik Angkatan Udara Amerika Serikat (USAF) terpaksa mendarat darurat di landasan udara tersebut karena satu dari empat mesinnya mengalami kerusakan.

Sekilas, tak ada yang istimewa dari pesawat berwarna putih abu- abu tersebut. Bentuknya mirip dengan sejumlah pesawat angkut militer atau pesawat tanker KC-135 yang selama ini menjadi tulang punggung operasional USAF.

Namun, pesawat bernama WC-135 Constant Phoenix ini adalah pesawat istimewa karena keunikan tugas dan fungsinya. Pesawat yang dikembangkan dari platform Boeing C-135 (versi militer dari pesawat penumpang Boeing 707) ini bertugas mendeteksi ledakan bom nuklir atau jejak katastrofi nuklir lainnya di seluruh dunia, misalnya kebocoran reaktor nuklir seperti terjadi di Chernobyl, Ukraina, tahun 1986.

Komandan Pangkalan TNI AU Sultan Iskandar Muda Kolonel Pnb Suliono mengatakan, pesawat dengan nomor registrasi 62- 3582 itu sedang dalam penerbangan dari pangkalan militer Diego Garcia di tengah Samudra Hindia menuju pangkalan militer Kadena di Pulau Okinawa, Jepang.

Di tengah penerbangan, salah satu mesinnya rusak dan pesawat itu meminta izin mendarat darurat di Lanud Sultan Iskandar Muda.

“Saya mendapat laporan, pada pukul 12.20 mendapatkan informasi bahwa ada pesawat asing yang perlu mendarat darurat,” kata Suliono, Jumat lalu.

Menurut Suliono, pesawat itu membawa 20 awak, termasuk pilot Kapten Tony Whit.

Hari Minggu (26/3/2017), 14 dari 20 kru itu dijemput pesawat lain USAF untuk diterbangkan kembali ke Diego Garcia. Sementara enam kru lainnya tinggal di Banda Aceh untuk menunggu suku cadang mesin dan perbaikan sampai pesawat bisa terbang kembali. Suliono mengatakan, mereka mendapat izin tinggal sampai seminggu sesuai perkiraan waktu perbaikan pesawat.

Warisan perang dingin

WC-135 Constant Phoenix adalah pesawat yang misinya digagas sejak era Perang Dingin. Menurut laman resmi USAF (www.af.mil), Presiden AS Dwight D Eisenhower menginisiasi program Constant Phoenix pada 16 September 1947. Ike, panggilan akrab Eisenhower, menugaskan US Army Air Force (cikal bakal USAF) membuat platform untuk mendeteksi ledakan bom atom yang terjadi di mana pun di dunia.

Waktu itu, perlombaan senjata nuklir telah dimulai setelah AS menjatuhkan dua bom atom di Hiroshima dan Nagasaki, Jepang, pada Agustus 1945 yang mengakhiri Perang Dunia II.

Pesawat pertama yang mendapat tugas ini adalah WB-29, yang dikembangkan dari pesawat pengebom legendaris B-29 Superfortress. Pada 3 September 1949, pesawat B-29 yang tengah terbang dari Lanud Yokota di Jepang menuju Lanud Eielson di Alaska, AS, mendeteksi partikel radioaktif yang ditimbulkan dari uji bom atom pertama milik Uni Soviet beberapa hari sebelumnya.

Temuan itu menggegerkan karena pihak militer AS menduga Uni Soviet baru akan bisa memiliki bom atom pada pertengahan 1950.

Setelah WB-29, misi pemantauan atmosfer ini diteruskan WB-50, pengembangan lebih lanjut dari B-29. Baru pada Desember 1965, WC-135 yang bermesin turbojet mulai menggantikan pesawat-pesawat WB-50 yang masih menggunakan mesin piston radial. Belakangan, seluruh mesin turbojet WC-135 diganti mesin turbofan.

Fitur unik WC-135 adalah alat penangkap partikel udara yang dipasang di luar badan pesawat. Selain itu, sebuah kompresor juga mengumpulkan sampel udara. Dengan dua fitur ini, pesawat bisa langsung mendeteksi partikel radioaktif dari ledakan nuklir atau kebocoran reaktor secara real time.

Saat ini, dua varian pesawat itu, WC-135W dan WC-135C, seperti yang mendarat darurat di Aceh, masih dioperasikan USAF. Dua varian itu memiliki perlengkapan misi yang sama persis, hanya dibedakan oleh varian mesinnya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com