Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Anak Menderita Hidrosefalus, Suami Terkena Kanker, Buruh Tani Ini Hanya Bisa Pasrah

Kompas.com - 31/03/2017, 18:38 WIB
Muhlis Al Alawi

Penulis

Tukimin terbaring posisi tengkurap di lantai tak jauh dari ranjang Sifa. Kepalanya yang terlihat plontos direbahkan diatas bantal. Ia tak lagi bicara meski ada tamu menyapa.

Di atas kepalanya, sudah tertata air mineral ukuran 1.500 mililiter, termos berisi air panas, kaleng biskuit, tisu, dan radio.

Pria itu sudah tak sanggup untuk duduk dan berdiri lagi. Dua hari sekali, istrinya mengganti perban yang menutup bokong kananya yang habis. Untuk kencing dan buang air besar, Kasmiati memasang tempat tertentu di tubuh Tukimin. Namun bila tak sanggup, Tukimin buang air besar dan kencing di tikar yang digelar di lantai ruang tamu rumahnya.

"Kanker suami saya sudah masuk stadium empat. Sehari-harinya dia hanya tiduran tengkurap saja di lantai dengan alas tikar dan plastik. Tujuh bulan terakhir, suami saya tak lagi bisa berdiri dan berjalan," sebut Kasmiati.

Sebelum terserang kanker, berat tubuh Tukimin yang juga buruh tani itu mencapai 60 kilogram. Setelah dua tahun didera kanker kulit, berat badan Tukimin turun hingga 20 kilogram dan rambutnya rontok.

Menurut Kusmiati, dalam sepekan terakhir kondisi kesehatan Tukimin makin memburuk. Ia tak lagi mau makan dan banyak memilih diam.

"Perutnya terus mual sehingga suami saya tidak mau makan. Selain itu badannya juga terasa panas. Sekarang dia hanya maunya minum saja," kata Kasmiati.

Tak hanya itu, Tukimin pun enggan untuk kemoterapi ke Solo karena tubuhnya makin melemah. Tukimin memilih pasrah dan tiduran di rumah dengan sakit kanker yang dideritanya.

Baca juga: Kisah Ibu Penderita Kanker Payudara dan Lumpuh Lahirkan Bayi Laki-laki

Beban hidup dan cobaan yang berat dihadapi Kusmiati rupanya banyak mendapatkan simpati dari warga. Dalam beberapa bulan terakhir, ada komunitas warga yang datang membantu berupa makanan dan alat transportasi.

Kendati bantuan terus berdatangan, Kasmiati tetap merasa was-was. Kemampuannya sebagai seorang buruh tani untuk bertahan hidup mengobati Sifa, suami dan menghidupi dua anaknya menjadi beban pikirannya setiap hari.

Kasmiati kini hanya bisa pasrah dan mengandalkan bantuan belas kasihan untuk menghidup tiga anak dan suaminya. Ia pun akan terus bertahan dan berjuang menjaga Syifa dan Tukimin hingga sembuh.

"Saya masih memiliki harapan Syifa dan suami saya sembuh," kata Kasmiati.

Sementara itu, Jani (52), kakak kandung Tukimin mengaku sangat prihatin derita yang melanda Kasmiati.

Sebelum dibantu warga, atap rumah Tukimin banyak yang bocor saat hujan mengguyur desa itu. Tak hanya itu, mereka pun dahulu tinggal di rumah yang berlantaikan tanah.

Kini, Kasmiati dan keluarganya tinggal di rumah yang sudah berlantai tembok meski dindingnya masih terbuat dari anyaman bambu.

"Dahulu rumahnya rusak semua. Sekarang sudah jauh lebih baik, atap dan lantainya sudah diperbaiki atas bantuan masyarakat," kata Jani.

Baca juga: 11 Tahun Arif Dibiarkan Derita Hidrosefalus karena Orangtuanya Miskin

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com