Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Solusi Sementara Konflik Angkutan Konvensional dan "Online" di Malang

Kompas.com - 28/02/2017, 06:41 WIB
Andi Hartik

Penulis

MALANG, KOMPAS.com - Konflik antara pengemudi angkutan konvensional dan angkutan online di Kota Malang untuk sementara teratasi oleh adanya zona larangan operasional untuk angkutan berbasis aplikasi online.

(Baca juga Pemkot Malang Batasi Angkutan Online dengan Zona Larangan)

Sekretaris Organisasi Angkutan Darat (Organda) Kota Malang Ipung Purwono dalam mediasi yang berlangsung di Balai Kota Malang, Senin (27/2/2017), pihaknya meminta Pemerintah Kota Malang berkoordinasi dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika untuk menutup aplikasi yang digunakan oleh angkutan online.

Menurut dia, angkutan online yang beroperasi di Malang merupakan angkutan ilegal.

"Membuat surat pengaduan kepada Menteri Komunikasi dan Informatika RI bahwa perusahaan aplikasi melanggar undang-undang agar aplikasi tersebut di tutup permanen di Kota Malang," katanya.

Ia menjelaskan, sesuai dengan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, keberadaan angkutan online di Kota Malang jelas melanggar aturan.

Oleh karenanya, ia meminta adanya aturan baru atau revisi terhadap aturan tersebut jika angkutan online mau dibiarkan tetap beroperasi.

"Bukan dengan mengorbankan angkutan umum legal yang sudah berjalan," kata dia.

Perwakilan Mitra Pengemudi Online Malang Budi Santoso mengatakan hanya ingin memberikan kemudahan kepada masyarakat dalam pelayanan angkutan.

"Sistem online ini melahirkan kemudahan dalam berbagai bentuk jasa salah satunya jasa angkutan," ujarnya.

Wali Kota Malang M Anton yang menjadi penengah dalam mediasi itu tampak sulit menentukan keputusan.

Di satu sisi, masyarakat Kota Malang membutuhkan kemudahan layanan angkutan. Namun, di sisi lain pendapatan angkutan konvensional terus berkurang.

"Konsumen yang mencari jasa. Jadi kita repot. Karena konsumen pasti mencari yang bermanfaat besar kepada mereka. Dalam kebijakan-kebijakan ini mendukung atau tidak sebab masyarakat sebagai konsumen," kata dia.

Oleh karenanya, ia meminta kepada semua pihak untuk mencari jalan tengah yang tidak merugikan satu pihak dan tidak menguntungkan di pihak yang lain.

"Mari kita cari jalan tengahnya. Supaya tidak ada yang dirugikan," jelasnya.

Sementara itu, konflik angkutan konvensional dan angkutan online kerap menimbulkan ketegangan antar pengemudi.

Jika tetap dibiarkan, ketegangan itu akan memicu konflik horizontal yang lebih besar.

Data dari Dinas Perhubungan Kota Malang menyebutkan, terdapat 2.192 izin trayek yang dikeluarkan pada tahun 1989 dengan 25 jalur.

Adapun untuk taksi, terdapat sekitar 450 unit taksi dari empat perusahaan yang beroperasi di Malang.

Untuk angkutan online, sudah ada sejumlah penyedia layanan yang mulai beroperasi, seperti Go-Jek, Grab, dan Uber.

Para pengemudi angkutan konvensional menolak adanya angkutan online. Sebab, pendapatan mereka turun drastis dengan adanya angkutan online itu.

Pada Senin (20/2/2017) pekan lalu, ratusan sopir angkutan konvensional menggelar mogok massal dan menggelar aksi demonstrasi di depan Balai Kota Malang.

Setelah mediasi pada Senin kemarin, para pihak yang terlibat menyepakati adanya zona tertentu yang terlarang bagi angkutan online untuk menarik penumpang.

"Angkutan berbasis online dilarang mengambil dan atau menarik penumpang pada lokasi perhotelan, mal, stasiun, terminal, tempat hiburan, pasar, rumah sakit, jalan yang dilalui angkutan kota," kata Kepala Dinas Perhubungan Kota Malang Kusnadi saat membacakan hasil mediasi.

Meski sudah menjadi kesepakatan bersama, ketentuan zona larangan itu masih berpotensi menimbulkan konflik horizontal antar pengemudi yang selama ini kerap terjadi. Apalagi, banyak celah yang belum tercantum dalam ketentuan itu, misalnya radius wilayah pada setiap zona yang dilarang.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com