Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Alwy Rachman, Teman Diskusi Aktivis Makassar

Kompas.com - 18/02/2017, 07:00 WIB

Penulis

Ini berbeda dengan kondisi para dosen saat ini yang tak jarang berjarak dengan mahasiswa untuk urusan seperti ini.

Perhatian besar Alwy terhadap mahasiswa bukan baru kemarin sore. Akhir 1980-an, ketika menjabat sebagai Wakil Dekan 3 Fakultas Ilmu Budaya dan Sastra (FIBS) Unhas, ia mengajak sejumlah mahasiswa membuat koran internal kampus. Karya bernama Libris itu mengambil slogan ”Newspaper without News”.

”Isinya tulisan kritis mahasiswa, bukan berita. Koran ini muncul untuk menandingi koran kampus yang kurang kritis terhadap persoalan kampus saat itu,” ujar Alwy.

Meski didanai dan dikelola sendiri oleh mahasiswa, koran itu mampu diterbitkan hingga 400 eksemplar setiap bulan.

Keberadaan Libris saat itu memicu hampir setiap fakultas membuat surat kabarnya sendiri. Namun, birokrat kampus mulai tak senang dan melarang Libris diterbitkan lagi.

”Saya dipanggil Pak Dekan untuk menutup penerbitan itu. Karena tidak ada izin, berarti tidak ada yang berhak melarangnya,” kenang Alwy. Meski demikian, Libris tak bertahan lebih dari dua tahun.

Kala itu, julukan akademisi, aktivis, sekaligus penulis kian melekat dalam diri Alwy. Bersama almarhumah aktivis perempuan Sulawesi Selatan (Sulsel), Zohra Andi Baso, dan aktivis lainnya, Alwy mendirikan lembaga bantuan hukum Sulsel.

Alwy juga sempat membantu berdirinya Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia Sulsel. Di Kabupaten Jeneponto, Sulsel, Alwy turut membangun sekolah demokrasi.

Soal menulis, ia telah punya nama di media lokal ataupun nasional. Ia juga menulis sejumlah buku, seperti Gelas Kaca dan Kayu Bakar, yang bercerita tentang pengalaman perempuan mendapatkan hak-haknya dalam program keluarga berencana.

Karya lainnya, Ruang Sadar tak Berpagar, diluncurkan di acara Makassar International Writers Festival (MIWF) 2015.

Alwy juga menjadi pembicara MIWF 2016 dan kerap dimintai pendapat tentang festival. Sarjana linguistik Unhas ini sejak 2013 hingga pertengahan 2016 menyempatkan diri mengasuh kolom khusus di sebuah surat kabar lokal.

Sejak mahasiswa
Alwy memang gemar membaca buku filsafat serta menulis sejak mahasiswa. Ia kerap berdiskusi dengan dosennya, almarhum Profesor Mattulada, ilmuwan Sulawesi.

Kecintaannya terhadap diskusi, menulis, dan membaca inilah yang mendorong ia menjadi dosen.

Yang khas dari peraih Celebes Award—penghargaan di bidang seni, sastra, dan budaya dari Pemprov Sulsel—ini, apa yang ia dapat selalu ingin dibagi kepada generasi muda. Alwy menginisiasi komunitas literasi di Makassar bersama wartawan Irmawati Puan Mawar dan penyair Aan Mansyur, yang juga mahasiswanya.

Setiap dua pekan sekali sejak 2014, sekolah literasi berjalan. Sekitar 20 peserta yang berasal dari sejumlah kampus di Makassar turut serta. Tidak hanya di kampus, kelasnya berpindah-pindah hingga ke Benteng Rotterdam.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com