Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Teknologi Hazton dan Ekspor Beras Kalimantan Barat

Kompas.com - 05/02/2017, 08:32 WIB
Kontributor Pontianak, Yohanes Kurnia Irawan

Penulis

SAMBAS, KOMPAS.com - Wajah M Yatim (54) semringah. Ia terlihat bersemangat menunjukkan hamparan padi yang menguning siap panen di areal sawah milik kelompok tani di Desa Sepinggan, Kecamatan Semparuk, Kabupaten Sambas, Sabtu (4/2/2017) siang.

Yatim adalah ketua Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) Semangat Maju di Desa Sepinggan.

Ia bersama kelompok yang dipimpinnya itu sejak setahun terakhir menggarap lahan sawah sebanyak 250 hektar dengan teknologi budidaya hazton, program dari Dinas Pertanian Provinsi Kalimantan Barat.

“Biasanya hasil panen hanya berkisar 3-4 ton saja per hektarnya, tapi setelah menerapkan teknologi hazton, bisa mencapai tiga kali lipat hasilnya,” ujar Yatim usai panen raya secara simbolis yang dihadiri Wakil Ketua Komisi IV DPR RI, Daniel Johan, Sabtu (4/2/2017).

“Kawan-kawan yang sudah panen sebelumnya rata-rata diatas 6 ton,” ujarnya bersemangat.

Yatim memaparkan, ada beberapa kelebihan dalam menerapkan teknologi hazton yang dirasakan para petani di desa nya.

Pertama adalah petani tidak perlu repot lagi membersihkan (menyiang) rumput, karena pada saat ditanam, bibit padi dalam jumlah banyak mempersempit ruang gerak sehingga rumput sulit untuk tumbuh.

“Pemeliharaannya juga jauh lebih mudah, karena ketika ditanam itu sudah 20 sampai 30 rumpun (batang), sehingga petani tidak perlu memikirkan anakan lagi. Yang perlu kita pikirkan lagi ya pemeliharaan ke depannya setelah ditanam hingga berbuah dan siap di panen,” ujar Yatim.

Meski ada kelebihan dari hasil panen, Yatim mengatakan saat ini yang masih menjadi kendala bagi petani adalah masalah bibit.

Karena, bibit yang disuplai pemerintah dari Pulau Jawa, dinilai masih belum sempurna beradaptasi dengan kondisi tanah yang ada di wilayah mereka.

“Mohon maaf, bukannya bibit yang didatangkan dari Jawa itu tidak baik, tapi proses adaptasinya yang belum sempurna, karena secara umum tanah di Sambas ini mengandung pirit atau keasaman yang agak tinggi. Jadi kami membutuhkan bibit yang benar-benar sesuai dengan kondisi tanah disini,” ujarnya.

Untuk itu, ia berharap di Kabupaten Sambas juga memiliki lahan khusus yang digunakan untuk membiakkan bibit yang dibutuhkan petani.

Teknologi hazton merupakan teknik budidaya padi yang dikembangkan sejak 2012. 

Saat ini teknik budidaya padi menggunakan teknologi hazton sudah diterapkan di 24 provinsi di Indonesia, bahkan di beberapa negara di Asia Tenggara dan Afrika.

Penerapan hazton berawal dari pemilihan benih, terkait dengan jenis benih apakah cocok atau tidak ditanam di wilayah tersebut menyesuaikan dengan kondisi geografis daerah masing-masing.

Setelah memilih benih yang cocok, kemudian dilanjutkan ke persemaian. Dalam teknologi hazton, proses persemaian harus dilakukan secara optimal agar hasil semaian bisa berproduksi dengan baik.

Persiapan ekspor beras

Kepala Unit Perbanyakan Benih Tanaman Pangan dan Holtikulutra, Dinas Pertanian TPH Provinsi Kalimantan Barat, Anton Kamaruddin mengatakan bahwa Kabupaten Sambas merupakan salah satu wilayah yang mendapat alokasi program mencapai 5.000 hektar yang dipersiapkan untuk ekspor beras ke Malaysia.

Anton merupakan salah satu penemu teknologi ini bersama Kepala Dinas Pertanian TPH, Hazairin, sehingga teknologi tersebut dinamakan hazton yang disingkat dari nama keduanya.

“Kalau tidak ada halangan, bulan Oktober nanti kita akan launching perdana ekspor beras premium ke Malaysia oleh presiden Joko Widodo, bertepatan dengan hari pangan sedunia di yang dipusatkan di Entikong, Kabupaten Sanggau,” ujarnya.

Terkait masalah ekspor tersebut, jelas Anton, apabila dibandingkan dengan negara Thailand atau Vietnam untuk kualitas beras biasa, Indonesia masih kalah.

Namun, dari segi produktivitas, Indonesia jauh lebih diunggul dibandingkan Australia atau Amerika.

“Australia saja hanya 8 ton, Amerika itu hanya sekitar 6 ton per hektar. Sedangkan kita di Sambas ini, ada yang mencapai 10,2 ton, bahkan ada yang 12 ton,” ujarnya.

Saat ini, di Indonesia sudah 24 provinsi yang menerapkan teknologi hazton untuk budidaya padi.

Berdasarkan laporan yang ia terima, tren awal peningkatan produktivitas di tingkat petani biasanya dari 3 ton akan naik menjadi 8 ton per hektar.

Hal tersebut menurutnya karena petani masih ragu dalam menerapkan teknologi ini, lantaran dalam penerapannya diluar kebiasaan bertani pada umumnya.

“Namun kami tegaskan kepada para petani, bahwa ini adalah proses. Dari awal yang hanya 3 ton, menjadi 8 ton, bahkan sudah ada yang mencapai 12,5 ton, asal diterapkan sesuai dengan SOP nya,” jelasnya.

Mendorong Pemerintah Pusat

Wakil Ketua Komisi IV DPR RI asal dapil Kalimantan Barat, Daniel Johan mengatakan, sangat mungkin bagi Kabupaten Sambas untuk mengekspor beras ke Malaysia.

Secara keseluruhan hingga tahun 2016, Kabupaten Sambas mendapat alokasi 10.000 hektar untuk program budidaya hazton ini.

“Sambas ini ada 10.000 hektar, kalau kita rata-rata saja setiap hektar ada peningkatan produksi sebanyak 4 ton, berarti dalam satu masa panen itu ada surplus atau bonus produksi sebesar 40.000 ton. itu baru satu masa tanam,” tutur Daniel.

Secara umum, di Kalimantan Barat dialokasikan lahan seluas 60.000 hektar, dan jika dalam satu masa tanam rata-rata peningkatan 4 ton per hektar, hasil produksi bisa mencapai 240.000 ton.

“Itu belum dihitung jumlah yang normal nya lho ya, masih hitung bonus produksinya. Jadi sangat memungkinkan untuk di ekspor,” ujarnya.

Teknologi ini, jelas Daniel, sebenarnya sudah ada sejak belasan tahun yang lalu, namun tidak pernah diperhatikan.

Daniel mengaku sejak dilantik menjadi anggota DPR dan mendengar tentang teknologi hazton, serta melihat hasil percontohannya, ia mendorong pemerintah pusat untuk mengembangkannya.

“Saya dorong pemerintah pusat, dari pelan sampai keras, sampai keras banget kepada menteri dengan argumen ini itu, dan tahun pertama hanya mendapat 2.000 hektar untuk percontohan hazton,” ujar dia.

(Baca: Kalbar Akan Ekspor Beras Kualitas Premium ke Malaysia)

Meski mendapat alokasi dari kementerian, saat itu belum mendapat persetujuan dari Litbang. Ia kemudian mendorong terus agar pengembangan teknologi ini masuk ke Litbang.

“Dan dari Litbang pun akhirnya hasilnya baik, sehingga pada saat ini bisa mengalokasikan sebanyak 60.000 hektar khusus untuk di Kalimantan Barat saja,” ujarnya.

Terkait dengan jumlah alokasi di seluruh Indonesia, menurutnya pemerintah pusat saat ini masih malu-malu mengakui teknologi hazton.

“Pemerintah masih malu-malu mengakui, dan menganggap masih percontohan dulu di Kalimantan Barat, sehingga masih terus kita dorong untuk mengakomodasi di Indonesia,” paparnya.

Daniel menambahkan, apabila hasil produktivitas panen dalam dua hingga tiga tahun ke depan tetap konsisten dengan yang sekarang dan semakin baik, menurutnya pemerintah juga tidak akan menutup mata.

“Kalau konsisten dan semakin baik, pemerintah juga tidak akan menutup mata bahwa itu akan menjadi program nasional,” tutupnya.

Kompas TV Teknologi Padi Ini Berhasil Optimalkan Pertanian
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com