Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Apakah Gas ke Rumah Saya Ikut Mati kalau Listrik Mati?"

Kompas.com - 03/02/2017, 07:59 WIB
Dani Julius Zebua

Penulis

BALIKPAPAN, KOMPAS.com — Ida Mahmuda, warga RT 23 Kelurahan Karang Jati, Kecamatan Balikpapan Tengah, Kota Balikpapan, Kalimantan Timur, digaji Rp 1,5 juta setiap bulan sebagai pegawai kebersihan sebuah rumah sakit negeri.

Gaji sebanyak itu, menurut Ida, sangat berat untuk menghidupi empat anak di Kota Balikpapan yang serba mahal.

Karena itu, ia bekerja sambilan menjual camilan goreng, kopi, teh, dan beragam minuman cepat saji lain di teras rumah. Namun, jualan juga memerlukan ongkos besar.

Ia harus merogoh rata-rata Rp 60.000 per bulan hanya untuk membeli tiga tabung elpiji 3 kilogram.

"Paling sering untuk masak air (jualan minuman). Bila habis uang beli gas, terpaksa memasak pakai magic jar listrik," kata Ida.

Ida mendadak kembali bersemangat karena distribusi gas kota mengaliri dapurnya sejak sepekan lalu.

Gas seolah tidak habis, meski sudah lebih sepekan dipakai. Ia juga tidak khawatir kehabisan gas. Usaha kaki limanya pun berpeluang lebih baik. Meteran gas yang terpasang di luar rumahnya baru menunjukkan angka 1,5 kubik.

"Itu berarti Bu Ida harus membayar Rp 5.000 untuk pemakaian gas selama satu minggu ini," kata Direktur Minyak dan Gas Bumi dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, IGN Wiratmaja.

Wiratmaja datang ke Balikpapan untuk mengecek langsung penyaluran pertama kali gas kota di Balikpapan.

Ida pun melihat potensi pemakaian gas yang irit. Ongkos beli gas pun terasa akan lebih ringan.

"Kalau dulu bisa beli 3 tabung tiap bulan, ini bisa lebih murah (Rp 20.000-an)," kata Ida.

Ida merupakan salah satu dari 3.849 warga Balikpapan yang mulai menikmati aliran gas kota mulai Kamis (2/2/2017). Ia adalah pelanggan pertama jaringan gas kota tersebut.

Ia mengucapkan terima kasih kepada Dirjen Migas karena menjadi warga yang bisa menikmati gas murah.

"Pak Dirjen, saya mau tanya, apakah gas ke rumah saya ikut mati kalau listrik mati?" kata Ida.

Pertanyaan itu disambut tawa oleh semua orang yang mengiringi Dirjen Migas. Dirjen kemudian menegaskan bahwa gas tidak terpengaruh kondisi listrik.

Jaringan gas kota di Balikpapan sejatinya sudah menjadi wacana lama sejak 2012. Pemkot Balikpapan telah memulai sosialisasi bahkan lobi, dari kontraktor migas hingga Kementerian ESDM, untuk bisa memanfaatkan beberapa sumur migas yang sudah tidak berproduksi ini. Sayang, rencana itu berhenti begitu saja pada tahun itu juga.

Pada 2015, niat membangun gas perkotaan kembali diwujudkan. Sosialisasi semakin gencar. Pembangunan jaringan pipa gas dikebut pada 2016 dan bisa dialiri mulai awal 2017 ini.

"Padahal, kita sudah pernah mencanangkan sebagai city gas pada 2012. Chevron saat itu belum punya rencana mengaliri gas ke rumah tangga. Sekarang semua (pihak) serius," kata Asisten II Bidang Perekonomian Pembangunan Kesejahteraan Rakyat Pemkot Balikpapan, Sri Soetantinah.

Pembangunan jaringan gas di Balikpapan menelan biaya Rp 49,7 miliar. Gas didapat dari sumur kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) Chevron Indonesia Company, dengan alokasi 0,5 MMSCFD.

Pengelolaan distribusi gas ini dikelola PT Pertagas Niaga (PTGN) dan bekerja sama dengan perusahaan daerah.

Wiratmaja mengatakan, jaringan gas (jargas) akan terus dikembangkan ke kota lain. Tahun ini, jaringan di Bontang dengan 10.000 sambungan dan Samarinda dengan 1.500 sambungan.

PTGN juga membidik Pekanbaru, Muara Enim, Panukal Abab Lematang Ilir, dan Mojokerto. Totalnya bisa mencapai 130.000 sambungan.

"Pertamina juga mengembangkan jargas non-subsidi di Jambi dan Prabumulih," kata Presiden Direktur PTGN Linda Sunarti.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com