Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Perjuangan Seorang Ustaz Bangun Pesantren untuk Yatim dan Jompo

Kompas.com - 24/01/2017, 19:46 WIB
Indra Akuntono

Penulis


BOGOR, KOMPAS.com - Selama tiga hari belakangan ini, setiap pagi, suasana di Desa Mampir, Kecamatan Cileungsi, Kabupaten Bogor, terasa lebih dingin.

Cuaca kerap gerimis dengan embusan angin dingin yang menyelinap melalui jendela dan menusuk pori-pori kulit.

Saat itu, Selasa (17/1/2017) pukul 07.00 WIB, saya duduk di kursi kayu depan rumah di Desa Mampir.

Di ujung jalan, saya melihat Abah Asep menenteng bambu panjang yang sudah dibelah untuk memperbaiki saluran air tetangga.

Abah Asep adalah seorang tukang bangunan yang membangun Pondok Pesantren Darussyifa. Dia bekerja dibantu Ustaz Agus Sofyan, santri dan sejumlah warga.

Saat sedang libur dari pekerjaannya membangun pondok, Abah biasanya bekerja di tempat lain, atau pulang kampung ke Cianjur.

Melalui Ustaz Agus, saya menjadi tahu bahwa Abah Asep sedang semangat-semangatnya mengerjakan pembangunan pondok. Padahal, dia sudah lama tidak mendapat upah.

"Katanya (Abah) pengen cepet-cepet naik (masang atap)," ucap Ustaz Agus yang akrab disapa Pak Ustaz ini.

Menurut Ustaz Agus, Abah Asep makin bersemangat bekerja membangun pondok karena beberapa hari lalu ada kiriman material dari Yayasan Putri Bungsu. Bantuan itu datang pada waktu yang pas saat pengerjaan pondok terhenti beberapa hari karena kehabisan material.

Indra Akuntono/Kompas.com Abah Asep, di sela-sela pembangunan Pondok Pesantren Darussyifa, di Kecamatan Cileungsi, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Selasa (17/1/2017).

Saat ini, pembangunan pondok pesantren memang masih bergantung pada bantuan orang lain sehingga ketersediaan material sulit diprediksi.

Untuk makanan tukang pun kadang mengandalkan singkong yang ditanam di dekat lahan pondok, atau menu kiriman dari warga.

Tapi segala keterbatasan itu tak menyurutkan semangat Abah dan lainnya untuk membangun pondok. Semua yang terlibat dalam pembangunan pondok menjalaninya dengan penuh ikhlas.

Pembangunan pondok tersebut digagas Ali Wijaya dan Ustaz Agus. Informasi mengenai rencana pembangunan pondok tersebar dari mulut ke mulut, sampai sumbangan mulai terkumpul.

Pembayaran lahan dicicil dari hasil urunan mulai Januari 2016 dengan harga Rp 350.000 per meternya. Dari luas 300 meter persegi, saat ini pembayaran lahan tersisa sekitar Rp 16 juta.

Lalu medio Oktober-November 2016, penjual tanah menambah kelonggaran waktu melunasi pembayaran lahan. Itu artinya, sumbangan yang terkumpul sementara bisa dialihkan untuk memulai pembangunan pondok.

Pertengahan November 2016, pembangunan dimulai dengan anggaran hanya sekitar Rp 5 juta.

Seorang pendeta yang akrab disapa Pak Jhon lalu datang menyumbang keahlian menggambar denah bangunan.

Ada juga warga lain yang menyumbang mesin pompa air, menyumbang jasa menggali sumur, bambu, kayu, keramik dan genteng bekas, serta lainnya.

Dari sumbangan-sumbangan itu, pembangunan pondok bisa berjalan selangkah demi selangkah.

Kini, pembangunan sudah berlangsung sekitar tiga bulan. Di atas lahan pondok sudah berdiri dua kamar mandi, satu tempat cuci dan satu gudang yang ke depannya berfungsi menjadi dapur.

Tempat mengaji dan kamar juga sudah mulai berbentuk, tetapi atapnya belum tertutup, dindingnya masih setengah.

Ustaz Agus dan santri-santrinya berharap pondok bisa segera digunakan untuk mengaji, syukur-syukur bisa untuk kegiatan Rajaban nanti.


Untuk yatim dan jompo

Sesuai namanya, Pondok Pesantren Darussyifa kelak menjadi tempat mengaji dan tinggal anak-anak yatim piatu serta orangtua jompo.

Tidak ada pungutan biaya untuk siapa saja yang ingin belajar dan tinggal di pondok tersebut.

Saat ini, sekitar 10 santri dewasa dan belasan anak-anak masih mengaji di rumah kontrakan Ustaz Agus yang lokasinya tidak jauh dari pondok, di Perumahan Griya Cileungsi 5, Kacamatan Cileungsi, Kabupaten Bogor.

Ustaz Agus berprinsip, meski tak mendapat bayaran tetap, yang penting anak-anak mau mengaji dan mendapatkan waktu bermanfaat.

Seringkali, para santri dewasa yang mengaji kitab kuning di malam hari sampai tidur di teras kontrakan Ustaz Agus karena keterbatasan tempat menginap.

"Nanti, kalau sudah jadi, pondok pesantren ini mudah-mudahan jadi obat dari semua penyakit," kata Pak Ali.

Indra Akuntono/Kompas.com Anak-anak desa mampir usia mengaji, Minggu (22/1/2017).

Meski pembangunannya mengandalkan sumbangan, Ustaz Agus dan para santrinya tetap bertekad bahwa suatu hari pondok ini mampu berdikari. Kehidupan di pondok saat pembangunannya selesai nanti sudah dipikirkan sejak saat ini.

Ada beberapa teman yang sudah datang ke pondok dan mengajari cara menanam dengan metode hidroponik. Ada juga ide membuat dan menjual kerupuk, beternak hewan, mengoperasikan komputer, mungkin juga belajar menyablon dan hasilnya dibagi untuk operasional pondok.

Warga pondok terbiasa "menikmati" kesulitan. Karena, jika menggunakan rumus matematika, sulit rasanya membayangkan kelanjutan biaya pembangunan dan operasional pondok.

Tapi Ustaz Agus, Pak Ali dan para santri optimistis bahwa pondok akan mandiri karena yakin hidup ini bukan sekadar matematika.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com