Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sucipto Adi, Menyulap Gang Gelap Menjadi Kampung Keripik

Kompas.com - 18/01/2017, 11:11 WIB

Oleh Vina Oktavia

KOMPAS.com - Dulu, Gang PU di Jalan Zainal Abidin Pagar Alam, Kedaton, Kota Bandar Lampung, merupakan gang kecil yang gelap saat malam. Sucipto Adi, salah satu warga, mencoba memproduksi keripik dan menjualnya. Usaha itu diikuti para tetangganya sehingga kampung tersebut kemudian berkembang menjadi sentra industri keripik.

Memasuki Gang PU di Jalan Zainal Abidin Pagar Alam, Kelurahan Kedaton, Kecamatan Kedaton, deretan kios menjajakan aneka keripik. Keripik pisang yang menjadi ikon dipajang di dalam stoples kaca dan diletakkan paling depan. Ada beragam varian rasa yang ditawarkan, seperti cokelat, moka, keju, jagung, dan melon.

Selain keripik pisang, kios-kios itu juga menjual keripik singkong, keripik nangka, keripik salak, opak, kemplang, dan kopi. Gang yang terletak di tengah kota itu menjadi surga bagi wisatawan yang hendak berbelanja oleh-oleh. Apalagi, setiap pengunjung diizinkan mencicipi keripik untuk memastikan rasa dan kualitasnya.

”Dulu, gang ini hanyalah gang kecil biasa yang gelap gulita saat malam hari. Saat itu, hanya saya warga yang berjualan keripik dengan mendorong gerobak keliling kota,” kenang Sucipto Adi (50), perintis usaha keripik di Gang PU, saat ditemui di rumahnya di gang tersebut, Selasa (17/1/2017).

Sucipto bercerita, pada awalnya ia menjadi buruh bangunan lepas dengan upah Rp 10.000 per hari. Itu penghasilan yang kecil. Desakan ekonomi keluarga membuatnya mencari peruntungan lain.

Tahun 1996, dia memutuskan berhenti dari kerja di bangunan, lantas menjajal usaha memproduksi dan menjual keripik singkong. Dengan modal uang tabungan Rp 350.000, ia membeli bahan untuk membuat keripik dan sebuah gerobak dorong.

Saat awal merintis usaha, Sucipto harus berkeliling Kota Bandar Lampung demi mencari pembeli. Pagi hari, ia mendorong gerobak ke Pasar Bambu Kuning, sekitar 5 kilometer dari rumahnya. Selain pasar, ia juga menelusuri gang-gang kecil untuk mencari pembeli.

Tak lebih dari dua bulan, Sucipto bisa menggaet sekitar 50 pelanggan. Tak jarang, mereka menyambangi rumahnya untuk memesan keripik.

Melihat perkembangan bisnis keripik yang kian menjanjikan, Sucipto tak ingin mengambil keuntungan itu seorang diri. Ia ingin warga di sekitarnya juga menikmati berkah dari usaha tersebut. Lelaki itu pun mengajak para tetangganya untuk mengembangkan usaha serupa.

Saat itu, ada lima orang yang mengikuti jejaknya berjualan keripik singkong. Selain dijajakan di pasar, keripik produksi mereka juga dijual ke sejumlah warung dan kantin terdekat.

Keripik pisang

Sebagai wiraswasta, Sucipto sadar bahwa inovasi adalah hal penting dalam bisnis. Ia pun mulai memproduksi keripik pisang sekitar tahun 2000. Tak disangka, produk tersebut laris manis. Bahkan, beberapa konsumen meminta berbagai varian rasa.

Sejak itu, Sucipto dan para pengusaha keripik rumahan di Gang PU mulai membuat produk dengan berbagai rasa, misalnya keripik pisang rasa cokelat, moka, keju, dan melon.

”Kami belajar membuat keripik pisang aneka rasa secara otodidak, mencari tahu sendiri komposisinya. Tak disangka, keripik pisang itu justru lebih banyak dicari oleh konsumen,” tuturnya.

Tahun 2006, jumlah penjual keripik di kawasan tempat tinggal Sucipto bertambah menjadi sembilan orang. Saat itu, ia bersama para pengusaha keripik tersebut mendirikan kelompok usaha bersama yang diberi nama Telo-Rejeki. Nama itu dipilih karena ”telo” yang berarti ubi kayu/ singkong menjadi awal mula berkembangnya usaha keripik di kelurahan tersebut. Sucipto dipercaya menjadi ketua.

Dia pun aktif mengusulkan permohonan agar warga mendapat pembinaan tentang pengelolaan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) dari Dinas Koperasi dan Perdagangan Kota Bandar Lampung. Dari situ, penjual keripik mendapat pembinaan tentang cara produksi, pengemasan, promosi, dan pemasaran yang lebih baik.

”Saya ingin membuat kawasan ini dikenal sebagai sentra keripik sehingga pedagang tidak perlu lagi berkeliling untuk menjajakan keripik seperti yang saya lakukan 20 tahun lalu. Saya ingin membuat pasar untuk pedagang keripik,” ungkapnya.

Tahun 2008, kelompok yang dipimpin Sucipto menjalin kerja sama dengan PT Perkebunan Nusantara VII. Ada 12 warga baru yang sedang merintis usaha keripik dan mendapat pinjaman modal. Sebagai ketua, Sucipto bersedia menjadi penanggung jawab.

”Cicilan sempat macet di tengah jalan. Saat itu, saya talangi sementara karena saya tidak ingin membuat pemberi bantuan kecewa. Saya juga optimistis bahwa para pelaku usaha berupaya mempertahankan bisnisnya,” ujarnya.

Selain modal, masyarakat juga mendapat bantuan berupa gapura bertuliskan ”Sentra Industri Keripik Kota Bandar Lampung”. Gapura yang dibangun di depan gang itu menjadi penanda yang mengukuhkan bahwa Kecamatan Kedaton menjadi sentra keripik.

”Sejak itu, antusias masyarakat untuk berbisnis keripik pisang semakin tinggi. Jumlah pengusaha keripik bertambah menjadi 32 orang. Semuanya bergabung dengan kelompok usaha bersama,” katanya.

Tumbuhnya UMKM keripik pisang mampu menjadi penggerak perekonomian warga setempat dan membantu mengurangi jumlah pengangguran. Saat ini, ada sekitar 200 orang yang bekerja sebagai karyawan di 48 kios di sentra keripik tersebut.

Perluas pasar

Untuk memperluas pasar, Sucipto juga rajin membawa produk keripik pisang ke pameran di dalam negeri dan di luar negeri. Agar tidak menimbulkan rasa iri antarsesama pedagang keripik, mereka mendapat giliran saat ada undangan pameran.

Saat ada kunjungan dari wisatawan atau kelompok study tour, Sucipto pun mengatur agar setiap kios dikunjungi wisatawan. Dengan demikian, setiap pedagang mendapat kesempatan yang sama untuk promosi.

Saat ditanya mengapa gigih menghidupkan ekonomi kerakyatan, sembari tersenyum Sucipto menjawab, ”Saya yakin, sektor UMKM dapat bertahan saat kondisi perekonomian bangsa dilanda krisis. Tidak ada orang yang akan kena PHK. Itu sudah kami buktikan di tahun 1998.”

Sucipto Adi
Lahir: Malang, Jawa Timur, 25 Oktober 1966
Istri: Sri Lestari
Anak:  Ariyadi Prasetyo, Dina Cindi Pangestu
Pendidikan:
    SD Sumberejo 3, Malang
    SMPN Bantur, Malang
    SMA Gaya Baru, Malang

Organisasi: Ketua Kelompok Usaha Bersama Telo-Rejeki

Penghargaan:
    Ovop Bintang 3 dari Kementerian Perindustrian tahun 2013
    Ovop Bintang 3 dari Kementerian Perindustrian tahun 2015
    Sidakarya dari Dinas Ketenagakerjaan Lampung tahun 2012

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 18 Januari 2017, di halaman 16 dengan judul "Menyulap Gang Gelap Menjadi Kampung Keripik".

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com