Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sekolah "Indonesia Mini" di Kota Batu

Kompas.com - 05/01/2017, 08:01 WIB

Julianto bersama anak didiknya di SMA Selamat Pagi Indonesia gencar berpromosi. Berkat bantuan temannya di stasiun radio di Surabaya, keberadaan sekolah itu kian dikenal.

SMA itu memiliki laboratorium usaha untuk para siswa, berupa Kampoeng Kidz. Ini semacam wahana outbond atau pengenalan alam dan lingkungan. Sekolah juga membangun penginapan bagi mereka yang ingin menginap. Semua dikelola oleh alumni dan siswa. Usaha itu menjadi penghasilan sekolah.

"Orang tahunya sekolah kami kaya-raya. Namun, sebenarnya hingga kini keuangan sekolah masih minus," ujar Julianto, lelaki yang logat dan tutur katanya khas suroboyoan (bercirikan Surabaya) itu.

Kondisi minus dana itu tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan rasa puas Julianto melihat anak didiknya berhasil. Contohnya, Wayan, anak keturunan Bali yang tinggal di Palembang, Sumatera Selatan. Dua hari pertama tinggal di sekolah, ia tidak mau keluar ruangan karena sangat takut dengan anak asal Papua. Ia menyangka orang Papua makan orang. Kini, Wayan sadar bahwa pandangan itu salah. Semua anak dari berbagai pulau di Nusantara adalah bangsa Indonesia yang patut dihargai. Wayan kini menjadi penanggung jawab pemasaran sekolah.

Julianto juga senang mengetahui siswa lain, Nur Hayati, tidak lagi takut disuntik dokter. Awalnya, gadis itu kabur saat hendak disuntik.

"Sedikit banyak, culture shock (kekagetan budaya) anak-anak Indonesia bisa berubah di sini. Ini kenyataan yang saya hadapi hampir di setiap angkatan. Dan, saya senang bisa membantu mengubah pandangan salah mereka tentang orang lain. Itu saja sudah cukup bagi saya," katanya.

Langkah-langkah kecil Julianto telah membantu mengubah stigma negatif satu suku atas suku lain. Ini bisa menjadi awal perubahan besar bagi Indonesia.

Kini, SMA Selamat Pagi Indonesia menjadi salah satu sekolah rujukan untuk studi banding bagi beberapa negara, seperti Malaysia, Thailand, dan Amerika Serikat. Kini, Julianto juga merintis sekolah tinggi gratis dan rumah sakit gratis di lahan yang sekarang seluas 16 hektar itu.


Julianto Eka Putra

Lahir: Surabaya, 8 Juli 1972
Istri: Yenny Tantono
Anak: Stefanus Dominique Jevon, Jean Angeline Michelle, Jean Natali Shannon

Pendidikan: S-1 Ekonomi Universitas 17 Agustus Surabaya
Pekerjaan: Distributor multilevel marketing High Desert Indonesia, Pengusaha penerbitan buku, Motivator

Kegiatan: Pendiri Yayasan Selamat Pagi Indonesia


Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 2 Januari 2017, di halaman 16 dengan judul "Sekolah "Indonesia Mini"".

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com