Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dari Gang Tato Kami Berjuang...

Kompas.com - 19/12/2016, 12:42 WIB

"Ya, memang tantangannya berat. Banyak teman-teman protes dan mengatakan kami enggak asyik lagi. Tapi bagaimana lagi. Ini demi anak-anak kami juga. Kami tidak ingin anak-anak kami mengalami susahnya hidup seperti kami," kata Agung Prasetyo alias Delek (30), yang bekerja sebagai pengamen. Delek pun punya keahlian membuat tato.

Gang Tato memang dikenal sebagai kampung menakutkan sejak zaman kakek buyut Lukas dan Delek. Kampung itu lekat dengan segala stigma negatif yang pernah ada. Urusan berkelahi, mereka jago. Bahkan saking menakutkannya kampung itu, pada malam hari orang lain tidak ada yang berani lewat di depan gang mereka. Menato tubuh menjadi hal lumrah. Gang Tato dihuni 45 keluarga. Rata-rata warga hanya lulusan SD.

"Kami dulu tidak pernah punya teman anak baik-baik. Saat orangtuanya bertanya asal kami, raut muka mereka langsung berubah. Ujung-ujungnya kami tidak diizinkan berteman. Kami juga tidak bisa melamar kerja formal. Mana ada perusahaan mau menerima anak bertato lulusan SD," ujar Lukas, tertawa. Mereka pun lekat dengan kemiskinan.

Lambat laun mereka berpikir apa hal itu harus juga dirasakan anak cucu? Mereka tidak ingin anak-anak seperti mereka. Mereka memilih untuk berubah.

Pemuda Gang Tato lalu mencari informasi bagaimana cara agar bisa bangkit. Lukas mulai mencari info di media sosial. Ia berkumpul dengan Komunitas Jabung Bersatu, dan beberapa komunitas lain di media sosial.

Pustaka keliling

Bak gayung bersambut, Lukas dan teman-temannya akhirnya berkenalan dengan Fachrul Alamsyah (Irul), penggagas Gubuk Baca Lentera Negeri (GBLN) ke kampung itu. GBLN merupakan komunitas baca bagi anak-anak kampung.

Irul masuk ke Gang Tato mulai Mei 2016. Ia mengawali langkah dengan membuka pustaka keliling, menyasar anak-anak sekolah. Pustaka keliling dilakukan dari teras rumah warga ke rumah warga lainnya. Hingga akhirnya, Agustus 2016, warga Gang Tato bekerja bakti bersama Irul, mewujudkan gubuk baca yang seperti ada saat ini.

"Sejak awal saya hanya ingin membantu anak-anak kecil di sini, dengan mencukupi kebutuhan bacaan mereka. Saya ajak mereka bermain dan membaca. Lama-lama, orangtua dan keluarga mereka mendukung. Di sini, kami belajar dan berjuang bersama-sama untuk menjadi lebih baik," ujar Irul.

Hingga saat ini, Gubuk Baca Gang Tato terus didukung oleh beberapa komunitas sosial. Mulai dari mendapatkan buku-buku, memperluas jaringan, bahkan mengadakan aneka pelatihan.

"Warga sini sangat kompak. Tidak ada konflik seperti yang dibayangkan orang. Semua orang kompak untuk bangkit bersama-sama menjadi lebih baik. Nilai sekolah anak-anak juga terus membaik," kata Saad (50), Ketua RT 004, Gang Tato.

Stigma negatif Gang Tato terus berkurang. Kini, mahasiswa pun datang, untuk kuliah kerja nyata atau melakukan penelitian.

Semangat para pemuda Gang Tato pun menular ke adik dan anaknya. Siswa SD juga membuka pustaka keliling bagi teman-teman di kampung sebelah yang butuh buku bacaan.

Setiap Jumat hingga Minggu, mereka mengangkut buku bacaan dari gubuk baca dengan menggunakan truk mini. Truk mini itu ditarik ke kampung sebelah. Anak-anak itu pun semangat berbagi ilmu. Mereka paham, mereka harus sama-sama berjuang untuk masa depan lebih baik. (Dahlia Irawati)

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 18 Desember 2016, di halaman 12 dengan judul "Dari Gang Tato Kami Berjuang...".

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com