Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pelajaran Pertama Setelah Bencana Gempa di Aceh

Kompas.com - 14/12/2016, 18:28 WIB

KOMPAS - Di dalam tenda berukuran 6 meter x 12 meter, di halaman Madrasah Ibtidaiyah Negeri Paru Keudee, Bandar Baru, Pidie Jaya, Aceh, Selasa (13/12/2016) pagi, 52 murid dengan khidmat mendengarkan pelajaran yang disampaikan Baidah (49), guru pelajaran agama.

Baidah menyampaikan pelajaran memaknai sebuah bencana. Itulah pelajaran pertama bagi murid sekolah itu setelah bencana gempa dengan kekuatan M 6,5 melanda kota mereka.

Tenda itu menjadi sekolah darurat bagi para murid Madrasah Ibtidaiyah Negeri (MIN) Paru Keudee. Bangunan sekolah itu porak-poranda akibat gempa. Enam ruang belajar, ruang guru, dan perpustakaan ambruk. Praktis hanya toilet yang tersisa.

Baidah menjelaskan kepada para murid bahwa gempa adalah cobaan dari Allah SWT agar hambanya menjadi lebih baik. "Anak-anak, musibah itu tanda Allah SWT masih sayang dengan kita, mengingatkan kita supaya selalu mematuhi peraturan-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya," ujar Baidah.

Penjelasan itu mengubah raut muka dan semangat para murid yang mayoritas menjadi korban langsung gempa. Murid yang tadinya murung menjadi lebih ceria, salah satunya Widya Tul Uhya (10), murid kelas lima.

Ketika awal mengikuti pelajaran, tatapan Widya tampak kosong. Ekspresinya datar. Setelah mendengarkan penjelasan Baidah, raut muka murid asal Desa Paru Keudee itu lebih ceria. Sekali-sekali ia melempar senyum saat melihat ada teman yang bercanda.

Semangat itu memang sangat dibutuhkan Widya. Gempa telah menghancurkan rumah orangtuanya. Ibunya terluka di bagian kepala. Kondisi itu membuat ia trauma. Setidaknya, ketika terjadi gempa susulan, Selasa kemarin pukul 08.46, ia panik dan langsung berlari keluar tenda. "Gara-gara gempa, ibu masih sakit sampai sekarang," ucap anak bungsu dari empat bersaudara itu.

Sekolah memang telah menjadi media pelarian para murid untuk mendapatkan keceriaan kembali. Setidaknya, di sekolah, mereka bisa bertemu dengan teman-teman, bisa belajar, bercanda, dan bermain bersama.

Antusias

Walau berdesakan di tenda, murid tetap antusias mendengarkan penjelasan Baidah dan membaca buku tersisa di antara reruntuhan bangunan sekolah. "Di rumah bosan karena sudah tidak ada apa-apa lagi selain tenda dan terpal yang dipasang ayah. Di sekolah bisa belajar dan main-main," kata Widya.

Baidah menuturkan, walaupun dalam kondisi bencana, sekolah tetap harus dilaksanakan karena memang sudah sesuai arahan pemerintah. Di sisi lain, sekolah bisa menjadi terapi murid dan guru untuk melupakan sejenak musibah gempa lalu.

"Gempa kemarin pasti menimbulkan trauma bagi murid dan guru. Lewat aktivitas belajar-mengajar ini, kami bisa sedikit ceria dan lupa sebentar dengan gempa kemarin," katanya.

Sebanyak 52 murid itu adalah murid yang bisa hadir ke sekolah karena dalam kondisi sehat dan tinggal dekat sekolah. Sementara 108 murid lain tak hadir karena masih mendapatkan perawatan medis dan berada di pengungsian. Di sisi lain, Baidah satu-satunya guru yang bisa hadir ke sekolah karena 21 guru lain ada yang masih dirawat dan mengungsi.

Meskipun punggung Abu Bakar (19) belum sembuh dari luka, ia tetap pergi ke sekolahnya di SMK Bandar Baru, Pidie Jaya. Rasa sedih bertambah ketika melihat seluruh bangunan sekolah runtuh dan tidak bisa lagi dipakai sebagai tempat belajar.

Abu termenung di depan ruang kelas. Dia memeriksa ruang kelas dan laboratorium yang biasa digunakan untuk belajar. Seluruh atap dan dinding gedung sudah runtuh. "Saya sangat sedih melihat sekolah kami ini rusak," kata Abu lirih.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com