Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Festival Rawapening, Upaya Kembalikan Konservasi Berbasis Komunitas

Kompas.com - 22/10/2016, 09:01 WIB
Kontributor Ungaran, Syahrul Munir

Penulis

AMBARAWA, KOMPAS.com - Hari pertama pelaksanaan Festival Rawa Pening (FRP) yang di Lapangan Panglima Besar Jenderal Sudirman, Ambarawa, Jawa Tengah, berjalan meriah.

Pemuncak perhelatan budaya berbasis komunitas terbesar yang pertama kali digelar ini ditutup dengan pertunjukan wayang kulit semalam suntuk dengan lakon "Sumilaking Pedhut ing Tegal Kurusetro".

Sang dalang Ki Danu Kondobuwono, dengan apik membawakan kisah ini, sehingga para penonton tak beranjak hingga hari telah berganti, Sabtu (22/10/2016) dinihari.

"Sumilaking Pedhut ing Tegal Kurusetra" artinya hilangnya kabut dari tanah Kurusetra. Kisah ini merupakan bagian penting dari mitologi Mahabharata, yang dilatarbelakangi perebutan kekuasaan antara Pandawa dengan kaum Kurawa.

"Tegal Kurusetro adalah tempat terjadinya pertempuran Baratayuda. Kita berharap, tahun ini kita mulai menghilangkan halangan-halangan dalam rangka menata lingkungan terutama Rawa Pening dan negeri ini pada umumnya," ucap Sutarni, Ketua Lembaga Penelitian Pengembangan dan Pemberdayaan (LP3) Global Green Indonesia, Sabtu (22/10/2016) pagi.

LP3 Global Green Indonesia bersama 34 komunitas di Ambarawa dan sekitarnya merupakan penggagas festival ini. Menurut Sutarni, FRP didedikasikan untuk upaya pelestarian danau Rawapening.

Sebagaimana diketahui, perairan darat terluas di pulau Jawa ini, saat ini menghadapi mengalami penurunan daya dukung lingkungan yang paling akut dalam sejarahnya.

Seperti tertutupnya 80 persen permukaan rawa oleh gulma enceng gondok, sedimentasi dan tingkat pencemaran air rawa.

LP3 Global Green Indonesia melihat komunitas yang hidup di Rawapening dan sekitarnya ini, sebenarnya merupakan ujung tombak konservasi.

Kontributor Ungaran, Syahrul Munir Para nelayan Rawapening mengikuti lomba perahu hias didermaga Sumurup, Asinan, Bawen, Kabupaten Semarang, Minggu (28/8/2016) siang. Hama enceng gondok menutupi hampir 80 persen dari permukaan Rawapening seluas 2.500 hektar.
Sehingga, penting untuk menggugah kesadaran komunitas-komunitas ini untuk bersama- sama menangani berbagai permasalahan lingkungan Rawapening ini.

"Menurut saya, jika kepedulian dan basis potensi yang ada ini disatukan, maka akan mampu memberikan kontribusi yang lebih besar bagi konservasi Rawapening," kata dia.

Seremonial pembukaan Festival Rawapening (FRp), Jumat (21/10/2016) siang berlangsung semarak dan megah, meskipun tanpa kehadiran Gubernur Jawa Tengah dan bahkan Bupati Semarang.

Kompas.com/ Syahrul Munir Pembukaan Festival Rawa Pening (FRP), di Lapangan Pangsar Jendral Sudirman, Ambarawa, Jawa Tengah, Jumat (21/10/2016) siang dimeriahkan oleh tarian gambyong kolosal, gedruk buto, dan kontes puluhan kostum unik.
Ribuan warga Ambarawa dan sekitarnya tumpah ruah didalam sukacita menyambut even berbasis komunitas terbesar yang pertama kali digelar ini.

Dimulai dari deretan among tamu (penerima tamu) yang berjumlah 40 orang dari Komunitas Wanita Berkebaya (KWB), kemudian menu yang disuguhkan, serta sejumlah atraksi yang dipertontonkan membawa suasana pedesaan jawa yang sangat kental.

"Acara di-set dengan suasana tradisional Jawa, para panitia menggunakan busana jawa, surjan dan kebaya. Menu sugatan tamu juga jajan pasar tradisional seperti klepon, ketan lopis, dan tiwul, makan siang pun demikian," kata Sutarni.

Selain kostum dan makanan, pertunjukan kesenian menjadi acara paling dinanti oleh penonton. Antara lain tarian rampak buto atau gedruk buto yang dimainkan oleh sekitar 300 penari dari Paguyuban Seni Ngesti Manunggal, pertunjukan Barongsay dan tari Gambyong Parianom.

Selama acara seremonial berlangsung, ada komunitas mural yang melukis pada dinding triplek sepanjang 13 meter. Lukisan yang dihasilkan kemudian menjadi ajang swafoto (selfie) oleh para pengunjung.

"Ditampilkan juga untuk memeriahkan acara ini, 40 kostum karnaval yang unik dan glamour," ujar Sutarni.

Setelah semua rangkaian acara seremonial pembukaan selesai, seluruh penampil dan peserta kemudian mengikuti gelaran sedekah rawa di Bukit Brawijaya, Banyubiru.

Prosesi iring-iringan yang membawa serta gunungan dan bibit pohon gayam ini, menumpang 30 armada dari Ambarawa Pick Up Community (APC).

Sepanjang perjalanan sejauh 6.5 kilometer hingga dermaga Bukit Cinta, sebutan lain untuk Bukit Brawijaya, masyarakat turut mengelu-elukan rombongan ini.

Kompas.com/ Syahrul Munir Seremonial pembukaan Festival Rawa Pening (FRP), Jumat (21/10/2016) siang di Lapangan Pangsar Jendral Sudirman, Ambarawa, Jawa Tengah dimeriahkan oleh tarian gambyong kolosal, gedruk buto, dan kontes puluhan kostum unik.
Sesampai di obyek wisata di tepian danau Rawapening rombongan disambut dengan tari prajuritan yang dimainkan oleh 40 orang penari. Tarian ini menggambarkan penyambutan seorang raja oleh pasukannya.

"Kemudian setelah didoakan di pendopo, sedekah rawa kemudian dilepas untuk dilarung dengan tarian Rantoyo. Bersamaan juga dilepas 3.000 ribu ekor bibit ikan, dan dilanjutkan menanam pohon gayam yang merupakan habitat asli rawa pening," ujar Sutarni.

Uniknya lagi, sekuael-sekuel dari prosesi sedakah rawa ini turut diabadikan di atas kanvas oleh sekitar 30 pelukis dari komunitas pancawarna atau perupa 5 kota yang langsung mengikuti acara tersebut di dermaga Bukit Cinta.

Festival Rawapening ini masih akan berlangsung hingga 30 Oktober 2016. Sejumlah agenda baik yang bersifat edukatif maupun rekretatif akan ditampilkan oleh sejumlah komunitas yang menggagasnya.

Antara lain, festival tari pelajar, festival drumb band pelajar, festival kuda lumping, festival ketoprak rakyat, festival dolanan anak, teater dan battle off puisi, lomba burung berkicau, lomba desain batik, lomba cipta menu khas Rawa Pening.

Ada juga lomba kreasi daur ulang sampah, lomba pembuatan film pendek, workshop hidroponik, workshop UMKM, parade musik melayu, workshop kreasi eceng gondok untuk anak SD, pentas perkusi dan akustik, festival band pelajar, bersih rawa, pertunjukkan barongsai dan community gathering 34 komunitas pendukung acara.

"Semua pendanaan mandiri dari upaya komunitas," ujar Sutarni.

Berbagai kiat untuk mengembalikan fungsi Rawapening telah banyak diupayakan banyak pihak, termasuk oleh pemerintah sendiri.

Tujuannya tak lain agar sumber daya alam dan kekayaan yang ada di dalamnya mampu memberi kemanfaatan secara ekonomis terutama, bagi masyarakat sekitar danau alam ini.

Namun, cita- cita ini masih menjadi sebuah harapan. Di luar persoalan lingkungan yang sudah semakin akut, upaya untuk mengembalikan fungsi Rawapening masih dilakukan secara parsial hingga nilai kemanfaatan ekonomi yang diharapkan belum dapat dioptimalkan.

Melalui Festival Rawapening ini, upaya untuk menangani permasalahan Rawapening mencoba diselesaikan mulai dari akarnya, yakni masyarakat atau komunitas-komunitas yang ada di sekitarnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com