Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Diduga Dipukul Gurunya, Anak Yatim Piatu Ini Sudah Dua Bulan Mengurung Diri

Kompas.com - 12/10/2016, 19:29 WIB
Kontributor Ungaran, Syahrul Munir

Penulis

UNGARAN, KOMPAS.com - SFS (12) siswa kelas 5 SDN 4 Langensari, Ungaran Barat, Kabupaten Semarang sudah dua bulan ini mengurung diri di rumahnya. Tidak hanya mogok sekolah, untuk sekedar bermain dengan teman sebayanya saja dia tidak mau.

Perilakunya yang berubah drastis itu diduga lantaran kekerasan fisik dan psikis yang dia terima dari gurunya pada awal tahun ajaran baru Juli lalu.

"Baru setengah bulan masuk sekolah, suatu hari dia pulang sekolah itu menangis. Saya tanya kenapa? Dia bilang habis dipukul gurunya di mulutnya kerena tidak bisa menghafal pelajaran matematika," kata Tarimah (75), sang nenek, saat ditemui di rumahnya Jl Raden Wijaya II Langensari, Rabu (12/10/2016).

Akibat pemukulan itu, ada bagian gigi SFS yang patah. Tidak hanya itu, dia juga trauma dan takut untuk masuk sekolah. Hampir dua minggu dia mogok sekolah hingga akhirnya datang perwakilan sekolah kerumah untuk membujuknya agar mau kembali masuk sekolah.

Setelah bujuk rayu yang tidak mudah, SFS akhirnya mau ke sekolah. Namun, dia mengaku merasa dikucilkan oleh gurunya.

"Katanya dia diberi tempat duduk paling belakang dan tidak dihiraukan gurunya. Dianggap tidak ada. Hal itu berlangsung selama dua hari dan besoknya dia tidak mau lagi sekolah," jelasnya.

Setelah kejadian itu, SFS akhirnya sama sekali tidak mau masuk ke sekolah. Kerabat SFS sudah melayangkan protes ke sekolah. Guru yang bersangkutan membantah telah memukul.

"Bahkan Bu Tri bilang kalau SFS ini anak yang bodoh. Kakak saya kemudian menjawab, kalau SFS pintar tidak perlu saya sekolahkan di sini. Cukup saya didik saja di rumah," kata Haryanti (48), bibi SFS.

SFS yang tadinya periang menjadi pribadi yang sangat tertutup. Dia tidak pernah menampakkan diri di luar rumah karena malu dengan teman-temannya. Praktis waktunya dihabiskan untuk menonton televisi.

"Kalau temannya berangkat sekolah, dia hanya memandanginya dari pintu tanpa berkata apa-apa," ujar Haryanti.

Saat Kompas.com datang ke rumah Tarimah, SFS yang tadinya tengah menonton televisi langsung lari ke kamarnya dan mengunci pintunya rapat-rapat.

Wartawan pun sempat meminta Haryanti mendatangi kamar SFS untuk membujuknya keluar. Namun baru satu kali ketukan, SFS langsung menangis sejadi-jadinya sembari kakinya terdengar menendangi kasur.

"Emoohhh... aku emoooh... emoooh," teriak dia.

Menurut Haryanti, tindakan tersebut sudah lazim manakala ada orang asing datang ke rumah. Sebab Safwa menganggap orang itu pasti akan membujuknya kembali ke sekolah.

Haryanti menyayangkan guru wali kelasnya yang cenderung arogan dan kasar saat mengajar.

Kasus penganiayaan murid itu tak terjadi kepada SFS saja. Beberapa wali murid juga menyayangkan cara mengajar guru tersebut.

"Dulu keponakan saya sering dipukul tangan kirinya oleh Bu Tri. Keponakan saya itu memang kidal, jadi kalau nulis selalu pakai tangan kiri. Gurunya memaksa pakai tangan kanan sambil dipukuli tangannya," ungkap Wulan tetangga Haryanti.

Yatim piatu

Tarimah dan Haryanti merawat SFS sejak kecil. Ibunya yang bernama Hartini meninggal dunia saat melahirkannya. Tiga tahun kemudian, sang ayah, Sutomo, meninggal dunia karena sakit.

"Jadi sejak kecil dia itu sudah yatim piatu, saya sedih kalau melihat kondisinya sekarang dia seperti ini," kata Tarimah.

Ia berharap cucunya dapat kembali bersekolah. Tarimah menginginkan SFS bisa mendapatkan pendidikan yang lebih baik untuk bekal masa depannya.

"Pengen saya dia sekolah lagi. Kalau saya sudah meninggal nanti bagaimana? Makanya dia harus punya pendidikan yang baik," ucapnya.

Tarimah mengaku hanya pasrah dengan keadaan salah satu cucunya itu. Dia tidak tahu harus berbuat apa agar sang cucu kembali menjadi anak yang periang dan kembali mau sekolah.

Sementara itu Kepala Badan Keluarga Berencana dan Pemberdayaan Perempuan (BKBPP) Kabupaten Semarang, Romlah yang mendapatkan laporan kasus tersebut mengaku sangat mengkhawatirkan kondisi SFS.

Dia menyebutkan, akan mengirim tim pendampingan anak ke rumah keluarga SFS. "Sore ini juga saya kirim tim kesana. Saya akan ajak teman khusus untuk melakukan pendekatan," kata Romlah, melalui sambungan telepon, Rabu (12/10/2016) petang.

Terlepas dari apakah kondisi SFSS tersebut diduga karena kekerasan fisik maupun psikis dari oknum guru, tim ini nantinya juga akan melakukan kroscek ke pihak sekolah maupun guru yang bersangkutan.

"Kami ingin tahu latar belakang guru tersebut melakukan tindakan tak terpuji itu. Tapi yang terpenting saat ini adalah pemulihan kejiwaannya," ucapnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com