Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Aku yang Pernah Dipenjara 6 Bulan di Kanada...

Kompas.com - 15/09/2016, 07:23 WIB
Dani Julius Zebua

Penulis

Dilindungi aparat

Perjalanan Sintong Prananta, pemuda gagah berusia 28 tahun, tak ubahnya dengan Victor. Kulitnya bersih dan terang, wajahnya juga tampan. Perawakannya tinggi besar di atas rata-rata pria dewasa.

Beda dari Victor, Sintong menjadi pemakai narkotika sejak kelas 4 SD. Ia juga mengedarkan barang maksiat itu.

Jumlah narkotika yang diedarkan tak main-main. Ia pernah mengirim 10 kilogram sabu dan 10 kilogram ganja di jalur Medan dan Pekanbaru.

"Saya masukkan ke dalam tas saja dan dibawa seperti biasa. Saya bawa dengan menumpang bus," kata Sintong.

Gerak Sintong begitu licin. Ia tak pernah ditangkap aparat keamanan. Jalannya justru dilindungi oleh para penegak hukum.

"Bagaimana mungkin ditangkap. Saya jalan ada polisi atau tentara di samping saya. Saat itu, salah satunya Babinsa, kemudian dia pindah tugas," kenang Sintong.

Sintong mengaku membayar mereka Rp 15 juta. Jumlah yang sangat kecil dibanding penghasilannya sebagai pengedar.

Semua aksi Sintong berjalan mulus hingga 2011. Ia bertobat setelah bertemu dengan aktivis GMDM dan bersedia menjalani pemulihan.

Kisah Victor dan Sintong akan terus diperdengarkan ke seluruh rakyat Indonesia. Bukan karena heroik, tetapi hidup bergelimang narkotika justru menguras harta, benda, dan mengancam nyawa siapa saja.

"Semua habis. Lahan sawit 5 hektar dari orangtua hilang. Motor banyak hilang," kata Sintong.

Terbuka

Ketua Umum GMDM Jefri Tambayong mengungkapkan, banyak kisah memprihatinkan di pusat rehabilitasi yang didirikannya itu. Mereka dari berbagai latar belakang dan hampir dari segala lapisan masyarakat.

Para mantan pasien itu kini ikut serta dalam kampanye antinarkotika, termasuk di antaranya Victor dan Sintong. Kisah-kisah mereka diharapkan bisa menjadi inspirasi bagi banyak orang agar tidak terjerumus dalam jerat narkotika.

GMDM memiliki sekitar 40 penyuluh di Jakarta dan ratusan lain di berbagai daerah di Tanah Air. Sepuluh penyuluh di Jakarta merupakan mantan pemakai dan pengedar yang memiliki catatan sangat buruk di masa lalu. Mereka ini yang kerap ikut keliling memberi kesaksian bagaimana narkotika pernah menghancurkan seluruh hidup.

Menjadi penyuluh tentu tidak mudah. Jefri menekankan agar pasiennya bersedia membuka diri kepada siapa saja. Dengan menunjukkan siapa mereka di masa lalu, maka akan memperoleh penerimaan yang sesungguhnya dari orang lain.

Penerimaan kembali oleh keluarga dan masyarakat ini sangat diperlukan bagi siapapun mereka yang pernah terjerat narkotika.

"Open status atau membuka diri adalah proses pemulihan itu sendiri. Jadi kalau orang tidak mau sama kita, ya sudah," kata Jefri.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com