Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Napak Tilas Ratusan Orang Suku Cia Cia Laporo ke Tanah Leluhur

Kompas.com - 05/09/2016, 23:13 WIB
Defriatno Neke

Penulis

BAUBAU, KOMPAS.com – Panasnya sinar matahari tidak menyurutkan niat ratusan orang dari suku Cia Cia Laporo untuk berhenti melangkah. Dengan penuh semangat, masyarakat Laporo ini terus berjalan memasuki hutan yang berada di daerah pedalaman pulau Buton, Sulawesi Tenggara.

Ratusan orang yang tinggal di Kelurahan Karyabaru dan Kelurahan Bugi, Kota Baubau ini berjalan kaki menuju ke tanah leluhurnya yang sudah puluhan tahun ditinggalkan.

Menurut seorang tokoh masyarakat suku Laporo, La Samiri (50), ada sekitar 637 warga  melakukan ziarah akbar di tanah leluhur.

“Ini merupakan ziarah akbar menuju kampung leluhur kami. Setiap tujuh tahun sekali,kami lakukan ziarah akbar ini,” kata La Samiri, Senin (5/9/2016).

Tua muda, pria dan wanita mengikuti ziarah akbar tersebut dengan bejalan kaki sekitar empat jam lamanya untuk mencapai tanah leluhurnya. Mereka berjalan melewati padang savanah di bawah terik sinar matahari yang menyengat.

Selain itu, masyarakat ini juga berjalan di daerah pegunungan dan juga melewati jalan yang terjal dan curam. Jalan yang sangat ekstrim karena harus berjalan dengan memegang dinding batu untuk melaluinya.

“Kami berjalan dengan membawa air minum dan juga makanan lainnya, karena perjalanan ini berat. Kami berjalan dibagi beberapa kelompok, kelompok pertama yang duluan jalan sudah berjalan duluan dan membuat pengamanan di jalan,” ujarnya.

Setelah berjalan cukup lama, masyarakat akhirnya tiba di kampung leluhurnya yang berada di daerah pedalaman di Kecamatan Sampolawa, Kabupaten Buton Selatan.

Di kampung lama itu, terdapat dinding batu mirip sebuah benteng. Dinding batu tersebut mempunyai tinggi sekitar 1,5 meter dengan lebar sekitar setengah meter. Di dalam benteng tersebut, terdapat puluhan makam yang terbuat dari batu pula. Masyarakat Laporo mulai membersihkan lahan disekitar makam.

“Di makam, masing-masing kami berpencar dan berdoa di depan kuburan leluhur kami. Malam harinya kami mendapatan cerita tentang leluhur kami masa lalu, mereka tersiksa dan juga pernah ikut membangun benteng keraton buton,” ucap seorang warga lainnya, Baladil Amin.

Baladil mengaku perjalanan ziarah akbar tersebut membuat dirinya mengetahui tanah leluhur yang pernah tinggal di daerah pedalaman pegunungan.

“Ini adalah kebudayaan kami karena kami ini menjadi tahu akan sejarah leluhur kami. Ziarah akbar ini,kami akan menjaganya dan terus lestarikan untuk anak cucu kami,” tuturnya. 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com