Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mayat TKI Banyak Jahitan, Benarkah Organnya Dicuri?

Kompas.com - 30/05/2016, 07:07 WIB
Kontributor Pontianak, Yohanes Kurnia Irawan

Penulis

KUCHING, KOMPAS.com – Kondisi mayat atau jenazah yang meninggal dalam keadaan tidak wajar atau di luar penanganan rumah sakit, biasanya akan terdapat banyak bekas jahitan di bagian tubuh dan kepalanya. Bahkan, beberapa organ tubuh bagian dalam seolah tak berada di tempat semula seperti lidah dan bagian vital lainnya.

Kondisi tersebut, menimbulkan tanda tanya besar bagi pihak keluarga. Bahkan merebak isu jika organ tersebut diperjualbelikan.

Dari seminar dalam Penanganan WNI/TKI Sakit, Penanganan WNI/TKI Meninggal Dunia dan Ekspor Jenazah dari Sarawak ke Indonesia yang diselenggarakan di Gedung Serbaguna kantor KJRI Kuching, Sabtu (28/5/2016), terungkap alasan yang menjawab sekaligus menepis isu perdagangan organ yang beredar di masyarakat.

Konsul Jenderal KJRI Kuching, Jahar Gultom mengungkapkan, kondisi mayat penuh jahitan tersebut merupakan hasil otopsi dari tim dokter. Dalam kasus tertentu, misalnya kematian tidak wajar yang disebabkan oleh kecelakaan atau pembunuhan, pihak kepolisian Malaysia biasanya akan meminta untuk dilakukan otopsi terhadap mayat untuk mengungkap dan mengetahui penyebab kematiannya.

Sejauh ini, pihak konsulat selalu menugaskan staf untuk mengikuti dan melihat selama proses otopsi berlangsung.

“Jadi kami juga ingin melihat bahwa pelaksanaan otopsi itu berjalan dengan baik, memenuhi prosedur yang berlaku disini, dan juga memastikan bahwa organ-organ itu tidak ada yang di ambil,” ungkap Jahar.

Menurut Jahar, berdasarkan informasi dari dari tim dokter, jika korban sudah meninggal cukup lama atau lebih dari 24 jam, sebenarnya kemungkinan organ tubuh jenazah diambil sudah kecil. Namun, pihaknya tetap menugaskan staf untuk mendampingi setiap proses otopsi.

“Saya punya staf, yang sudah saking seringnya mengikuti dan melihat proses otopsi, sudah sangat terbiasa, karena bisa dua minggu sekali dia hadir di rumah sakit untuk mengikuti proses itu,” jelasnya.

Untuk itu, sebut dia, pihaknya memastikan, khusus di negara bagian Sarawak, proses otopsi jenazah selalu dikawal oleh staf yang ditugaskan.

Sejauh ini, jenazah yang dikirim pihak KJRI Kuching tidak pernah mendapat komplain dari pihak keluarga yang menerimanya.

Merunut data yang dimiliki KJRI Kuching, angka kematian WNI/TKI di Sarawak cukup tinggi. Tercatat, pada tahun 2013 sebanyak 220 orang WNI yang meninggaldi Sarawak. Kemudian tahun berikutnya turun menjadi 197 orang. Angka tersebut kembali meningkat pada tahun 2015 sebanyak 232 orang.

“Sedangkan untuk tahun 2016, periode Januari hingga April sudah tercatat 77 orang yang meninggal di Sarawak,” kata Jahar.

Senada dengan Jahar, Pelaksana Fungsi konsuler I, Windu Setiyoso menegaskan, terkait isu pencurian organ jenazah untuk di wilayah jangkauan KJRI Kuching hal itu tidak terjadi. Namun memang, terkadang setelah proses otopsi, organ tubuh tidak dikembalikan ke posisi semula.

"Misalnya lidah, selesai proses otopsi itu disatukan di perut dengan jantung dan paru-paru, kemudian baru dijahit, dan tidak lidah tidak dikembalikan ke posoisi semula. Kalau itu memang iya, tapi organnya masih ada dan tidak dicuri," katanya.

Sementara itu, Dokter Forensik Hospital Umum Sarawak, Hanisah juga membantah bahwa kabar yang beredar tentang pencurian bahkan penjualan organ tubuh jenazah WNI/TKI.

Hanisah menyatakan bahwa pihak nya tidak pernah mengambil organ tubuh selama proses otopsi berlangsung.

"Kami dari pihak rumah sakit atau bagian Forensic Bedah Mayat menyatakan tidak pernah mengambil bagian organ sepanjang melakukan proses otopsi atau bedah mayat," ujar dia.

Hanisah menjelaskan, untuk donor diperlukan organ yang masih segar dan baru beberapa jam setelah kematian. Sedangkan yang sering ditangani, adalah mayat dengan kondisi sudah meninggal lebih dari 24 jam. Kondisi mayat seperti itu jelas sudah mengalami proses pembusukan, dan otomatis organ yang ada juga sudah tidak bisa difungsikan.

"Biasanya kalau mayat kematian diluar hospital itu sudah lewat 24 jam. Sedangkan organ tubuh bisa digunakan selama masih fresh atau sebelum 24 jam, jadi kemungkinan untuk pengambilan organ tubuh semasa bedah siasat, tidak mungkin lah. Tiada guna lagi organ-organ mayat yang mati dah lama atau masuk ke proses pembusukan," ungkapnya.

Selama proses bedah mayat WNI, ungkap Hanisah, sejumlah perwakilan pemerintah dari kedua negara ikut serta menyaksikan. Proses otopsi hanya dilakukan berdasarkan permintaan atau perintahdari Kepolisian Malaysia dan hanya dapat dilakukan terhadap jenazah-jenazah yang tergolong korban kematian diluar rumah sakit atau kematian yang tak wajar.

"Pihak Konsulat dan keluarga turut serta dalam bedah siasat (otopsi), untuk menyaksikan prosedur-prosedur bedah itu," ucapnya.

Kemungkinan organ salah letak ke jenazah lain pun menurut Hanisah kecil kemungkinan terjadi, karena sebelum proses bedah dilakukan segala tahap demi tahap dilakukan sesuai prosedur. Pihaknya juga melakukan pendataan dan membuat surat pernyataan kepada pihak keluarga.

“Proses otopsi juga dilakukan kepada mayat satu persatu, tidak sekaligus, jadi tidak mungkin organ salah masuk ke jenazah lain,” katanya.

Proses bedah mayat pada prinsipnya dilakukan dengan cara melepas semua organ tubuh, kemudian diperiksa dan dimasukan kembali ke dalam tubuh asalnya. Namun, untuk tata letak, bisa saja tidak sesuai dengan posisi semula.

"Selama proses otopsi, kami memang keluarkan semua organ, kemudian dimasukkan kembali kebagian dalam tubuh, tapi terkadang tidak pada posisi semula. Misalnya jantung, sukar untuk bisa kembali dan meletakkan pada posisi sebenarnya, tapi masih tetap dalam jenazah yang sama," jelasnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com