Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pascagempa 2006, Tim BPCB Yogya Lakukan Pendataan dalam Keadaan Lapar

Kompas.com - 27/05/2016, 08:30 WIB
Wijaya Kusuma

Penulis

YOGYAKARTA, KOMPAS.com - Peristiwa gempa bumi magnitudo 6,3 di Yogyakarta pada 2006 lalu masih membekas dalam ingatan Wahyu Astuti.

Saat itu, dia menjabat sebagai Kepala Seksi Perlindungan, Pengembangan, dan Pemanfaatan Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Yogyakarta. Dua hari pascagempa, ia bersama rekan-rekannya harus tetap masuk kerja.

Wahyu Astuti dan rekan-rekannya tanpa mengeluh meninggalkan rumah menjalankan tugas terjun ke lapangan untuk mendata kerusakan bangunan warisan budaya di DIY.

Sementara, saat itu, Wahyu Astuti juga menjadi salah satu korban gempa ketika rumahnya yang ia huni mengalami rusak parah karena guncangan gempa pada Sabtu, 27 Mei 2006 itu. Ia dan keluarga pun terpaksa harus mengungsi ke tempat orangtuanya.

"Saya masih ingat betul karena rumah juga ambruk," ujar Wahyu Astuti saat ditemui Kompas.com, Selasa (17/5/3016).

Wahyu menceritakan, guncangan gempa bumi juga merusak bangunan warisan budaya yang ada di DIY. Oleh karena itu, ia harus mendata bangunan warisan budaya apa saja yang rusak dan berapa persen kerusakannya.

Pendataan Bangunan Warisan Budaya itu pun dilakukan dengan segera. Bahkan, petugas Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) mulai terjun ke lapangan dua hari setelah peristiwa gempa bumi.

"Saya dan teman-teman tidak boleh mengeluh. Dua hari setelah gempa itu harus menjalankan tugas melakukan pendataan," tegasnya.

Diceritakannya, saat pendataan itu, BPCB Yogyakarta dibagi lima tim. Masing-masing tim melakukan pendataan bangunan warisan budaya di Bantul, Kota Yogyakarta dan Sleman. Sementara yang lain, pergi melayat karena ada saudara dari pegawai di BPCB Yogyakarta yang menjadi korban tewas.

"Kita berangkat pagi. Dijemput mobil," urainya.

Kelaparan

Pagi itu ia berangkat tanpa membawa bekal makanan apapun. Sebab, kondisi saat itu tidak memungkinkan membawa bekal. Namun dengan semangat menjalankan tugas, tim BPCB Yogyakarta tetap berangkat ke beberapa lokasi.

"Saya itu tidak bawa bekal apapun, pokoknya asal berangkat saja. Saya mendapat tugas ke makam raja di Imogiri," tandasnya.

Selama perjalanan, lanjutnya, ia dan beberapa teman dari BPCB Yogyakarta melihat kondisi rumah warga dan bangunan lainnya masih prorak-poranda. Rumah-rumah warga rata dengan tanah.

"Saya sampai di Imogiri itu baunya masih anyir, suasananya sepi sekali. Rumah-rumah rata dengan tanah," ucapnya.

Di lokasi, Wahyu mengaku terkejut, sebab makam raja-raja di Imogiri mengalami kerusakan cukup parah. Gapura ambruk dan material bangunannya seperti terlempar. Beberapa makam, bahkan ada yang amblas masuk ke tanah dan ada yang miring.

"Abdi Dalem yang jaga cerita kalau pas kejadian itu seperti ada ular naga yang lewat di dalam tanah," bebernya.

Sampai siang hari, pendataan masih belum selesai. Sementara ia dan tim tidak ada yang membawa bekal makan. Membeli juga tidak mungkin, karena semua roboh akibat guncangan gempa.

"Saya itu pusing sekali, karena lapar. Kan ya tidak ada warung," kata Wahyu .

Selain harus menahan rasa lapar, tim juga tidak sepenuhnya bisa bekerja dengan tenang. Sebab, selama melakukan pendataan, beberapa kali terjadi guncangan gempa.

"Pas di sana itu sebentar-sebentar gempa. Jadi kita juga harus waspada. Kalau terasa besar kita langsung mencari lokasi aman," tuturnya.

Menurutnya, ia dan tim melakukan pendataan kerusakan di makam raja-raja di Imogiri Bantul sampai maghrib. Pasalnya sebelum kembali, tim harus mempunyai hitungannya (jumlah kerusakan warisan budaya)," pungkasnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com