Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tradisi Nyadran, Semakin Banyak Menjamu Tamu, Rezeki Dipercaya Kian Lancar

Kompas.com - 25/05/2016, 12:47 WIB
Kontributor Surakarta, Michael Hangga Wismabrata

Penulis

BOYOLALI, KOMPAS.com - Tradisi nyadran di bulan Jawa Ruwah selalu ditunggu warga di lereng Merapi-Merbabu. Tidak hanya sekadar nyadran atau berziarah ke makam leluhur, ritual ini dimanfaatkan sebagai ajang berkumpul dengan sanak saudara, kerabat dan tetangga.

Uniknya, usai berziarah, setuap keluarga menyediakan makanan bagi tamu yang berkunjung. Semakin banyak tamu yang datang dan menyantap makanan, warga percaya itu pertanda rezeki mereka akan lancar.

Mulai pagi buta, ratusan warga Dusun Tunggulsari, Desa Sukabumi, Cepogo, Boyolali, mulai sibuk mempersiapkan diri untu berziarah ke makam Tunggulsari. Tidak lupa, setiap keluarga membawa tenong, tempat untuk menyimpan makanan, yang akan dibawa serta ke makam.

Sebelum mentari merekah, satu per satu warga keluar dari rumah dan beriringan berjalan bersama menuju ke makam sambil membawa tenong. Suasana khusuk terasa saat perjalanan menuju makam yang berada di puncak bukit, tak jauh dari desa.

KOMPAS.COM/ M Wismabrata Warga membawa tenong saat sadranan di Cepogo, Boyolali, Jawa Tengah, (24/5/2016).

Sesampainya di makam, ratusan tenong milik warga sudah berjejer rapi di depan tetua desa, ulama dan ratusan warga. Tahlil dan zikir mulai dideraskan.

Warga, baik orang dewasa maupun anak-anak, turut serta dalam doa kepada sang Kuasa tersebut. Tradisi turun-temurun tersebut rutin digelar setiap tahun. Bagi warga lereng Merapi-Merbabu di Cepogo, bulan itu bulan besar.

 

"Pada saat itu, warga yang merantau banyak yang pulang, dan kalau wong desa itu, sadranan itu bakdonya wong gunung," kata Suparno, Selasa (24/5/2016).

Seusai berdoa, acara dilanjutkan dengan makan bersama. Tenong berisi berbagai macam makanan disantap bersama, dan setiap orang dipersilakan untuk mengambil makanan yang tersedia di tenong meskipun bukan miliknya sendiri.

Bagi warga Tunggulsari, ada kepercayaan, jika tenong mereka habis disantap warga, rezeki akan lancar.

"Kalau habis ya rezeki lancar, dari nenek moyang begitu," kata Warjo, salah satu warga.

Seusai makan bersama, warga kemudian menggelar silaturahmi dengan saling berkunjung ke rumah. Selain menyapa dan berbagi cerita dengan tetangga atau saudara, mereka pun makan bersama.

Bagi warga, semakin banyak tamu yang datang dan menyantap makanan mereka, rezeki akan selalu datang. Beberapa warga pun kadang mengundang dan mempersilakan tamu, meskipun dari luar desa, untuk singgah dan makan.

"Semunya gembira dan senang mendapat tamu, kita menjamu tamu, dan justru suasananya semakin akrab. Itu seharian penuh sampai malam, jadi warga menyediakan banyak makanan. Kadang kita pekewuh kalau enggak makan saat bertamu, dijamin pasti kekenyangan," kata Warjo.

Tahun ini, kata Suparno, kurang lebih ada 900 tenong yang dibawa ke makam. Lebih banyak dari tahun lalu.

"Intinya selain berdoa ke makam, kita sedekah dan berbagi dengan sesama," katanya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com