Kerusakan teluk
Beberapa temuan mamalia laut yang mati ini menunjukkan kerusakan habitatnya di perairan Balikpapan.
Koordinator Forum Pemerhati Teluk Balikpapan, Husen, mengatakan, kekeruhan air di teluk diyakini mengakibatkan kerusakan habitat.
“Hanya dalam 30 hari ada temuan tiga mamalia laut mati. Ditemukan pula satu penyu hijau tersesat di perairan permukiman warga namun bisa diselamatkan. Ini tanda bahwa habitat di teluk semakin kritis,” kata Husen.
Husen menduga pembangunan industri, permukiman, dan kota, khususnya pada daerah pesisir yang dicanangkan pemerintah kota dan provinsi mengabaikan ekosistem teluk.
Pembukaan lahan terus terjadi, termasuk di Buluminung, Penajam Pasir Utara. Perluasan KIK terus berlangsung. Belum lagi, kata Husen, pembangunan kebun sawit di hulu dari teluk makin gencar.
“Dampaknya sedimentasi yang luar biasa. Kebijakan pembangunan kita ini tanpa ada green belt. Mereka bisa jadi punya izin prinsip tapi tak punya Amdal. Kalau tidak ada penahannya, seperti buffer zone yang digembar-gembor pemerintah (BLH) selama ini, ya jadinya seperti ini,” kata Husen.
Warga dan masyarakat kecil diyakini menerima dampak terburuk. Masyarakat nelayan menjadi tumbal pertama sejak mereka kehilangan area tangkapan. Nelayan di tiga desa, yakni Jenebora, Pantai Lango dan Gresik, sudah kehilangan daerah tangkapan.
Husen mengatakan, kondisi ini harus dicarikan jalan keluar. Pemerintah mesti segera sadar sebelum terlambat.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.