Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Belum Pernah Kena Tilang? Main-Mainlah ke Kota Ini"

Kompas.com - 04/02/2016, 09:43 WIB
Abdullah Fikri Ashri

Penulis

KOMPAS.com Kendaraan roda dua milik Izan (26) tiba-tiba dihentikan beberapa saat setelah memasuki gerbang Kota Cirebon, Jawa Barat.

Di hadapannya, sudah ada sejumlah polisi dan pengendara lainnya. Siang itu, polisi setempat mengadakan razia kendaraan bermotor.

Tak ada tanda-tanda yang menunjukkan adanya pemeriksaan kendaraan di sekitar tempat pemeriksaan. Ia sempat bertanya tentang hal itu, termasuk surat tugas pemeriksaan kendaraan bermotor, tetapi tak direspons.

Sesuai dengan permintaan polisi, ia lalu menepi, memperlihatkan dokumen, seperti surat izin mengemudi dan surat tanda nomor kendaraan yang masih aktif.

Kendaraannya yang bernomor polisi wilayah Jakarta juga memenuhi persyaratan teknis, seperti adanya spion dan klakson. Namun, warga Tegal, Jawa Tengah, tersebut belum dapat melanjutkan perjalanannya.

"Katanya, lampu saya tidak nyala. Padahal, banyak juga motor yang tidak menyalakan lampu dan dibiarkan lewat," ujar Izan menceritakan kisahnya.

Menerima kesalahannya, ia lalu meminta slip tilang berwarna biru, yang berarti mengaku salah dan bersedia membayar denda di bank yang telah ditentukan. Namun, keinginannya tak diindahkan.

"Tidak ada slip biru. Belum ada kerja sama dengan bank," ujar Izan menirukan yang dikatakan polisi tersebut.  

Rasa lelahnya setelah menempuh jalan lebih dari 20 kilometer pun mulai berganti amarah. Nada suaranya meninggi. Dengan kedua alis nyaris menyatu, ia bersikeras meminta haknya. Sejumlah pengendara juga hanyut berdebat dengan polisi.

Entah apa kelanjutannya. Baginya, mengingat pengalaman tilang di Kota Cirebon sama saja menyulut emosinya.

"Saya tidak masalah ditilang, tetapi prosedurnya harus jelas, tidak membuat-buat kesalahan," ujar Izan yang mengaku sudah tiga kali ditilang selama tiga bulan tinggal di Cirebon.

Di media sosial, beberapa hari ini, kekecewaan terhadap proses tilang di "Kota Wali" tersebut merebak. Itu tampak dari meme, humor berupa gambar atau foto yang direkayasa. Ada aneka macam meme soal tilang di Kota Cirebon.

Salah satunya adalah foto gerbang selamat datang Kota Cirebon yang ditambahkan kalimat "Belum Pernah Kena Tilang? Main-mainlah ke Kota Ini".

Ada pula meme yang memperlihatkan tarif tilang di Kota Cirebon yang bervariasi, dari Rp 100.000 hingga Rp 500.000, plus lokasi penilangan.

Pengalaman netizen tentang tilang di Kota Cirebon pun tumpah ruah lewat media sosial. Pemilik akun Airlangga Iko Ruswanto, misalnya, menyindir.

"Mungkin polisi kurang piknik, biar lebih tahu mana yang melanggar lalu lintas mana yang tidak."  

Tidak hanya di dunia maya, sejumlah media daring hingga media cetak lokal turut memberitakan meme tersebut.

Entah siapa yang mulai. Bahkan, sebuah koran setempat mengambil judul, "Heboh Cirebon Kota Tilang" untuk berita itu.

Pada saat yang sama, sejumlah netizen menyambut positif operasi tilang oleh Kepolisian Resor Cirebon Kota. Meme dengan tulisan "Cirebon Bukan Kota Tilang" juga beredar.

Dalam meme yang diunggah pemilik akun Elan Eld itu berisi imbauan kepada pengendara untuk melaporkan oknum polisi yang mencari-cari kesalahan meski sudah memenuhi persyaratan ke Propam Polda Metro Jaya 021-5234469.    

Sesuai prosedur

Kapolres Cirebon Kota Ajun Komisaris Besar Eko Sulistyo, Rabu (3/2/2016), di Cirebon, mengatakan, tilang yang dilakukan oleh polisi sudah sesuai dengan prosedur, seperti adanya surat tugas dan penjelasan kepada pelanggar terkait kesalahannya.

KOMPAS/ABDULLAH FIKRI ASHRI Kota Cirebon mendapat sorotan dan dirundung para netizen dengan julukan Kota Tilang.
Pemeriksaan kendaraan bermotor, lanjutnya, digelar untuk mencegah berbagai kejahatan, seperti aksi perampokan. Terlebih lagi, begal motor cukup marak di kota seluas 37,35 kilometer persegi tersebut.

"Memang tilang terbanyak di Jawa Barat ada di Kota Cirebon," ujar Eko yang enggan menyebutkan angka pastinya.

Menurut dia, fakta tersebut membuktikan, ketaatan dalam berlalu lintas di Kota Cirebon perlu dibenahi.

Caranya, salah satunya, melalui tilang.

"Namun, kami menghargai setiap kritikan dan masukan oleh masyarakat. Jika ada oknum polisi yang melakukan penilangan tidak sesuai prosedur, silakan laporkan ke kami," ujarnya.

Hingga saat ini, menurut dia, belum ada laporan terkait oknum polisi yang dibicarakan di media sosial.

Protes masyarakat

Khaerudin Imawan, pengajar Ilmu Komunikasi di Universitas Swadaya Sunan Gunung Jati, mengatakan, sindiran di media sosial tersebut merupakan cara masyarakat mengkritik kinerja kepolisian, yang dalam ilmu komunikasi dikenal dengan teori pembelajaran sosial.

"Netizen memiliki pengalaman yang sama terkait tilang sehingga mereka ikut berpendapat di media sosial," ujarnya.

Namun, ia mengingatkan agar masyarakat tidak terjebak dengan pemberitaan, celotehan, maupun meme yang beredar terkait Kota Cirebon sebagai kota tilang.

"Belum tentu semua ungkapan maupun meme itu benar. Itu kan hanya rekayasa. Boleh jadi, ada kepentingan di belakangnya," kata Khaerudin.

Oleh karena itu, masyarakat sebaiknya menahan diri untuk tidak merekayasa fakta yang ada. Di satu sisi, terdapat jurang pemisah antara masyarakat dan polisi sehingga sebagian orang memilih menumpahkan keluh kesahnya di media sosial, padahal polisi sudah menyediakan ruang pelaporan.

Cirebon Kota Wali

Menurut dia, yang menjadi korban atas maraknya pemberitaan tersebut adalah masyarakat beserta sejarah Kota Cirebon. Sebagai Kota Wali, tempat para Wali Songo, Cirebon menjadi tempat peradaban yang religius, toleran, dan ramah.

"Mengatakan Cirebon sebagai Kota Tilang sama saja dengan merusak image Kota Wali," ucapnya.

Terdapat tiga keraton peninggalan Sunan Gunung Jati yang berusia berabad-abad silam di Cirebon. Hingga kini, berbagai pusaka peninggalan para wali masih lestari di sana.

Di Keraton Kasepuhan Cirebon, misalnya, terdapat sembilan piring milik para wali yang disebut tabsi.

Pusaka yang konon berumur lebih dari 500 tahun itu digunakan para Wali Songo saat bersilaturahim serta bermusyawarah membicarakan berbagai hal, seperti keumatan dan penyebaran Islam. Piring itu menjadi penanda kebersamaan para wali yang tempat tinggalnya tidak sama.

Kini, di era media sosial seperti Twitter dan Facebook, masyarakat memiliki caranya tersendiri untuk berbagi pengalaman dan perspektif.

Dengan meme, mereka meluapkan kemarahan dan protes sosial. Ada yang protesnya wajar, ada pula yang kebablasan.

Terlepas dari itu semua, pastikan surat-surat dan perlengkapan kendaraan Anda lengkap sebelum memasuki Kota Cirebon.

Jadilah pengendara yang bijak, keamanan berkendara nomor satu, itu berarti tak boleh berkendara sambil menyebar meme.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com