Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

ACC: Pemberantasan Korupsi Tak Sejalan dengan Nawacita

Kompas.com - 09/12/2015, 01:54 WIB
Kontributor Makassar, Hendra Cipto

Penulis

Kasus mandek di Sulselbar

Direktur Riset ACC Wiwin Suwandi menambahkan, selain kasus-kasus tersebut, ada pula kasus yang mandek di tangan kepolisian dan kejaksaan Sulselbar.

"Contohnya kasus korupsi gerakan peningkatan produksi dan mutu kakao nasional pada Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Luwu yang sumber pembiayaannya Dari APBN 2009 dengan kerugian negara Rp 5,4 miliar," ujar Wiwin.

Dalam menangani kasus ini, Kejati Sulselbar mengeluarkan surat penghentian penyidikan pada Juli 2012. (Baca: Ruki Dianggap Gagal Selamatkan KPK dari Upaya Pelemahan)

Kasus ini menyeret tiga tersangka yang dua di antaranya telah divonis. Satu tersangka lainnya, yakni Saleh Rahim, hingga saat ini belum diproses di pengadilan.

Kasus lainnya yang disoroti ACC adalah kasus bansos Sulsel 2008 yang menyeret dua tersangka dari pihak eksekutif, yakni Andi Muallim dan Anwar Beddu.

Kasus ini juga menyere empat tersangka dari pihak legislatif, yakni Adil Patu, Mustagbir Sabri, Kahar Gani dan Mujiburrahman.

Terkait lasus ini, menurut Wiwin, hasil audit BPK menunjukkan adanya proposal dana bansos fiktif dengan kerugian negara Rp 8,8 miliar.

Namun, lanjut Wiwin, Kejati Sulselbar melakukan tebang pilih dengan tidak mengusut aktor lain yang diduga terlibat. (Baca juga: Kapolri: Perlu Ada Kriteria Keberhasilan Pemberantasan Korupsi)

Bukan hanya itu, ACC mengkritik penanganan laporan terkait indikasi penyelewenangan dana bansos Kabupaten Sidrap 2011-2012.

BPK Sulsel menyatakan, ada dana yang tidak dapat dipertanggungjawakan peruntukannya yang merugikan negara sebesar Rp 4 miliar lebih.

Tetapi, lanjut Wiwin, hingga saat ini kasus tersebut tidak jelas penanganannya. ACC telah melaporkan kasus ini sejak 2013 ke Kejaksaaan Tinggi Sulsel.

Selain itu, ACC menyoroti kasus logistik KPU Sulsel 2013. Menurut Wiwin, ada indikasi permainan lelang dalam pengadaan logistik KPU tersebut.

Dugaan ini, lanjut Wiwin, diperkuat dengan putusan KPPU Nomor 10/KPPU-L/2014 yang menyatakan adanya indikasi kerugian negara Rp 5,6 miliar. (Baca juga: Kuatkan KPK dan Selalu Berantas Korupsi di Indonesia)

Kasus lainnya adalah pengadaan alat laboratorium bahasa Dinas Pendidikan Kabupaten Wajo 2011 yang diduga merugikan keuangan negara Rp 1,1 miliar.

Terkait kasus ini, ACC menyoroti langkah Kejaksaan Tinggi Sulselbar yang menganulir status tersangka Syarifuddin Alrif.

"Padahal sudah ada kerugian negara Rp 1,7 M dengan 3 tersangka dan kasusnya mandek," urai Wiwin.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com