Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sidang Kasus Perampokan Emas di PN Blitar Diwarnai Gelak Tawa

Kompas.com - 26/11/2015, 06:30 WIB

BLITAR, KOMPAS.com - Seharusnya jalannya sidang di PN Blitar, Jawa Timur, Rabu (25/11/2015) berlangsung serius.

Sebab sidang itu menghadirkan tiga ABG yang menjadi terdakwa dalam kasus perampokan emas seberat 3 kg.

Nyatanya, jalannya sidang dipenuhi gelak tawa, terutama saat ketiga terdakwa memberikan kesaksian mereka.

Mereka adalah Febri (15), Risma (17), dan Andre (17), ketiganya warga Desa Kipeng, Kecamatan Gondang, Tulungagung.

Dalam kesaksiannya, ketiga remaja justru mengundang gelak tawa para hakim dan pengunjung.

Seperti saat Rais Taroji SH Mh, Ketua Majelis Hakim PN Blitar, menanyakan alasan kehadiran ketiga remaja itu di ruang sidang.

"Saya dipanggil pak polisi, pak hakim karena merampok," tutur Febri, saat jadi saksi atas teman-temannya di PN Blitar, Rabu (25/11).

Mendengar jawaban itu, hakim Rais geleng-geleng kepala.

"Lho, merampok. Berarti kamu ini kecil-kecil cabe rawit. Lah kamu ini kan masih kecil, terus tugas kamu apa saat merampok toko emas dulu," tanya hakim.

Menurut Febri, dia bersama Risma bertugas mengawasi toko emas yang menjadi sasaran perampokan.

Saat itu, yang menjadi sasaran adalah Toko Emas Janoko, yang berada di depan Pasar Kutukan, Kecamatan Garum.

Setelah diamati dan dianggap situasinya aman dan tak ada polisi di sekitar pasar, Febri melaporkan situasi itu ke Andut, yang tak lain adalah pimpinannya.

"Saya bagian monitor lokasi pak hakim. Caranya, saya duduk-duduk di depan toko emas itu. Selanjutnya, saya melapor dengan menelpon ke Mas Andut, kalau situasinya aman," ujarnya.

Ditanya hakim, berapa bagian yang diterima Febri dari hasil perampokan emas itu, Febri mengaku, mendapatkan jatah Rp 10 juta.

Namun, uang tersbeut sudah habis untuk digunakan membeli minuman keras.

"Itu saya belikan minuman yang bermerek dan ada stempel depkes-nya (departemen kesehatan), pak hakim. Tiap hari habis dua botol," paparnya, yang disambut tawa hakim dan pengunjung sidang.

Meski dapat bagian uang yang cukup besar, namun Febri mengaku orangtuanya tak mengetahui hal tersebut.

Sebab, uang Rp 10 juta itu disimpan di dalam sebatang paralon, yang ada di belakang rumahnya.

"Kalau mak saya (ibu) tahu, justru saya dimarahi. Ia akan curiga dan tanya yang nggak-nggak. Sebab, saya belum kerja, dan sekolah saja protol kelas dua SMP," ujarnya.

Menurut hakim, Febri bisa dipenjara selama tiga tahun lima bulan. Hukuman itu belum termasuk aksi perampokan toko emas lainnya, antara lain di Pasar Brebek, Nganjuk.

"Apakah Anda menyesal?" tanya hakim Rais.

"Iya pak hakim, saya menyesal. Kalau saya keluar, saya nggak ingin mengulangi lagi, dan saya kepingin belajar mengaji," kata Febri.

Dari delapan perampok emas itu, Febri, Risma dan Andre telah dijatuhi vonis.

Febri dan Andre masing-masing divonis hukuman penjara 3 tahun lima bulan, sedang Risma divonis 4 tahun enam bulan.

Siang itu mereka dihadirkan sebagai saksi atas lima terdakwa, yang tak lain temannya merampok.

Mereka Andut Prasetyo, Arif, Imam Samsuri, Nizar Ismail, dan Gaguk Susanto.

Dari keterangan saksi itu, hakim menyatakan, kAndut pimpinan kelompok itu karena lima kali perampokan toko emas, Andut selalu terlibat.

"Apakah Anda keberatan atas keterangan saksi kalau Anda sebagai gembongnya?" tanya hakim Rais.

"Nggak pak hakim," papar hakim Rais.

Sidang siang itu, merupakan sidang pertama buat lima pelaku lainnya. Sebab sidang sebelumnya, JPU menghadirkan penadah emas, yakni Oni Sugara dan Hartono.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com