Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Sudah Asap, Abu Lagi, Mata Perih, Susah Napas, Rusak Paru-paru Awak"

Kompas.com - 23/10/2015, 20:02 WIB
Kontributor Medan, Mei Leandha

Penulis

MEDAN, KOMPAS.com — Doisi Situmorang (30), warga Padang Bulan Medan, heran karena suasana di daerah sekitar rumahnya berkabut.

"Ini mendung atau asap ya?" katanya.

"Tinggal malam yang masih kita tahu. Kalau pagi sampai sore, semua kayak mendung. Semua berasap," katanya, Jumat (23/10/2015).

Staf LSM ini mengaku sudah resah dan terganggu dengan asap. Dia harus memakai masker ke mana-mana.

"Sudah asap, abu lagi. Mata perih, susah napas, rusak paru-paru awak," katanya.

Begitu juga dengan Rosdiana. Dia merasakan sesak napas sejak sepekan lalu. Pekerjaan sebagai karyawan swasta produk makanan mengharuskannya harus wara-wiri keliling Kota Medan dengan sepeda motor.

"Aku malas pakai masker, mengganggu dan sesak napasku. Rupanya makin sesak kena asap abu. Terpaksalah pakai masker. Sudah ke dokter, katanya gejala ISPA," ujar warga Setia Budi, Medan, ini.

Rumiati, ibu rumah tangga di Kota Binjai, juga mengaku merasakan hal yang sama.

"Mana jemuran tak kering-kering. Anakku batuk terus sudah dua bulan. Entah kena ISPA dia," ucapnya kesal.

Banyak lagi kerugian yang terjadi, mulai dari petani yang gagal panen atau tidak bisa menjemur hasil panennya, seperti kopi dan padi. Belum lagi banyaknya jadwal penerbangan yang harus tertunda.

Terkait hal ini, sejumlah warga Kota Medan membentuk Aliansi Warga Sumatera Utara Anti Asap (Awas Asap) untuk menampung keberatan warga yang merasa terganggu dengan asap. Sudah 15 lembaga dan ratusan orang bergabung mewakili 12 juta warga Sumut.

Mereka menilai negara gagal melindungi warganya dan jaminan hak atas lingkungan hidup yang sehat dan aman sebagai hak dasar manusia. Aliansi ini mendorong Pemerintah RI dan Pemerintah Sumatera Utara untuk melahirkan kebijakan, regulasi, dan upaya pemulihan yang memastikan persoalan bencana asap bisa diselesaikan.

Gerakan masyarakat ini akan melakukan gugatan citizen lawsuit. Posko pengaduan dan pendaftaran warga Sumatera Utara yang merasa dirugikan akibat asap sudah dibuka di Sekretariat Walhi Sumut dan Pusham Universitas Negeri Medan.

"Kami sedang mempersiapkan notifikasi citizen lawsuit warga Sumut menolak asap kepada negara serta pihak-pihak terkait. Silakan bergabung bagi yang merasa dirugikan. Persoalan asap tidak hanya dengan mematikan titik api, tetapi sanksi hukum yang tegas dan implementasi dari UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Lingkungan Hidup," kata Jimmy Panjaitan dari Komunitas Peduli Hutan Sumatera Utara.

Jimmy yang menjadi inisiator Awas Asap ini mengatakan, bencana asap sudah menjadi langganan Sumatera Utara tiap tahun sejak 18 tahun lalu. Ini tidak lepas dari gampangnya pemberian izin konsesi dan HGU kepada para korporasi serta mudahnya membakar hutan untuk memangkas ongkos pembersihan lahan (land clearing).

Pemerintah terlalu lamban dan lembek menyikapi dan mengambil tindakan terhadap asap sehingga kerugian yang diderita warga negara menjadi tak terhitung banyaknya.

"Kerugian terhadap lingkungan tak akan bisa tergantikan, bagaimana lagi kerugian yang di alami warga? Ini masuk notifikasi citizen lawsuit itu. Tidak ada upaya serius pencegahan, cuma upaya pemadaman. Kalau api memang harus dimatikan," ucapnya.

Mengenai tindakan tegas yang harus dilakukan pemerintah, dia menjawab soal perketatan izin-izin baru. Ada mekanisme yang mengatur setiap perusahaan untuk mencegah kebakaran hutan. Aturan saat ini tidak cukup, tetapi aturan yang ada saja implementasinya mandek.

"Tidak cukup Undang-Undang Perkebunan yang mengatur saksi pidana. Harus ada tindakan tegas pemerintah. Kita keberatan dengan asap. Kita akan menuntut pemerintah lewat citizen lawsuit. Ini gugatan warga negara kepada negara yang lalai dan membiarkan," kata Jimmy.

Sebelumnya diberitakan, selain Kota Medan, kabupaten dan kota, seperti Humbang Hasundutan, Tapanuli Utara, Tobasa, Danau Toba, Padang Lawas, Tapanuli Tengah, Nias, Sidimpuan, Deli Serdang, Binjai, dan Karo tertutup asap.

Meski otoritas Bandara KNIA menyatakan belum ada penundaan keberangkatan ataupun kedatangan, sejumlah penerbangan terpaksa ditunda.

Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Wilayah I Medan menyatakan, ketebalan asap mencapai 377 mikrogram per meter kubik. Kabid Data dan Informatika BMKG Wilayah I Medan Sunardi mengatakan, kondisi ini masuk level bahaya. Peningkatan ketebalan asap karena bertambahnya jumlah titik api.

Ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Kota Medan dr Ramlan Sitompul Sp THT-KL mengingatkan masyarakat agar mewaspadai ancaman penyakit yang ditimbulkan akibat asap yang tak sehat.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com