Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kisah Pedagang Kelontong Tabung Rp 20.000 Per Hari demi Naik Haji

Kompas.com - 26/08/2015, 16:00 WIB
PALEMBANG, KOMPAS.com — Niat naik haji Amir Hamzah (71), warga Jalan Puncak Sekuning Palembang, untuk menunaikan rukun Islam kelima akan segera terwujud. Melalui embarkasi Palembang, dia akan terbang ke Tanah Suci pada 9 September 2015.

Mimpi itu dipupuknya selama 30 tahun berjualan di atas gerobak yang disulapnya menjadi warung kelontong dengan mengumpulkan keuntungan sedikit demi sedikit. Berkat kegigihannya itu, Kuyung Amir, begitu dia kerap disapa, akhirnya bisa mewujudkan cita-citanya.

"Saya jualan dari tahun 1985, baru bisa daftar haji tahun 2010, dan alhamdulillah bisa berangkat tahun ini," ujar Amir, Selasa (25/8/2015), saat ditemui di warung kelontongnya di Jalan POM XI Palembang.

Sembari menunggu pembeli datang, dia selalu mengulang bacaan haji yang telah diajarkan supaya sebelum berada di Tanah Suci sudah fasih mengucapkan kalimat tersebut.

"Mengulang-ulang lagi bacaan, takutnya lupa," katanya.

Sesekali, dia harus menghentikan bacaannya karena ada pembeli yang datang, kemudian melanjutkan lagi. Ya begitulah setidaknya aktivitasnya menjelang keberangkatan.

Saat ditemui, bacaannya tersendat-sendat karena pria yang memiliki 12 cucu ini lupa membawa kacamata.

"Maklum usia sudah tua," candanya.

Rp 20.000 per hari

Amir menuturkan, untuk bisa berangkat haji, ia harus menyisihkan uang sebesar Rp 20.000 per hari. Selebihnya, ia sisihkan untuk keperluan rumah dan modal berdagangnya.

"Namanya juga berjualan, kadang lagi dapat, begitu juga sebaliknya kalau lagi sepi," katanya.

Barulah pada tahun 2010, dia mendaftarkan diri untuk bisa naik haji. Uang yang harus disetorkan setiap bulan ke bank adalah sebesar Rp 600.000.

Dulu, dia harus berjualan mulai pukul 07.00 WIB hingga pukul 00.00 dini hari untuk mencukupi kebutuhannya. Namun, karena sekarang kondisi sudah tidak semuda dulu, ia batasi hingga pukul 16.00 WIB.

"Alhamdulillah kalau niatnya mau haji, rezekinya ada-ada saja," katanya.

Tak terasa matahari perlahan turun. Waktu menunjukkan pukul 16.00. Sudah beberapa jam berlalu dari sesi wawancara. Amir pun mulai bergegas membereskan barang dagangnya.

Dengan dibantu anak bungsunya, Rita (33), dia mulai mendorong gerobak untuk pulang ke rumah.

Setelah 15 menit berjalan kaki, mereka tiba di sebuah rumah panggung yang relatif tua. Di tempat ini, Amir tinggal bersama Rita. Istrinya sudah sekitar tiga tahun lalu meninggalkannya.

Hasil keringat sendiri

Di rumah ini pula, semua keperluan haji terlihat. Amir sudah mulai mempersiapkan dari pakaian, peralatan mandi, dan keperluan terkait kesehatan.

"Saya sudah siap, tidak sabar lagi mau berangkat," katanya.

Rita mengatakan, ayahnya bisa berangkat haji dari hasil keringatnya sendiri. Padahal, menurut dia, saudara kandungnya, anak-anak Amir, banyak yang telah bekerja menjadi polisi, bidan, dan pegawai di instansi pemerintah.

"Ayah menolak kalau dibantu anak karena ia merasa uang hasil jualan cukup," katanya.

Melalui warung kelontong itu juga, Rita mengatakan ayahnya telah menyekolahkan anak-anaknya.

"Alhamdulilah anak-anaknya sarjana semua," ujar Rita.

Rita sangat bersyukur bahwa ayahnya bisa menunaikan ibadah haji. Dia berharap ayahnya bisa menjadi haji mabrur.

"Akhirnya, waktu yang dinantikan ayah tiba juga. Saya hanya berharap ayah baik-baik saja di sana," katanya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com