Dupa yang dipergunakan untuk sembahyang di klenteng-klenteng di Semarang tersebut, ternyata berasal dari sebuah desa kecil di Demak, yakni Desa Waru, Kecamatan Mranggen.
Ada tiga perajin di desa yang berjarak 20 kilometer dari Semarang itu. Salah satunya pasangan suami istri Suparno (60) dan Sunarti (55). Mereka sudah lebih dari 20 tahun memproduksi peranti ibadah bagi umat Konghucu.
Setiap hari, Sunarti bersama suaminya mampu memproduksi 3.000 batang samkai atau hioswa besar, dan 70 kilogram hioswa kecil yang berisi 350-400 batang. Harga satu batang samkai berkisar Rp 200-Rp 1.500, tergantung ukurannya. Sedangkan hioswa kecil Rp 10.000 per kilogram.
Ketika membuat hioswa diperlukan bahan baku serbuk kayu jati, kalsium, dan lem. Bahan-bahan tersebut kemudian dicampur menjadi satu adonan. Kemudian, adonan itu direkatkan di batang bambu, sesuai diameter yang diinginkan.
Hioswa yang telah terbentuk kemudian diberi warna dan dijemur serta dibolak-balik hingga benar-benar kering. "Kalau cuacanya bagus, dua sampai empat hari sudah bisa dipasarkan," kata dia. "Alhamdulillah, berkah Imlek tahun ini kita kebanjiran order hioswa," kata dia, Kamis (12/2/2015).
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.