Percakapan kami--reporter Kompas.com, Fabian Januarius Kuwado bersama fototografer Fikria Hidayat, dan Kristianto Purnomo--dengan sejumlah prajurit TNI di pos ini pun terhenti. Tak berselang lama, seorang prajurit berlari ke arah kami dan mengatakan, "Si Agus dapat biawak."
Mendengar kabar itu, kami pun bergegas beranjak menuju bagian belakang pos. Kapan lagi melihat biawak ditangkap? Di sana Pratu TNI Agus Yulianto terlihat sedang memegang seekor biawak kecil. "Dia masuk ke pukat yang kami pasang," ujar dia.
"Dimakan enak, ini. Sayang banget masih kecil. Dipelihara saja tunggu sampai gede," timpal prajurit lain yang mengitari Agus. "Paling enak dibakar," timpal yang lain.
Di tengah hiruk pikuk kegembiraan mendapatkan bahan lauk itu, saya tergelitik dengan pukat yang sebelumnya disebut Agus.
Saya pun bertanya kepada prajurit yang berdiri paling dekat untuk apa mereka memasang pukat itu. "Ya buat tangkap ikan, buat tambahan lauk. Di sini kalau beruntung ikannya dapat gede-gede," jawab dia.
Telur istimewa
Sertu TNI Hardika Sheila ini mengatakan, logistik tak bisa dikirim ke pos ini lewat helikopter karena lokasinya tidak memungkinkan diterbangi helikopter. Para anggota TNI di pos ini harus mendatangi Pospamtas lain yang terdekat untuk bisa mendapatkan logistik itu.
Namun, perjalanan ke pos terdekat yang bisa mendapat kiriman logistik memakai helikopter tersebut makan waktu satu hari penuh. Karena itu, bukan kejadian jarang, pos ini kehabisan logistik.
Satu-satunya cara untuk tetap bisa makan cukup layak adalah dengan berkebun, menangkap ikan di sungai, dan berburu binatang liar di hutan. Biawak adalah salah satu yang bisa didapatkan di sini. Untuk membeli makanan di desa, mereka tak punya cukup uang karena mahalnya harga barang dan kebutuhan.
Tiga jam tak terasa kami sudah bercengkerama dengan para prajurit di Pospamtas Desa Betaoh. Hari sudah melewati rembang petang, ketika sesosok tentara lagi tiba di pos ini. Dia langsung duduk di kursi kayu dan melepas sepatu, lalu dikenalkan kepada kami sebagai Sersan Kepala TNI Hendra, Komandan Pospamtas Desa Betaoh.
Seperti sebelumnya diakui oleh anggota pasukannya, Hendra tak menampik bahwa sejak bertugas di sini belum pernah memeriksa kembali patok batas Indonesia-Malaysia. (Baca: Pos Perbatasan: Bermula dari Jalur Tikus, Sekarang Tak Punya Biaya...)
Hendra juga tak menyangkal bahwa untuk menyambung hidup di tempat tugas ini, prajuritnya harus berkebun, menangkap ikan, dan berburu. "Ya beginilah, Mas. Kami jalani saja," ujar dia. (Baca juga: "Menyelami" Rupa Pos Perbatasan Indonesia Malaysia)
Kami hanya bisa terdiam mendengar penuturan langsung para tentara ini. Hendra membuyarkan keheningan beberapa saat itu dengan mengajak kami makan. "Kalau ke sini harus nyobain masakan tentara. Ayo kita makan malam. Seadanya saja," ajak dia.
Rupanya, selagi kami mengobrol, berenang, dan terpesona dengan biawak, sebagian prajurit di pos ini memasak. Menu makan malam kami kali ini adalah nasi dengan sayur nangka, sayur pakis hutan, mi instan, dan telur dadar.