Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pradaksina Borobudur dan Harapan untuk Pemimpin Ketujuh Indonesia

Kompas.com - 17/10/2014, 08:55 WIB
Kontributor Magelang, Ika Fitriana

Penulis

MAGELANG, KOMPAS.com – Puluhan seniman dari berbagai kota melakukan pradaksina atau mengelilingi Candi Borobudur di Kabupaten Magelang, Jawa Tengah. Pradaksina sebagai bentuk penghormatan tertinggi pada Yang Maha Kuasa dengan media Candi Borobudur sebagai satu dari tujuh pusat energi di bumi.

Agung Begawan Prabu, Koordinator Pradaksina, menjelaskan candi Borobudur diyakini sebagai Cakra Mandala Bumi atau satu dari tujuh pusat energi terkuat di bumi. Pradaksina yang dilakukan sebanyak tujuh kali sambil berdoa itu, mereka meminta pengembalian kemakmuran Nusantara seperti pada masa Kerajaan Majapahit dibawah kepemimpinan Mahapatih Gadjah Mada.

“Aksi ini sebagai bentuk 'nagih janji' dari Mahapatih Gadjah Mada bahwa, Nusantara akan kembali makmur setelah dipimpin tujuh raja atau pemimpin selama 700 tahun. Tidak lama lagi, Indonesia akan dipimpin oleh presiden ke-7, Joko Widodo yang kami harap janji itu akan terwujud,” kata Agung, Kamis (16/10/2014) malam.

Selain diikuti oleh para seniman, Pradaksina itu juga diikuti oleh kalangan spiritualis, budayawan, dan masyarakat umum. Di akhir ritual, tiga perwakilan peserta naik ke puncak candi terbesar umat Budha itu untuk berkeliling tujuh kali dan diakhiri sembahyang.

Ritual yang dipimpin oleh budayawan Detik Wicaksana dan Christina Fong itu dikawal oleh petugas keamanan setempat. “Selama pradaksina ini kami mengambil energi positif dari situs warisan dunia ini. Energi ini kemudian dipancarkan ke langit melalui ritual di atas puncak Gunung Tidar Kota Magelang,” imbuh Agung.

Budayawan sekaligus pemimpin ritual, Detik Wicaksana menambahkan, pradaksina ini dilakukan sebagai upaya menyambut era baru bangsa Indonesia dengan penuh optimisme.

Menurut dia, rakyat saat ini benar-benar merindukan sosok yang tidak hanya cakap dalam memimpin, akan tetapi juga sebagai pengayom bagi seluruh rakyat Indonesia dan penyeimbang kekuatan alam.

“Belakangan banyak terjadi pemberontakan, pihak-pihak yang menggugat kepemimpin yang tidak pro rakyat. Hal itu tidak lain karena rakyat merasa pemimpin mereka tidak lagi sebagai pengayom,” kata dia.

Ritual serupa pernah pernah dilakukan di Candi Sewu, Kecamatan Prambanan, Kabupaten Klaten dan Candi Wukir, Kecamatan Salam, Kabupaten Magelang. Rencananya, ritual ini akan digelar rutin setiap bulan. “Kita ingin,semua itu akan berbalik ke cita-cita nenek moyang dulu bahwa Nusantara akan kembali berjaya. Bangsa Indonesia akan benar-benar makmur,” ujar dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com