Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mitos Naga Penjaga Sumber Air Terakhir...

Kompas.com - 17/06/2014, 09:59 WIB
Kontributor Bengkulu, Firmansyah

Penulis

BENGKULU, KOMPAS.com - Bagi masyarakat modern kesadaran untuk melakukan sesuatu yang terinspirasi dari legenda, bahkan mengarah pada mitos, seringkali dicemooh. Biasanya hal itu dinilai tak rasional dan ilmiah.

Namun tidak demikian halnya dengan masyarakat Desa Tanjung Beringin, Kecamatan Air Nipis, Kabupaten Bengkulu Selatan, Bengkulu. Mitos mereka jalankan dalam menjaga serta melindungi sumber mata air terakhir di wilayah itu.

Wajah Datuk Budin (69) di usia senja masih berseri, dengan rambut penuh uban, peluh tampak bercucuran di dahinya saat ia mengajak Kompas.com berjalan menuju sebuah danau yang berada di ketinggian kampung.

Danau tersebut dikenal dengan nama Danau Kuranding, sebuah tempat penampung air yang terbentuk secara alamiah atau lazim disebut daerah tangkapan air. Danau itu terletak berbatasan dengan Hutan Lindung Bukit Riki dan hutan produksi. Namun lokasi itu masih dalam kawasan Desa Tanjung Beringin.

Danau Kuranding merupakan sebuah sumber dan benteng mata air terakhir milik warga Bengkulu Selatan. Danau ini memiliki multi manfaat bagi ribuan jiwa warga, setidaknya 3.000 hektar sawah dan ratusan kolam ikan menggantungkan suplai air dari danau tersebut.

Maklum, kawasan ini merupakan penghasil beras mutu terbaik di Bengkulu. “Kami begitu takut dan khawatir jika danau tersebut rusak dan tak mengaliri air bagi sawah, kolam ikan dan kebutuhan warga, karena air danau dalam satu hektare sawah bisa mendapatkan 4,6 ton beras per enam bulan, ini sumber air terakhir yang dimiliki, ya, semacam tabungan airlah,” kata Datuk Budin, Minggu (15/6/2014).

Kekhawatiran Datuk Budin diamini Kepala Desa Tanjung Beringin, Tusmin dan beberapa warga lain yang secara kebetulan ikut mengantar Kompas.com menuju Danau Kuranding. Secara garis besar, warga menganggap Danau Kuranding merupakan sumber penghidupan mereka.

Danau Kuranding memiliki luas total sekitar 18 hektare termasuk dengan hutan di sekelilingnya. Sementara, jika luas danau yang hanya digenangi air sekitar 10 hektare. Danau ini selain dikeliling pepohonan juga banyak ditemukan tumbuhan rawa. Sungguh, tempat yang baik untuk ikan bersarang dan bertelur.

Tak mudah untuk mendekati danau tersebut apalagi bagi pendatang. Warga setempat langsung menginterogasi kepentingan apa yang melandasi kunjungan ke lokasi tersebut.

Bowo Tamtulistio salah seorang pegiat lingkungan hidup Bengkulu mengisahkan sekali waktu ia menggelar penanaman pohon di sekitar danau. Namun karena ada beberapa warga yang tak  mengetahui acara tersebut, dia pun langsung diinterogasi.

“Beruntung setelah dijelaskan tujuan acara warga justru mendukung,” kata Bowo.

Lalu sebenarnya hal apa sehingga membuat warga setempat begitu protektif terhadap kawasan air tersebut?

Legenda Danau Kuranding
Datuk Budin mengemukakan ada legenda yang melekat di hati warga mengenai Danau Kuranding. Pada tahun 1.013 tersebutlah sebuah kisah yang dituturkan dari mulut ke mulut. Sehingga, tak semua warga memahami kisah tersebut secara menyeluruh.

Di kampung tersebut, hanya Datuk Budin yang mengenal cerita itu secara fasih lalu ia tuturkan secara temurun kepada generasi berikutnya. Danau Kuranding berasal dari nama seorang pria, ia berasal dari Kampung Anak Dusun Tinggi, sebuah dusun tua tak jauh dari Desa Tanjung Beringin.

Kuranding tersebut hendak menikahi seorang perempuan yang ia cintai bernama Keraduk. Keraduk sebagai calon mempelai perempuan meminta mas kawin dari Kuranding berupa satu kulak mata ikan atau setara dengan tiga kilogram mata ikan.

Sebuah permintaan yang cukup berat memang. Namun dengan segala upaya akhirnya Kuranding mampu mengumpulkan sejumlah mata ikan sesuai permintaan Keraduk. “Itu tugas berat dari mempelai perempuan dan dilakukan oleh Kuranding,” kata Datuk Budin yang mengaku berteman baik dengan Almarhum Mbah Marijan, juru kunci Gunung Merapi itu.

SIa melanjutkan setelah berkeliling, akhirnya didapatilah sebuah kolam berukuran 10x10 meter persegi yang penuh dengan ikan. Dari kolam itulah, Kuranding mampu mengumpulkan tiga kilogram mata ikan sesuai permintaan Keraduk.

Belakangan kolam tersebut terus membesar dan menjadi danau hingga saat ini tempat Kuranding menemukan ikan yang banyak itu diberi nama Danau Kuranding. Selanjutnya, usai menikah pasangan ini silam (hilang secara gaib).

Menurut cerita juga, Kuranding hilang berubah wujud menjadi naga yang menghuni dasar danau, sedangkan Keraduk menjadi elang yang hidup di atas pohon sekitar danau. “Hilangnya pasangan ini persis seperti silamnya kerajaan Kediri atau Majapahit, tak diketahui di mana posisi hilangnya,” lanjut Datuk Budin yang pada 17 Agustus 2014 nanti berusia tepat 70 tahun.

Soal ular naga ini, Irni (53) salah seorang pencari ikan di danau tersebut kerap menemui ular tersebut. “Kalau mencari ikan di danau dan tangkapan kita banyak melebihi kebutuhan maka ular itu akan muncul sebesar pohon kelapa, hanya badannya saja yang diperlihatkan, jika ia muncul itu pertanda kita diminta untuk segera menghentikan mencari ikan karena dinilai sudah cukup jangan berlebihan,” kata Irni.

Tak hanya Irni, banyak warga yang kerap melihat ular yang menurut keyakinan warga adalah naga itu. "Keyakinan warga itu adalah jelmaan dari Kuranding namun ular itu tak pernah memperlihatkan kepalanya, ia hanya melata memperlihatkan tubuh lalu tenggelam lagi," kata warga lain.

Meski diyakini terdapat ular berukuran besar di danau itu, namun warga setempat tak takut untuk mencari ikan menggunakan rakit berhari-hari karena sepanjang sejarah tak pernah ular tersebut menggangu warga.

Ada satu pesan pasangan Keraduk dan Kuranding sebelum silam atau hilang secara gaib. Mereka menegaskan agar danau tersebut dimanfaatkan pada saat musim peceklik saja, cukup untuk makan sehari-hari serta membayar utang bagi warga yang terlilit utang, dan jangan dirusak.

“Masa dulu petani bersawah hanya satu tahun sekali jadi pada saat peceklik danau ini menjadi alternatif dengan mencari ikan, ikannya banyak sampai sekarang,” tambah Datuk Budin.

Kefasihan Datuk Budin menceritakan legenda dan pesan kearifan lokal tersebut kerap mengundang rasa ingin tahu baik itu dari kalangan pejabat hingga masyarakat awam. Tak jarang Datuk Budin diundang oleh kepala daerah atau pejabat tinggi lainnya untuk mendengar kisah tersebut.

Sayangnya, pesan arif tersebut tak dicatat secara rapi dalam bentuk tulis, sehingga kearifan lokal tersebut akan turut pula sirna seiring menuanya Datuk Budin. “Ini cuma sejarah desa yang diwariskan secara bertutur tidak pernah dibukukan atau ditulis,” jelasnya.

Legenda tersebut ternyata menginspirasi warga setempat dengan membuat aturan tak tertulis untuk melindungi mata air misalnya warga dilarang mencari ikan menggunakan racun, membuang sampah di saluran sungai, dan menyentrum ikan.

Selain itu, warga tak diperkenankan membuka perkebunan di wilayah danau terutama lokasi yang masuk dalam kawasan Hutan Lindung Bukti Riki. “Jika ada yang melanggar akan dikenai sanksi mulai dari teguran hingga dipidana ke polisi,” celetuk Tusmin, Kepala Desa Tanjung Beringin.

Warga setempat tak begitu paham apa itu kelestarian lingkungan hidup, pengelolaan sumberdaya air, dan bahasa ilmiah lainnya untuk menjaga air, bagi mereka menjaga Danau Kuranding agar tidak rusak sangat penting, sama halnya menjaga sejarah, budaya dan kehidupan mereka dan generasi mendatang.

Hingga kini, Danau Kuranding merupakan embung (tabungan) air sekaligus sumber mata air bagi warga tersebut tetap terjaga dan lestari. Warga mengaku tak perlu aturan tertulis untuk melindungi mata air itu karena menurut mereka kesepakatan itu telah dipahami oleh seluruh penduduk.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com