Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pembunuh Berantai Itu Bernama Cukrik

Kompas.com - 16/01/2014, 08:21 WIB

Polisi pun menetapkan tiga tersangka, yaitu Khayati dan Atem sebagai pengecer serta Juyani sebagai pemasok. Minuman cukrik itu diduga diproduksi di Kabupaten Tuban, Jatim.

Juyani tinggal di Mojokerto dan memasok cukrik kepada Atem sebanyak 20 kardus setiap pekan. Setiap kardus berisi 12 botol dengan kemasan 1,5 liter yang dijual Rp 270.000 per kardus.

Oleh karena mudah didapat, Firyandi berkali-kali menasihati adiknya untuk berhenti minum minuman keras itu. Namun, seperti Binarto, Henry mudah terpengaruh ajakan temannya pula. Sebagian besar teman Henry adalah pekerja bangunan atau tukang becak. Sehari-hari Henry mengelola kios kue yang dirintis kakaknya. Henry juga sudah memiliki seorang istri.

Setelah meminum cukrik itu, Henry merasa mual dan pusing pada Selasa (7/1) malam. Ia pun dirawat di RS Bhayangkara dan RSUD Dr Soetomo, Surabaya. Namun, jiwanya tidak tertolong. Ia meninggal pada Rabu (8/1).

Belum juga sirna duka di Menanggal, korban minuman cukrik kembali berjatuhan: 1 orang di Kabupaten Madiun dan 3 orang di Kabupaten Pasuruan, Jatim, Sabtu (11/1). Polisi masih mendalami kasus terakhir ini.

Terus berulang

Peringatan terkait bahaya cukrik sebenarnya sudah muncul setelah 11 warga Surabaya dan 3 warga Kabupaten Gresik tewas akibat mengonsumsi cukrik pada September 2013. Polisi mendapatkan dua distributornya, yaitu Budi Utomo dan Doni Nugroho. Budi dan Doni mendapatkan cukrik dari Kota Surakarta dan Kabupaten Sukoharjo, Jawa Tengah.

Ismail, penjual cukrik yang membeli dari Budi, dalam sidang di Pengadilan Negeri Surabaya mengaku nekat menjual cukrik meski tahu tidak ada izinnya. ”Saya jual Rp 30.000 per botol ukuran satu liter. Saya sudah beli dari Budi selama setahun terakhir,” katanya.

Sosiolog dari Universitas Airlangga, Surabaya, Bagong Suyanto, mengatakan, cukrik bisa ada dan menjadi bahaya laten selama masih ada kemiskinan. Kasus cukrik ini pun muncul karena pola budaya subkultur masyarakat miskin. ”Meski tahu cukrik berbahaya, tetap saja diminum untuk menunjukkan keberanian. Jika tidak mati, mereka semakin bangga,” katanya.

Oleh karena itu, solusi atas kasus ini setidaknya melalui dua cara sekaligus. Pertama, polisi tumpas peredaran minuman keras ini. Kedua, negara berjuang memberantas kemiskinan. Jika tidak, cukriklah yang akan terus menghabisi generasi muda.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads

Copyright 2008 - 2023 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com