Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kisah Penyelamatan Nyawa Warga Baduy yang Terbentur Hukum Adat

Kompas.com - 18/12/2013, 17:07 WIB
Kontributor Bandung, Putra Prima Perdana

Penulis


BANTEN, KOMPAS.com
— Kisah pilu sekaligus unik datang dari sebuah negeri adat di pedalaman rimba Banten. Upaya kemanusiaan menyelamatkan nyawa seorang anggota suku Baduy Dalam yang terluka akibat kecelakaan terbentur aturan adat.

Don Hasman, peneliti suku Baduy selama 38 tahun terakhir, menceritakan, peristiwa ini terjadi di kampung yang secara administratif masuk ke wilayah Desa Kanekes, Kecamatan Leuwidamar, Kabupaten Lebak, Banten.

Ceritanya, pada 10 Agustus 2013 sekitar pukul 10.30 WIB lalu, Sanadi atau yang akrab disapa Sangsang oleh warga Baduy Dalam mengalami musibah. Ia jatuh dari ketinggian tujuh hingga delapan meter saat hendak mengambil daun sirih yang merambat di ujung sebuah pohon.

Sangsang terbanting ke tanah dengan posisi telentang dan muka menengadah ke langit. 

"Sangsang langsung digotong oleh sepuluh orang," tutur Hasman yang juga dikenal di dunia fotografi ini.

Sangsang terluka parah di bagian belakang tubuhnya. Dua ruas tulang ekornya rusak dan terlepas. Beberapa sarafnya putus. Benturan keras di tanah juga membuat luka menganga. Bahkan, sebagian tulang belakang dapat terlihat dari luka tersebut. 

"Selama ini Sangsang hanya menggunakan obat-obatan tradisional. Sementara luka luarnya terbuka, lebarnya sampai sebesar piring cangkir," terang Don Hasman. 

Luka tersebut membuat Sangsang menderita sampai saat ini. Tidur pun tak nyenyak. Ia harus menahan rasa sakit setiap malam.

Kabar tentang Sangsang kemudian beredar hingga keluar kampung terpencil itu. 

Terbentur adat

Menurut Don Hasman, salah satu rekannya, Lody Korua, yang beberapa minggu lalu baru pulang mengunjungi Baduy Dalam, menyampaikan kisah tentang Sangsang kepada Kepala Badan SAR Nasional yang juga pernah menjadi komandan Marinir, Letnan Jenderal TNI (Mar) M Alfan Baharudin.

Penderitaan Sangsang selama hampir lima bulan menuai simpati Alfan. Seizin Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Alfan menyiapkan segala macam prosedur penanganan medis untuk Sangsang dengan melibatkan enam dokter spesialis, seperti spesialis bedah dan spesialis saraf. 

"Alfan kemudian menugaskan untuk melakukan tindakan medis secepatnya. Korban diminta untuk dibawa ke RS Marinir, Cilandak. Semua sudah siap, termasuk heli jenis Bolco juga siap untuk menjemput Sangsang hari Kamis minggu lalu," paparnya.

Namun, penyelamatan Sangsang terbentur adat yang melarang warga adat keluar daerah. Tim penyelamat mencoba bernegosiasi dengan Jaro (pemimpin adat Baduy) untuk menjemput Sangsang menggunakan helikopter Bolco. Namun, permintaan itu ditolak.

Melalui beberapa kali negosiasi, akhirnya Jaro memberikan izin. Syaratnya, pengobatan dilakukan di tapal batas Desa Kanekes di seberang Dungai Cibarani, Kampung Cijahe, Kecamatan Cirinten, Lebak, Banten. 

Rumah sakit lapangan

Dengan segala macam pertimbangan kajian, akhirnya diputuskan untuk membuat sebuah rumah sakit lapangan sementara dengan memboyong peralatan medis canggih, termasuk dua mobil generator berdaya 60.000 watt untuk menunjang peralatan medis elektronik. 

Lagi-lagi, kendala datang. Setelah melakukan evaluasi seusai survei mekanisme penjemputan dari kediaman Sangsang menuju lokasi rumah sakit lapangan tersebut, nyawa Sangsang diprediksi tak terselamatkan sebelum tiba di meja operasi. 

Pasalnya, saat memasuki musim hujan, jalan setapak menuju Desa Kanekes sangat sulit karena akan dipenuhi lumpur. Akses ke kampung itu hanya bisa dilakukan dengan jalan kaki. Sangsang membutuhkan waktu enam jam untuk sampai ke lokasi tapal batas.

Masalah lainnya adalah soal higienis. Untuk penanganan operasi yang terbilang besar dan sulit, peralatannya harus benar-benar steril. Sementara di rumah sakit lapangan, tidak ada jaminan peralatan operasi steril. 

"Kita coba lagi untuk negosiasi dengan Jaro agar (Sangsang) bisa dijemput dengan heli, tetapi tetap tidak bisa. Dia (Jaro) bilang dapat ilham berupa bisikan gaib agar (Sangsang) tidak dibawa keluar," kata Don Hasman.

Akhirnya semua rencana penyelamatan nyawa Sangsang dihentikan karena dipandang tidak ada titik temu. Dengan luka yang parah dan tidak steril, nyawa Sangsang diprediksi tidak akan tertolong.

"Dokter mengatakan, Sangsang mungkin akan terserang paru-paru basah karena dia hanya bisa tidur tengkurap. Bahkan, kalau lukanya infeksi, bisa lebih cepat (ia meninggal). Padahal, kalau mau diobati di Jakarta, 95 persen dia bisa sembuh dan bisa jalan lagi sekitar 1,5 tahun ke depan," ucapnya. 

"Tulang ekornya bisa dikembalikan dengan menggunakan pen baja. Saraf-saraf yang putus juga masih dimungkinkan untuk disambung," tutur Don Hasman.

Tak mau melawan adat

Kini Sangsang masih terbaring lemah di rumahnya. Ia tak mau melawan hukum adatnya. Ia tahu, jika menerima tawaran penanganan medis ke luar kampung, ia akan terusir dari Baduy.

Saat tim penyelamat menemuinya dan menawarkan bantuan medis ke luar kampung, ia menggoyangkan tangan dan membenamkan mukanya ke alas tidur.

"Ya, sudah. Kami tidak bisa berbuat apa-apa. Kami pasrah saja. Adat memang tidak bisa dilawan, tetapi seharusnya itu bisa ditoleransi karena dia punya hak untuk tetap hidup," tutup Don Hasman di ujung teleponnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com