Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menyusuri Jejak Masuknya Tambang di Bengkulu

Kompas.com - 30/11/2013, 12:18 WIB
Kontributor Bengkulu, Firmansyah

Penulis

Banyak dalih, dan konflik bermunculan ketika aktivitas pertambangan batubara juga hadir di Bengkulu. Konflik agraria, sengketa lahan, rusaknya lingkungan hidup hingga rusaknya jalan utama milik Negara menjadi persoalan.

Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Bengkulu mencatat setidaknya lebih dari 50 perusahaan pertambangan yang telah mendapatkan izin eksplorasi maupun eksploitasi, Batubara, emas, dan pasir besi.

Sayangnya, hasil tambang ini tak satu pun dimanfaatkan untuk kepentingan dalam negeri. “80 persen produksi pertambangan di Indonesia, untuk memenuhi konsumsi negara-negara penyumbang karbon yang memicu pemanasan global seperti, Amerika Serikat, China, India, dan Singapura,” kata Direktur Walhi Bengkulu, Beni Ardiansyah, Sabtu (30/11/2013).

Periode Pasir Besi
Menginjak tahun 2000 satu persatu pengusaha pertambangan mendatangi Bengkulu, tidak saja untuk mencari emas, batubara, tapi mereka juga mencoba melakukan ekspansi mencari mineral dalam bentuk pasir besi.

Beberapa sumber menyebutkan kandungan pasir besi sebagai bahan utama pembuatan baja ini tersimpan miliaran kubik di perut bumi rafflesia itu. Ini terbentang mulai dari Kabupaten Kaur yang berbatasan dengan Lampung, hingga menuju pesisir Kabupaten Mukomuko yang melintasi pinggiran pesisir laut Bengkulu.

Beni melanjutkan, memiliki kekayaan tambang ibarat memiliki surga sekaligus menggenggam neraka. Sejarah pertambangan dunia mencatat tak satu pun negara di belahan bumi yang dimakmurkan oleh hasil tambang.

Provinsi Bangka Belitung sebagai ilustrasi. Provinsi ini tercatat telah 300 tahun berhasil memenuhi 40 persen kebutuhan timah dunia. Namun, apa yang diterima oleh provinsi ini selain pertumpahan darah dan lubang-lubang bekas galian yang bertebaran. Belum lagi rasa cemas yang menghinggapi warga, karena ancaman amblas yang tinggal menghitung waktu.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com