Salin Artikel

Imbas Kasus Korupsi di Babel, Harga Timah Dunia Meroket

BANGKA, KOMPAS.com - Harga timah dunia di bursa London Metal Exchange (LME) tercatat mencapai 32.353 Dollar Amerika per metrik ton, Minggu (14/4/2024) sore.

Kasus korupsi tata niaga timah yang menyasar sejumlah produsen Tanah Air tampaknya tak berpengaruh negatif di pasar global. Harga justru melejit karena pasokan terbatas.

Merujuk pada data grafis LME, harga yang tercatat hari ini naik drastis dibandingkan awal bulan atau tepatnya 2 April 2024 yang berkisar 28.000 USD per metrik ton.

Imbas kasus korupsi timah, banyak perusahaan di Indonesia yang tidak memproduksi timah sehingga pasokan global berkurang dan memicu meningkatnya harga timah dunia.

Pada 10 April 2024 harga timah sempat menyentuh 32.000 USD per metrik ton yang kemudian turun tipis 0.99 persen menjadi 31.689 USD. Selanjutnya Minggu (14/4/2024) harga kembali meroket menjadi 32.353 atau naik 2,10 persen.

Sekretaris Jenderal Asosiasi Penambang dan Pengolahan Pasir Mineral Indonesia (Atomindo) Rudi Syahwani menilai, kenaikan harga timah di pasar dunia murni karena faktor supply dan demand.

"Kasus tata niaga saat ini, justru banyak perusahaan di Indonesia yang tidak produksi sehingga pasokan global berkurang," kata Rudi saat dihubungi, Sabtu (13/4/2024).

Rudi memperkirakan, sebelum kasus yang ditangani kejaksaan mencuat, ada lebih dari 20 perusahaan yang memproduksi dan ekspor timah.

Saat ini diperkirakan tersisa tiga perusahaan yang eksis seiring disetujuinya Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) perusahaan oleh pemerintah.

"Dari data kami ada tiga yang sudah bisa ekspor yakni PT Timah selaku perusahaan negara dan dua lagi MSP dan MSG dari swasta," ujar Rudi.

Tiga perusahaan timah ini, sambung Rudi, bisa memanfaatkan momentum kenaikan harga untuk produksi dan ekspor sebesar-besarnya.

"Harga timah dunia bisa saja terkoreksi kapan saja, jadi ini harus dimanfaatkan," ujar Rudi.

Menurut Rudi, pasokan timah Indonesia sangat memengaruhi harga di bursa internasional. Sebab negara di kawasan seperti Australia dan Myanmar belum memiliki produksi yang signifikan untuk memenuhi permintaan.

Namun di sisi lain, ujar Rudi, kenaikan harga timah dunia belum serta merta mendongkrak harga jual pasir timah di tingkat penambang rakyat atau mitra.

Hal itu karena aturan perusahaan yang mengacu harga pada biaya produksi.

"PT Timah karena mereka milik negara jadi kurang dinamis untuk menaikan harga. Harga di pasar dunia naik, belum tentu biaya produksi seperti minyak dan alat ikut naik sehingga pembelian di tingkat mitra sama saja," beber Rudi.

Sedangkan swasta dinilai akan lebih dinamis untuk menaikan harga di tingkat mitra karena urusannya hanya di internal perusahaan saja.

"Jadi perlu diwaspadai penambangan di lahan izin usaha PT Timah jangan sampai dijual ke pihak lain.

Pengawasan objek vital di lahan negara harus dimaksimalkan," ucap Rudi.

Ada pun harga jual pasir timah di tingkat penambang masih tertahan di angka Rp 80.000 - Rp 90.000 per kilogram.

Penambang berharap kenaikan harga timah dunia bisa menaikan harga jual pasir timah menjadi Rp 150.000 - Rp 180.000 per kilogram.

Sebagaimana diketahui, Indonesia menjadi produsen timah nomor dua setelah China dengan 90 persen produksinya berada di Bangka Belitung.

Saat ini banyak peruaahaan yang sedang menjalani proses hukum di kejaksaan dengan dugaan kerugian lingkungan mencapai Rp 271 triliun, sedangkan dampak kerugian perekonomian masih dipelajari.

https://regional.kompas.com/read/2024/04/14/180126378/imbas-kasus-korupsi-di-babel-harga-timah-dunia-meroket

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke