Salin Artikel

Dalam 2 Tahun 17 Warga NTT Diserang Buaya, 6 Tewas, 11 Terluka

Kepala BBKSDA NTT Arief Mahmud, mengatakan, interaksi negatif antara satwa liar buaya dan manusia di NTT tergolong tinggi dibandingkan provinsi lain.

"Dari catatan kita dari tahun 2023-April 2024 ada 17 orang yang diserang buaya. Enam orang di antaranya meninggal. 11 orang terluka," kata Arief, kepada Kompas.com, Selasa (9/4/2024).

Arief memerinci, pada tahun 2023 ada 15 warga yang digigit buaya. Lima orang meninggal dan 10 orang terluka.

Lima orang yang meninggal itu, dua dari Kabupaten Sumba Barat Daya, kemudian dari Kabupaten Sumba Timur, Kabupaten Lembata, dan Kabupaten Timor Tengah Selatan, masing-masing satu orang.

Kemudian, pada tahun 2024 terdapat dua warga yang diserang buaya.

Serangan pertama terjadi pada 4 Januari 2024 yang menewaskan seorang warga bernama Jama Nuna (33), asal Kecamatan Kodi Bangedo, Kabupaten Sumba Barat Daya.

Jama diserang saat mandi dan menimba air di sungai.

Serangan kedua terjadi pada tanggal 21 Februari 2024.

Yermia Fatu (69), warga Desa Lifuleo, Kecamatan Kupang Barat, Kabupaten Kupang, diserang saat mencari ikan di Danau Tuadale.

Yermia berhasil meloloskan diri sehingga hanya mengalami luka.

Arief menjelaskan, konflik tersebut terbanyak di Pulau Timor yakni delapan kejadian, di Pulau Sumba tujuh kejadian, serta Flores dan Lembata masing-masing satu kejadian.

Penyelesaian interaksi negatif ini, lanjut dia, sebenarnya harus dilakukan dengan memerhatikan sejumlah akar permasalahan.

Akar permasalahan yang dimaksud yakni perbaikan habitat berupa hutan mangrove yang rusak serta membatasi aktivitas masyarakat pada kawasan yang diperuntukan sebagai habitat satwa.

Menurut dia, insiden buaya yang muncul di area publik, dimungkinkan terjadi karena buaya yang mencari habitat baru.

Ini adalah akibat habitat asli buaya yang rusak, atau pun ada persaingan teritorial yang mengakibatkan individu tertentu harus pindah.

"Pada kasus tertentu, buaya juga berinteraksi dengan masyarakat saat mereka melintas untuk pindah atau mencari makan," ujar dia.

Dia mengatakan, solusi jangka pendek yang diambil Pemerintah saat terjadi interaksi negatif -khususnya pada areal publik atau wilayah yang dekat dengan permukiman- adalah menangkap dan merelokasinya ke tempat tertentu.

Menurut dia, dengan cukup banyaknya buaya yang saat ini berada pada penampungan sementara di BBKSDA NTT, perlu dilakukan upaya untuk mengubah masalah menjadi peluang.

Misalnya, dengan dibangunnya fasilitas lembaga konservasi umum yang antara lain dimanfaatkan untuk wisata.

Selain itu, diperlukan partisipasi para investor untuk memanfaatkan peluang tersebut dengan dukungan pendampingan proses perizinan oleh BBKSDA NTT.

"BBKSDA NTT mengimbau masyarakat untuk tidak mengambil langkah sendiri saat terjadinya pertemuan dengan buaya."

"Tidak membuang sisa makanan di laut yang dapat memancing kehadiran buaya, serta melaporkan kejadian interaksi negatif buaya melalui call center BBKSDA NTT," kata dia.

https://regional.kompas.com/read/2024/04/09/173212778/dalam-2-tahun-17-warga-ntt-diserang-buaya-6-tewas-11-terluka

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke