Salin Artikel

Divonis 7 Bulan Penjara, Aktivis Lingkungan Karimunjawa Daniel Frits: Perjuangan Kita Tidak Berhenti di Sini

Direktur Eksekutif Indonesian Center for Environmental Law (ICEL) Raynaldo G. Sembiring mengungkapkan, vonis itu menunjukkan minimnya pemahaman aparat penegak hukum terkait perlindungan hak asasi manusia (HAM) dan lingkungan.

Senada, Amnesty Internasional Indonesia menyebut vonis terhadap Daniel merupakan bukti nyata bahwa kriminalisasi terhadap pembela lingkungan masih terus terjadi dan perlindungan terhadap mereka juga sangat minim.

Padahal, menurut Pasal 66 UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, setiap orang yang memperjuangkan hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat tidak dapat dituntut secara pidana maupun digugat secara perdata.

Sebelumnya, Pengadilan Negeri Kabupaten Jepara, Jawa Tengah, menjatuhkan hukuman tujuh bulan penjara kepada Daniel Frits. Putusan itu lebih rendah dari tuntutan jaksa selama 10 bulan penjara.

Usai sidang putusan, Daniel tampak memeluk orang tuanya dan berkata, "[Perjuangan] kita tidak berhenti di sini".

Daniel didakwa oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) dengan pasal 27 ayat 3 dan pasal 28 ayat 2 UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).

Selain Daniel, rangkaian jeratan hukum juga dihadapi oleh sekelompok masyarakat yang peduli dengan lingkungan di berbagai daerah.

Di Sumatera Utara, tetua dari masyarakat adat Ompu Umbak Siallagan, Sorbatua Siallagan, ditangkap polisi atas tuduhan "merusak, menebang, dan membakar" hutan konsesi PT Toba Pulp Lestari yang tumpang tindih dengan wilayah adat masyarakat.

Di wilayah Ibu Kota Nusantara (IKN), Kalimantan Timur, sembilan petani sempat ditahan polisi selama sepekan karena dituduh menghalangi proyek pembangunan bandara.

Di Kepulauan Riau, puluhan demonstran peserta "Aksi Bela Rempang" yang menentang proyek Rempang Eco City divonis penjara.

"Menjatuhkan pidana kepada terdakwa dengan pidana penjara selama tujuh bulan dan denda sejumlah Rp 5 juta, dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar diganti dengan pidana kurungan selama satu bulan," kata Ketua Majelis Hakim, Parlin Mangatas Bona Tua, di PN Kabupaten Jepara, Kamis (4/4/2024).

Vonis tujuh bulan penjara itu, menurut hakim, dikurangi dari masa penahanan yang dijalani Daniel sejak ditahan oleh Kejaksaan Negeri Jepara pada 23 Januari 2024. Artinya, Daniel akan dibebaskan pada Agustus mendatang.

"Menetapkan masa penangkapan dan penahanan yang telah dijalani oleh terdakwa dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan. Menetapkan terdakwa tetap ditahan," sebut Ketua Majelis Hakim.

Daniel didakwa oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) dengan Pasal 27 ayat 3 dan Pasal 28 ayat 2 UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).

Majelis hakim menyatakan hal yang memberatkan bahwa perbuatan terdakwa menimbulkan keresahan bagi beberapa orang masyarakat Karimunjawa.

Sementara itu hal yang meringankan, menurut hakim, adalah terdakwa belum pernah dihukum, sopan dan koperatif dalam persidangan.

Selain itu, terdakwa juga merupakan pegiat lingkungan di layanan pendidikan yang telah memberikan banyak kontribusi kepada masyarakat Karimunjawa dan juga daerah lainnya.

"Hakim menutup hati nuraninya untuk melihat fakta di persidangan karena beberapa informasi, baik saksi, keterangan ahli dan alat bukti yang kita sampaikan sudah memenuhi pembelaaan yang diharuskan di dalam peradilan.

"Terutama tentang Anti-SLAPP yang harusnya dikedepankan dan perubahan UU yang disampaikan ke majelis," kata Rapin.

Anti-SLAPP (Anti Strategic Lawsuit Against Public Participation) merupakan konsep yang menjamin perlindungan hukum masyarakat untuk tidak dapat dituntut secara pidana maupun digugat secara perdata dalam memperjuangkan hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat.

Rapin mengatakan pihaknya masih berpikir-pikir untuk melakukan banding atau tidak atas putusan tersebut.

"Tapi secara proses kita keberatan dengan hasil persidangan hari ini. Ini bukan persoalan tujuh bulan, ini persoalan penegakan hukum lingkungan, dan ini adalah salah satu kasus contoh di Indonesia," katanya.

"Karimunjawa adalah tempat yang harus kita lindungi, kita jaga bila mana ada hal yang merusak, potensi merusak, harus kita kedepankan, dan ini bukan [kasus] satu-satunya," tambahnya.

Sementara itu, Kasi Pidum Kejari Jepara, Irvan Surya, mengatakan masih menunggu sikap dari terdakwa.

“Apabila terdakwa melalui penasehatnya [mengajukan] banding, kami juga akan mengajukan banding seperti itu. Biasanya kan menunggu sikap selama tujuh hari ini ke depan,“ ujar Irvan.

Dia menambahkan, majelis hakim sudah mempertimbangkan tuntutan secara materil maupun pemenuhan unsur-unsur pasal dakwakan.

“Itu yang kita apresiasi dari putusan itu. Intinya apa yang kami dakwakan sudah dipertimbangkan majelis hakim sehingga terbukti dakwakan satu yang dibacakan majelis hakim,“ katanya.

Daniel lalu terlihat memeluk orang tuanya dan berkata, "[Perjuangan] kita tidak berhenti di sini".

Ayah Daniel yang bernama Harry Luntungan Tangkilisan mengatakan, “Kalau kita kalah sekarang, anak cucu kita kalah, Karimun kalah. Bebaskan Daniel. Save Karimunjawa,“ ujarnya.

Di luar persidangan, beberapa kelompok masyarakat melakukan aksi demonstrasi meminta Daniel untuk dibebaskan.

Salah satunya adalah Lafi'i, 58 tahun, seorang nelayan yang rela tidak melaut selama tiga bulan demi mengawal kasus Daniel.

Lafi’i mengaku dia dan puluhan warga Karimunjawa merasa terpanggil atas kasus yang dia sebut kriminialisasi yang dialami Daniel.

Dia pun mengaku sangat kecewa dengan putusan hakim.

“Saya kecewa berat karena masalah seperti itu bisa divonis tujuh bulan,“ kata Lafi’i, yang tergabung dalam perkumpulan Lingkar Juang Karimunjawa.

Lafi’i mengatakan, Daniel adalah sosok yang berkontribusi besar dalam pelestarian lingkungan di Karimunjawa.

“Saya rela bolak balik Karimunjawa - Jepara karena Daniel memberikan pengalaman dan pembelajaran mengenai pelestarian lingkungan Karimunjawa dan menyadarkan mengenai kerusakaan alam Karimunjawa,“ katanya.

Sebagai nelayan, Lafi’i mengaku bahwa tambak udang di Karimunjawa telah mencemari lingkungan.

Aktivitas itu, ujarnya, telah menyebabkan terumbu karang rusak, budidaya rumput laut dan ikan masyarakat tercemar.

Lebih dari itu, katanya, limbah tambak udang juga membuat gatal-gatal pada kulit, bahkan menciptakan gesekan sosial antar-masyarakat.

“Dan sampai sekarang masih aktif pencemaran dan tambaknya masih beraktivitas,“ keluhnya.

Selain Daniel, rangkaian jeratan hukum juga dihadapi oleh sekelompok masyarakat yang peduli dengan lingkungan di berbagai daerah, seperti yang dialami Sorbatua Siallagan, petani di IKN, dan warga Rempang.

Raynaldo melihat, aparat penegak hukum baik polisi dan jaksa dapat dengan mudah memproses kasus pidana yang dikategorikan sebagai Anti-SLAPP.

Padahal, ujarnya, terdapat aturan yang melindungi masyarakat dalam memperjuangkan lingkungan, yaitu Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2023 tentang Pedoman Mengadili Perkara Lingkungan Hidup dan juga Pedoman Jaksa Agung Nomor 8 Tahun 2022 tentang Penanganan Perkara Tindak Pidana di Bidang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

"Selain itu, regulasi kita, KUHAP, memberikan kewenangan yang mudah kepada aparat penegak hukum melakukan upaya-upaya paksa seperti penangkapan, penahanan, pengeledahan dan lainnya untuk kasus HAM dan lingkungan. Ini bisa mengancam kebebasan sipil setiap orang,“ katanya.

Untuk itu, kata Raynaldo, perlu adanya mekanisme penyaringan yang ketat di awal proses hukum dalam kasus-kasus yang bernuansa Anti-SLAPP, baik dilakukan oleh hakim komisaris atau hakim pemeriksa.

“Jadi kalau ada upaya paksa, harus ada izin dari otoritas lainnya. Izin diperlukan dalam rangka proses-proses HAM. Saya tidak setuju kalau ada yang mengatakan, kan nanti ada mekanisme koreksi melalui pra-peradilan, masalahnya pra-peradilan sering kali masyarakat sudah ditahan dulu,“ tambahnya.

Terakhir, menurut Raynaldo, adalah pemahaman aparat penegak hukum tentang perlindungan HAM dan lingkungan yang belum cukup memadai.

Dia mencontohkan, sering kali aparat penegak hukum memaknai norma-norma hukum hanya dari yang tertulis saja, bukan sebagai satu kesatuan.

“Misalnya dia hanya melihat yang tertulis di UU ITE saja, atau UU Minerba saja. Padahal normanya tidak seperti itu.

"Perintangan dalam UU Minerba itu dimaksudkan ke konflik kepentingan antarkorporasi, bukan untuk masyarakat yang memperjuangkan kebebasan berekspresinya. Begitu juga UU ITE, yang dilihat harusnya dalam konteks hate side, bukan hate speech,” katanya.

“Lalu petambak baik individu maupun korporasi ada yang dijadikan tersangka. Seharusnya ini menjadi warning bahwa pencemaran itu nyata terjadi. Artinya apa yang diperjuangkan Daniel secara subtantif itu benar,” katanya.

Penyidik Gakkum KLHK Wilayah Jawa Bali Nusa Tenggara (Jabalnusra) menetapkan empat orang menjadi tersangka perusak lingkungan akibat kegiatan tambak budidaya udang di Taman Nasional (TN) Karimunjawa.

Keempat tersangka tersebut adalah SL (50 tahun) warga Tambaksari, Kota Surabaya, S (50 tahun), TS (43 tahun), dan MSD (47 tahun) warga Karimunjawa.

Selain itu, vonis ini juga dapat menimbulkan kekhawatiran atas ancaman penjara bagi masyarakat yang ingin berjuang menjaga lingkungannya untuk tetap baik dan sehat.

Senada, Koalisi Advokat Pembela Pejuang Lingkungan Hidup menyebutkan bahwa vonis Daniel memberikan efek yang sangat buruk bagi upaya pelestarian lingkungan di Karimunjawa, dan wilayah lain di Indonesia.

“Penegak hukum membuat kepercayaan publik semakin lemah, apakah ada keadilan dan penegakan hukum di Indonesia, dimana proses hukum terhadap Daniel Tangkilisan sejak awal dipenuhi pelanggaran hukum dan merupakan proses yang direkayasa untuk membungkam dan mengkriminalisasi Daniel Tangkilisan karena keberpihakannya terhadap pelestarian lingkungan di Karimunjawa,” bunyi dalam keterangan pers yang diterima BBC News Indonesia.

Senada, Direktur Eksekutif Amnesty Internasional Indonesia, Usman Hamid, mengatakan hukuman terhadap Daniel merupakan bukti nyata bahwa "kriminalisasi pembela lingkungan yang memperjuangkan kepentingan publik masih terus terjadi dan perlindungan kepada mereka masih sangat minim".

Menurut Usman, negara harus menunjukkan keberpihakan pada HAM dan kepentingan pelestarian lingkungan.

"Tidak sepantasnya Daniel dikriminalisasi apalagi sampai dipidana.”

Selain itu, Usman juga mengkritik pelaksanaan UU ITE yang bermasalah walau sudah dua kali direvisi.

“[UU ITE] tidak hanya mengancam kebebasan berekspresi, tetapi juga digunakan untuk membungkam pembela HAM, termasuk aktivis lingkungan, yang berupaya mencegah kerusakan ekologis.”

Amnesty International Indonesia mencatat bahwa sepanjang tahun 2023 , setidaknya terdapat 55 korban dari 49 kasus penyalahgunaan UU ITE yang mengkriminalisasi ekspresi secara daring dan mengekang perbedaan pendapat secara damai.

Para korban terdiri dari masyarakat sipil, aktivis hingga jurnalis.

Awalnya dia mengunggah video berdurasi 6:03 menit di akun Facebooknya pada 12 November 2022. Video ini memperlihatkan kondisi pesisir Karimunjawa yang terdampak limbah tambak udang, dan mendapat komentar pro dan kontra.

Daniel lalu menuliskan komentar yang berisi: "Masyarakat otak udang menikmati makan udang gratis sambil dimakan petambak. Intine sih masyarakat otak yang itu kaya ternak udang itu sendiri. Dipakani enak, banyak & teratur untuk dipangan."

Atas tulisan itu, seorang warga berinisial R melaporkan Daniel ke Polres Jepara pada 8 Februari 2023.

Pada 23 Januari 2024, dia ditahan oleh Kejaksaan Negeri Jepara setelah berkasnya dinyatakan lengkap atau P21.

Kuasa hukum pelapor menyatakan bahwa komentar Daniel mengandung unsur Suku, Agama, Ras, dan Antargolongan (SARA) karena menyebut ”otak udang”.

"Ini yang penting unsur SARA-nya yang masuk, karena dia menyamakan tempat ibadah kami orang orang muslim sama dengan hewan udang itu sendiri, jadi tidak ada kriminalisasi,” kata kuasa hukum pelapor, Noorkhan.

Tambak udang itu disebut aktivis lingkungan dan beberapa nelayan di Karimunjawa telah merusak lingkungan. Pasalnya para pemilik tambak udang ilegal ini tak punya Instalasi Pengelolaan Air Limbah (IPAL).

"Limbahnya ini mencemari biota-biota laut, banyak yang mati. Lumut sutra itu sebelumnya tidak pernah kami lihat semasif itu.

"Lumut ini sebarannya luas dan padat, ikan-ikan di bawah mati karena tidak kena sinar matahari dan ditambah kena limbah,” kata Koordinator Lingkar Juang Karimunjawa, Bambang Zakaria.

Zakaria mengatakan setidaknyal ada 33 titik tambak udang ilegal di dua desa Karimunjawa. Setiap tambak luasannya berbeda-beda, yang paling kecil sekitar dua petak dan paling besar sampai 40 petak.

Wartawan Nur Ithrotul Fadhilah di Jepara, Jawa Tengah, turut berkontribusi dalam laporan ini.

https://regional.kompas.com/read/2024/04/05/070700478/divonis-7-bulan-penjara-aktivis-lingkungan-karimunjawa-daniel-frits

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke