Salin Artikel

Lanjutan Kasus Penggelembungan Suara di Magelang, Bawaslu: Tidak Ada Unsur Pidana

Diberitakan Kompas.com awal Maret lalu, sebanyak 12 dari 13 desa di Kecamatan Mertoyudan ditemukan kasus penggelembungan suara.

Satu desa yang tidak ditemukan perkara itu adalah Desa Jogonegoro.

Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kabupaten Magelang menemukan 476 suara yang bergeser.

Seorang caleg DPR RI dapil VI Jateng menerima limpahan suara dari suara partai politik (parpol) dan suara tidak sah.

Modus penggelembungan suara banyak ditemukan di TPS dengan nomor urut 1-20. Untuk TPS dengan nomor lebih dari 20 hanya segelintir.

Ketua Bawaslu Kabupaten Magelang, M Habib Sholeh mengatakan, pihaknya mengacu keterangan dari dua saksi ahli, yakni Guru Besar Ilmu Hukum Perundang-Undangan dari Universitas Diponegoro Semarang, Lita Tyesta Addy Listya Wardhani dan pakar hukum pidana dari Universitas Sebelas Maret Surakarta, Riska Andi Fitriono.

Praktik penggelembungan suara

Menurut kedua pakar, kata Habib, kasus penggelembungan suara tidak memenuhi unsur pidana pemilu. Sebab, dinilai tidak menimbulkan dampak hilang atau berubahnya hasil perolehan suara parpol dan suara tidak sah.

Memang, sebanyak 476 suara sudah dikembalikan kepada parpol dan suara tidak sah.

“Hasil penyelidikan Sat Reskrim Polresta Magelang dan kejaksaan juga tidak memenuhi unsur pidana pemilu. Hasil kajian Gakkumdu kasus ini tidak terpenuhi salah satu unsur seperti diatur pasal 551 UU 7/2017 tentang Pemilu,” ucapnya kepada Kompas.com, Selasa (2/4/2024).

Anehnya, Bawaslu menemukan pelanggaran kode etik penyelenggaraan pemilu yang dilakukan lima anggota Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) Mertoyudan. Mereka berinisial AW, MM, TP, EN, dan AP.

“Bawaslu merekomendasikan kepada KPU untuk memberikan sanksi etik kepada anggota PPK Mertoyudan,” katanya.

Dia membeberkan praktik penggelembungan suara di Mertoyudan. Yaitu akun Sirekap Ketua PPK Mertoyudan digunakan anggota lain untuk mengubah perolehan suara.

Lebih aneh lagi imbuhnya, tidak ada anggota PPK Mertoyudan yang mengakui melakukan hal tersebut.

“Tidak ada yang mengakui menerima order penggeseran (suara). Tidak ada yang mengakui menerima imbalan,” jelasnya.

“Begitu juga (pengakuan) komisioner KPU dan 2 staf KPU. Tapi, dari keterangan PPK mengarah kepada salah satu pelaku,” lanjutnya.

Kendati demikian, Habib enggan menyebut inisial pelaku tersebut.

Terpisah, Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Magelang, Ahmad Rofik enggan menyebut sanksi apa saja yang dikenakan kepada PPK Mertoyudan.

Ia juga menolak memaparkan peran mereka dalam kasus penggelembungan suara.

“Besok saja,” ucapnya singkat.

https://regional.kompas.com/read/2024/04/02/185028778/lanjutan-kasus-penggelembungan-suara-di-magelang-bawaslu-tidak-ada-unsur

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke