Salin Artikel

Kata Pengamat Undip soal Kriteria Gubernur Jateng: Paham Masalah Ekologis

SEMARANG, KOMPAS.com - Pengamat politik dari Universitas Diponegoro (Undip) Semarang Nur Hidayat Sardini membeberkan kriteria gubernur yang layak memimpin Jawa Tengah pada Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2024.

Dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Undip itu menilai, sosok pemimpin di Jateng harus memahami kompleksitas masalah di wilayah itu, terutama persoalan ekologis yang memicu berbagai bencana di Jateng.

"Kriterianya kan orang yang paham dengan Jawa Tengah, luasnya Jawa Tengah dari ujung ke ujung dan berbagai permasalahan di Jateng, paling parah ekologis dan climate changes yang sama sekali kita tidak punya intervensi apa pun. Kita berada pada kondisi yang sangat pasrah," tuturnya saat diwawancarai, Jumat (29/3/2024).

Mengingat persoalan banjir masih terus menghantui warga, sosok Gubernur Jateng nantinya harus memikirkan secara serius terkait hal itu. Termasuk bekerja sama dengan pemerintah pusat.

"Rob abadi di Kota Pekalongan dan Kabupaten Pekalongan, sayung Kabupaten Demak, sekarang (muncul) genangan air yang menyerupa pada Selat Muria, ini masalah ekologi. Tidak bisa diselesaikan oleh Jateng saja, harus ada jaringan nasional," jelasnya.

Menurutnya, Pj Gubernur Nana Sudjana belum dapat menjamin penyelesaian masalah banjir Jateng. Apalagi Nana berstatus penjabat yang ditunjuk pemerintah pusat, bukan dipilih masyarakat Jateng secara langsung.

"Kan Pj ini juga tidak punya amanat rakyat saat pilkada, jadi tidak merasa untuk dekat dengan persoalan. Kalau Pak Ganjar kan responsifnya tinggi sekali, it's oke lah," lanjutnya.

Berikutnya, pemimpin Jateng harus memahami akar masalah kemiskinan di Jateng. Ia menilai Jateng mestinya tidak lagi berurusan dengan kemiskinan.

"Kemiskinan itu satu rantai, satu rantainya salah satunya kapasitas daya beli masyarakat, nilai tukar petani, menurut saya tidak memuaskan. IPM memang bagus, tapi kalau data kualitatif, sektor pertanian kita tidak menjadi hal yang utama," jelasnya.

Jumlah warga Jateng yang bermigrasi ke Jabodetabek untuk memperbaiki nasib sudah tidak diperkirakan. Namun di saat bersamaan jarang ada warga luar Jateng yang bermigrasi ke Jateng karena tidak memiliki daya tarik.

"Akhirnya jadi daya tolak. Generasi muda yang jatuh ke profesi pertanian tidak ada, orang yang selesai kuliah langsung pulang, padahal wilayah kita agraris. Lumbung padi di Jateng yang sudah sejak lama settle (mapan) seperti Klaten, Grobogan, Pati itu harus diperhatikan," bebernya.

Lebih jauh, pemimpin Jateng juga perlu mengangkat nilai provinsi ini dengan strategis dari berbagai sektor di dearah masing-masing. Tak terkecuali potensi kawasan wisata.

"Misalnya Keraton Solo kembangkan wisata, programnya konektivitas dengan daerah lain, yang menyedihkan orang tahu Borobodur itu milik Jogja, padahal itu Magelang. Orang ke Cepu bilang itu Jatim, padahal itu Jateng, gimana pelajaran geografis kita mengatakan itu Jatim?" jelasnya.

NHS menganggap fenomena tersebut merupakan kegagalan Jateng menjual potensi wilayah termasuk pariwisata ke panggung nasional di hadapan warga luar provinsi. Untuk diketahui, sejumlah nama sudah muncul bakal maju dalam kontestasi Pilkada Jateng. Di antaranya, Ketua DPD PDI-P Jateng Bambang Wuryanto 'Pacul', Ketua DPW PKB Jateng Muhammad Yusuf Chudlori, dan Ketua DPD Gerindra Jateng Sudaryono.

https://regional.kompas.com/read/2024/03/30/074635678/kata-pengamat-undip-soal-kriteria-gubernur-jateng-paham-masalah-ekologis

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke