Salin Artikel

Diguyur Hujan Deras, Warga Semarang Tetap Ramaikan Pawai Dugderan

Diketahui, hujan mengguyur Kota Semarang sejak pagi. Namun hal itu sama sekali tak mengurangi antusiasme warga yang hendak menonton dugderan. 

"Iya ini ngajak cucu bertiga nonton dugderan, udah jadi tradisi tiap tahun. Sekalian nguri-nguri budaya, biar mereka juga tahu," ujar Wartini (60) yang datang bersama keluarga besarnya sejak 12.30 WIB.

Pantauan Kompas.com, perwakilan tim karnaval dari 16 kecamatan di Kota Semarang turut berbaris di halaman Balai Kota saat upacara berlangsung pukul 13.00 WIB. Mereka terlihat kompak mengenakan baju adat yang berbeda di setiap timnya.

Tak hanya itu, sejumlah sekolah, komunitas, dan perwakilan Tionghoa turut meramaikan rangkaian pawai Dugderan ini.

Wali Kota Semarang, Hevearita G Rahayu memimpin upacara dan langsung menabuh bedug sebagai penanda puncak Dugderan 2024 bersama pejabat Forkopimda lainnya.

"Tentunya ini salah satu rangkaian nguri-nguri budaya di dalam kegiatan menjelang ramadan, mungkin hanya di Kota Semarang aja yang ada prosesi seperti ini. Kita harap hari ini bisa lancar dan melalui semua proses dari Balai Kota ke Masjid Agung Semarang, kemudian ke Masjid Agung Jawa Tengah" jelas Wali Kota yang akrab disapa Ita.

"Yang berbeda ini ada tambahan dari paguyuban Tionghoa, hari ini juga ada pembagian kue keranjang yang ada di Masjid Agung Semarang di alun-alun karena memang berdekatan imlek," lanjut Ita.

Menurut Ita, hal ini merupakan bagian dari akulturasi budaya antara Jawa, Arab, Cina, dan Melayu yang hidup berdampingan di Semarang.

Usai penabuhan bedug, pawai pun dimulai. Tim karnaval dari perwakilan setiap kecamatan berbaris di Jalan Pemuda, Kota Semarang.

Arak-arakan dipimpin oleh Kepala Dinas Budaya dan Pariwisata (Disbudpar) Kota Semarang, Wing Wiarso dengan menunggangi kuda.

Kemudian di belakangnya diikuti Ita dengan menaiki kereta kencana yang juga ditarik seekor kuda. Lalu jajaran pejabat lainnya turut menyusul dalam barisan.

Di barisan terdepan, terlihat maskot ikon Kota Semarang yang dikenal sebagai "Warak Ngendog" hewan imajiner yang mewakili tiga etnis yakni gabungan dari naga, buraq, kambing.

Ribuan warga memadati trotoar Jalan Pahlawan untuk menyaksikan karnaval itu. Mereka tampak berteduh di bawah payung sambil mengabadikan momentum tahunan itu dengan ponselnya masing-masing. 

Sekelompok mahasiswi Sastra Indonesia Universitas Diponegoro (Undip) mengaku pertama kali menonton acara khas Semarang itu.

Kendati datang karena tugas kuliah, mereka mengaku senang dapat menyaksikan langsung arak-arakan Dugderan di Semarang.

"Ini dikemas dengan bagus dan ramai banget, tapi saya lihat banyak kalangan orang tua yang mendominasi sebagai peserta pawai. Saya harap anak-anak muda juga dapat terlibat agar menanamkan kesadaran soal budaya dan terus melestarikannya nanti," tandas Helga.

https://regional.kompas.com/read/2024/03/09/182913078/diguyur-hujan-deras-warga-semarang-tetap-ramaikan-pawai-dugderan

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke